Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Dampak Utang Jokowi pada Prabowo

Presiden Jokowi mewariskan utang yang sangat besar. Beban kian besar karena yield obligasi pemerintah terus meningkat.

9 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Jokowi mewariskan utang besar kepada pemerintahan Prabowo.

  • Tahun depan, ada obligasi senilai Rp 705 triliun yang akan jatuh tempo.

  • Investor spekulan bakal memberatkan beban pemerintah.

PRESIDEN Joko Widodo akan mewariskan beban berat bagi presiden terpilih Prabowo Subianto. Warisan itu berupa kewajiban melunasi utang yang amat besar. Selama kurun waktu 2025-2029 atau sepanjang masa pemerintahan Prabowo, nilai surat berharga negara (SBN) alias obligasi pemerintah yang jatuh tempo mencapai Rp 3.086 trilyun. Saking besarnya anggaran pemerintah yang akan tersedot untuk melunasi utang itu, ruang fiskal yang tersisa akan sangat terbatas. Prabowo bakal terbelenggu, tak leluasa menjalankan program populis yang membutuhkan dana besar.

Kewajiban membayar utang bahkan langsung membebani Prabowo sejak tahun pertama memerintah. Di sepanjang 2025, ada obligasi senilai Rp 705 triliun yang sudah sampai masanya. Sebanyak 92,7 persen dari obligasi itu terbit setelah 2014, semasa pemerintahan Jokowi. Beban pelunasan utang itu akan bertambah besar jika dimasukkan pula pinjaman pemerintah yang jatuh tempo senilai Rp 95 triliun. Walhasil, pemerintahan Prabowo harus menyiapkan dana Rp 800 triliun untuk pelunasan utang tahun depan.

Untuk melunasi kewajiban sebesar itu, tak ada jalan lain, pemerintah harus berutang lagi. Bahasa sederhananya: gali lubang tutup lubang. Istilah kerennya, pemerintah melakukan refinancing dengan menerbitkan surat utang baru lagi. Upaya refinancing semacam itu merupakan hal lazim, seharusnya tak akan menimbulkan masalah serius. Pasar finansial masih akan mampu menyerapnya. Selama ini, investor memang gemar membeli surat utang pemerintah karena bunganya besar dan tergolong bebas risiko pula.

Kendati ini hal biasa, beberapa syarat tetap harus terpenuhi agar pemerintah bisa melakukan upaya gali lubang tutup lubang itu. Di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pekan lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan beberapa kondisi penting itu: negara harus tetap kredibel, anggarannya baik, kondisi ekonominya baik, dan situasi politiknya stabil. Artinya, Prabowo tak punya pilihan selain memegang teguh disiplin fiskal saat memerintah kelak. Jika tidak, kredibilitas Indonesia di mata pasar akan runtuh.

Siapapun yang menjadi menteri keuangan bakal menghadapi kesulitan besar saat menjual obligasi. Investor tak akan mau membeli obligasi pemerintah Indonesia tanpa memiliki keyakinan kuat pada pelaksanaan disiplin anggaran. Inilah jangkar kepercayaan pasar yang tak boleh terganggu.

Masalah belum berhenti sampai di situ. Ada sentimen buruk yang masih menyelimuti pasar keuangan sedunia, termasuk Indonesia, yakni tekanan rezim bunga tinggi. Karena terpaksa menjual obligasi dalam situasi seperti ini, pemerintah harus berani menawarkan imbalan lebih tinggi seturut permintaan pasar. 

Obligasi berbunga tinggi akan menimbulkan beban jangka panjang. Anggaran pemerintah untuk membayar bunga akan semakin besar hingga bertahun tahun mendatang. Itulah bahaya berutang kepada pasar.

Prabowo tak bisa menggunakan berbagai rasio utang yang menyatakan kondisi Indonesia masih aman sebagai pegangan. Realitanya, beban bunga obligasi yang besar bisa membawa Indonesia terperosok dalam jebakan utang. Investor maupun para spekulan di pasar keuangan memang pemburu profit yang tak punya perasaan. Ketika ada pihak yang sedang terdesak membutuhkan utang, termasuk pemerintah, pasar justru akan memojokkannya dengan menuntut imbal hasil atau yield lebih besar.

Pekan lalu, pasar sudah mulai bereaksi ketika pembahasan soal utang ini ramai menjadi bahan perbincangan di sidang-sidang DPR. Yield obligasi pemerintah berjangka 10 tahun, salah satu patokan penting di pasar, pelan-pelan mulai merangkak ke atas batas tujuh persen. Sentimen negatif dan perangai buruk spekulan di pasar obligasi juga berlangsung di pasar uang. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nilai rupiah terus merosot, bahkan sempat melewati batas Rp 16.300 per US$ di pasar berjangka atau non deliverabe forward di luar negeri yang memang sangat spekulatif. Tekanan pasar sudah menguat kendati Prabowo baru akan mulai pemerintah empat bulan lagi. Ketika beban pemerintah untuk melakukan refinancing semakin berat di tahun depan, pasar akan semakin menekan, menyudutkan Republik Indonesia hingga tak berdaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Belenggu Warisan Utang Jokowi"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus