Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut pemerintah berencana menerapkan wajib asuransi bagi kendaraan tahun depan. Rencana ini akan diterapkan setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Peraturan Pemerintah melalui Kementerian Keuangan terkait tindak lanjut dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengatakan organisasinya menolak rencana ini karena akan menambah beban bagi pekerja angkutan berbasis aplikasi, seperti ojek online, taksi online, dan kurir. Dia menyebut biaya premi asuransi yang akan dibayarkan tak sebanding dengan kondisi pendapat para pekerja angkutan berbasis aplikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena biaya premi asuransi yang akan dibayarkan tidak sebanding dengan kondisi pendapatan kami yang tidak menentu. Ini disebabkan tarif angkutan yang murah akibat status pengemudi sebagai mitra,” kata Lily dalam keterangan tertulis pada Senin, 22 Juli 2024. Akibat dari sistem kemitraan ini, Lily mengatakan pengemudi angkutan berbasis aplikasi tak mendapat penghasilan layak berupa upah minimum seperti pekerja lainnya.
Tak hanya itu, Lily mengatakan wajib asuransi ini juga akan menambah biaya kehidupan sehari-hari bagi pekerja angkutan berbasis aplikasi yang tak ditanggung perusahaan mitra kerja. Biaya operasional itu, kata dia, berupa pengeluaran untuk bahan bakar, parkir, cicilan kendaraan, pulsa, cicilan ponsel, atribut helm, tas, dan jaket.
“Maka kami menolak kewajiban asuransi kendaraan dan aturan lainnya yang memberatkan rakyat seperti potongan Tapera dan rencana kenaikan harga BBM,” kata dia.
Selain itu, Lily mengatakan SPAI menuntut pemerintah untuk mengangkat status pekerja angkutan berbasis aplikasi menjadi pekerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Langkah ini dinilai menjadi solusi dari kondisi pekerja angkutan berbasis aplikasi yang tak menentu.
Selanjutnya: “Supaya ada kepastian pendapatan dan hak pekerja...."
“Supaya ada kepastian pendapatan dan hak pekerja bagi kami,” kata Lily.
Sementara itu, Politikus Partai Keadilan Sejahtera atau PKS Suryadi Jaya Purnama mengatakan fraksinya di Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR menolak rencana itu. Dia menilai alasan OJK yang mengapungkan rencana itu ke publik mengada-ada.
“Fraksi PKS menolak kewajiban asuransi bagi kendaraan bermotor, apalagi hanya karena pendapat OJK yang asal-asalan mengutip UU P2SK,” kata Suryadi dalam keterangan tertulis pada Ahad, 21 Juli 2024.
Selain itu, Suryadi yang juga anggota Komisi V DPR itu menyebut asuransi kendaraan ini juga akan menambah beban bagi masyarakat. Dia beralasan kendaraan bagi masyarakat bukan sekadar alat transportasi, tapi alat produksi. Oleh karena itu, lantaran kendaraan sebagai alat produksi, Suryadi menilai akan berpotensi merembet kepada naiknya harga barang dan jasa.
“Jangankan membayar premi asuransi, pajak kendaraan bermotor (PKB) saja masyarakat masih banyak yang menunggak. Sebagai alat produksi, jelas tambahan beban ini berpotensi akan merembet kepada kenaikan harga berbagai barang jasa,” kata Suryadi.
Korlantas Polri pada 2022 mencatat sebanyak 50 persen kendaraan bermotor di Indonesia masih mempunyai tunggakan PKB dengan nilai mencapai Rp 100 triliun. “Persoalannya bisa jadi karena mekanisme membayar pajaknya tidak efektif atau memang masyarakat tak sanggup dengan beban biayanya,” kata Suryadi.