Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang petani menjemur daun teh di perkebunan teh di desa pegunungan di Nannuoshan di Xishuangbanna Prefektur Otonomi Dai, Provinsi Yunnan, Cina, 12 Juli 2019. REUTERS/Aly Song
Qiu Liu (48) seorang petani teh etnis Aini, membersihkan gulma di perkebunan tehnya di sebuah desa pegunungan di Nannuoshan di Prefektur Otonomi Xishuangbanna Dai, Provinsi Yunnan, Cina, 12 Juli 2019. REUTERS/Aly Song
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Xiang Ding (56) membakar jerami di sebelah ladang jagungnya di desa Nuodong, kabupaten Menhai di Prefektur Otonomi Xishuangbanna Dai, Provinsi Yunnan, Cina, 13 Juli 2019. REUTERS/Aly Song
An Nu, seorang petani teh etnis Aini, mengeringkan daun teh di rumahnya di sebuah desa pegunungan di Nannuoshan di Prefektur Otonomi Xishuangbanna Dai, Provinsi Yunnan, Cina, 11 Juli 2019. REUTERS/Aly Song
Xiang Ding (56) membakar jerami di sebelah ladang jagungnya di desa Nuodong, kabupaten Menhai di Prefektur Otonomi Xishuangbanna Dai, Provinsi Yunnan, Cina, 13 Juli 2019. REUTERS/Aly Song
Zi Sai (25) seorang petani teh etnis Aini, menyiapkan teh di rumahnya di sebuah desa pegunungan di Nannuoshan di Prefektur Otonomi Xishuangbanna Dai, Provinsi Yunnan, Cina, 11 Juli 2019. REUTERS/Aly Song
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini