Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Foto

Mengubah Serat Pohon Pisang Menjadi Barang Bernilai Ekspor

31 Oktober 2020 | 08.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto 1 dari 6

Pekerja menganyam pintalan benang dari serat pohon pisang (abaca fiber) untuk dijadikan karpet di bengkel anyam Djunaedi di Jalan Sukarela, Kota Palembang, Sumatera Selatan, 6 Oktober 2020. Jarum jam di dinding hampir menunjukkan jam 12 siang. Puluhan pekerja masih terlarut dalam kesibukannya menganyam pintalan serat pohon pisang (abaca fiber) di Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) di bengkel anyam milik Djunaedi yang terletak di Jalan Sukarela, Kota Palembang, Sumatera Selatan. ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI

Image of Tempo
Perbesar
Foto 2 dari 6

Djunaedi (71) pemilik CV Natural menunjukkan serat pohon pisang (abaca fiber) yang belum dipintal menjadi benang di bengkel anyam miliknya di Jalan Sukarela, Kota Palembang, Sumatera Selatan, 6 Oktober 2020. ATBM merupakan satu dari sekian peralatan utama dalam proses pembuatan kerajinan berbahan dasar serat abaca yang diproduksi oleh CV Natural. Semua alat di sana hanya bermodalkan palu, paku dan lem. Suara bising dari putaran mesin pun nyaris tak terdengar. ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI

Image of Tempo
Perbesar
Foto 3 dari 6

Sejumlah pekerja menganyam pintalan benang dari serat pohon pisang (abaca fiber) untuk dijadikan karpet di bengkel anyam Djunaedi di Jalan Sukarela, Kota Palembang, Sumatera Selatan, 6 Oktober 2020. Dengan proses pembuatan secara manual, pembuatan satu buah karpet misalnya, setidaknya memakan waktu hingga dua minggu. Sebelum dianyam, serat abaca harus dipintal dahulu oleh belasan pekerja di ujung ruangan. ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI

Image of Tempo
Perbesar
Foto 4 dari 6

Sejumlah pekerja menganyam pintalan benang dari serat pohon pisang (abaca fiber) untuk dijadikan karpet di bengkel anyam Djunaedi di Jalan Sukarela, Kota Palembang, Sumatera Selatan, 6 Oktober 2020. Sejumlah produk seperti karpet, keset kaki hingga seperangkat tatakan meja saat ini telah dipasarkan ke sejumlah negara, terutama Amerika Serikat, Belgia, Inggris, Turki dan Malaysia. ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI

Image of Tempo
Perbesar
Foto 5 dari 6

Pekerja menganyam karpet yang terbuat dari serat pohon pisang (abaca fiber) di bengkel anyam Djunaedi di Jalan Sukarela, Kota Palembang, Sumatera Selatan, 6 Oktober 2020. Djunaedi mengatakan, ia bisa mendapatkan omset penjualan sekitar 60 ribu dollar AS atau sekitar Rp880 juta per bulan. Nilai omset tersebut didapat dalam kondisi normal. Sekarang permintaan pasar terhadap produknya pun menurun akibat dari pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI

Image of Tempo
Perbesar
Foto 6 dari 6

Pekerja mewarnai karpet yang terbuat dari serat pohon pisang (abaca fiber) di bengkel anyam Djunaedi di Jalan Sukarela, Kota Palembang, Sumatera Selatan, 6 Oktober 2020. Menurut Djunaedi, biaya produksi dengan menggunakan bahan baku impor juga perlu ditambah dengan pembayaran bea masuk lima persen yang harus disetor ke negara. Dalam satu tahun, dirinya harus membayar 50 ribu dollar AS. Kiprah impor dan ekspor CV Natural tersebut pun kini dilirik Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Palembang untuk diberikan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus