Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUASANA kafe That Line tampak berbeda pada Sabtu, 25 Mei 2024. Malam itu, empat meja di area depan kedai kopi di Sudirman Plaza, Jakarta Selatan, tersebut diisi muda-mudi yang duduk berhadapan dengan mata tertutup. Delapan orang yang terbagi menjadi empat pasangan itu berbincang dengan asyik diiringi musik akustik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berselang 15 menit, seorang pemandu acara meminta mereka melepas penutup mata. Senyum terkembang pada wajah para peserta blind date atau kencan buta yang diadakan Blind Date Indonesia tersebut. Salah satunya Hengky. Pria 36 tahun itu tak tampak canggung berbincang dengan Susan—bukan nama sebenarnya—perempuan yang baru dikenalnya. “Mungkin karena saya juga orangnya supel, ya. Jadi bisa mengajak ngobrol,” ujar Hengky.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hengky juga berkenalan dengan seorang perempuan peserta lain dalam acara kencan buta tersebut. Panitia Blind Date Indonesia memang memberi mereka kesempatan untuk mengenal peserta lain dalam acara itu melalui sesi tukar pasangan.
Pria yang bekerja sebagai wiraswasta itu mengaku tengah mencari jodoh dengan cara berbeda. Ia sebelumnya berpacaran selama empat tahun dengan seseorang, tapi hubungannya kandas pada Februari 2024. Kegagalan ini membuat Hengky enggan berpacaran lagi. “Tapi ingin ke jenjang lebih serius,” ucapnya.
Di tengah pencarian pasangan hidup, Hengky kemudian menemukan konten Blind Date Indonesia di Instagram yang sedang membuka pendaftaran untuk batch 11 di Jakarta. Awalnya ia ragu ikut serta. Namun dorongan kakaknya memantapkan niatnya mencari jodoh dalam ajang tersebut.
Blind Date atau kencan buta yang diadakan oleh komunitas Blind Date Indonesia, di Jakarta, 25 Mei 2024/TEMPO/Febri Angga Palguna
Hengky mengungkapkan kriteria pasangan yang dicarinya adalah seiman, berusia lebih muda, dewasa, nyambung saat diajak berbicara, imut, dan suka berolahraga. Kriteria ini akhirnya ia temukan pada Susan. Seusai kencan buta, ia dan Susan melanjutkan komunikasi, bahkan mereka berencana bertemu lagi.
Di kota lain, kencan buta juga digandrungi anak muda. Surabaya, Jawa Timur, misalnya, menjadi kota yang dipilih panitia Blind Date Indonesia untuk menyelenggarakan acara kencan buta kesepuluh pada Sabtu, 18 Mei 2024. Berbeda dengan di Jakarta, jumlah peserta kopi darat di Kota Pahlawan lebih banyak, yakni 12.
Pertemuan itu diadakan di Lini Kopi Surabaya dengan konsep serupa dengan di Jakarta. Tepat pada pukul 19.00 WIB, para peserta diminta menutup mata dengan selembar kain. Lalu mereka dipandu ke tempat duduk bersama pasangan yang sudah ditetapkan. Selanjutnya, enam pasangan ini bercengkerama dengan mata tertutup selama 15 menit.
Meski dengan mata tertutup, para pasangan itu tampak menikmati obrolan. Setelah 15 menit berlalu, peserta dipersilakan membuka penutup mata. Tampak berbagai ekspresi senyum saat mereka mengetahui pasangan blind date masing-masing. Keenam pasangan itu pun lanjut mengobrol dengan mata terbuka selama 15 menit.
Agenda tidak berhenti di situ. Masih ada sesi kedua dengan konsep yang sama. Bedanya, mereka bertukar pasangan. Tekniknya tetap sama, 12 orang ini akan menutup matanya lebih dulu. Kemudian panitia akan menukar salah satu orang ke meja yang berbeda.
Salah satu peserta perempuan kencan buta di Surabaya, Kamboja—bukan nama sebenarnya—mengaku menikmati konsep acara blind date. Kamboja menilai dua pria yang berkencan dengannya punya sifat yang baik. Percakapan mereka juga nyambung. “Jadi banyak pandangan. Beda sama dating app, orangnya banyak yang aneh,” tutur perempuan 27 tahun itu.
Dari dua pria yang dicomblangkan, Kamboja merasa cocok dengan salah satunya. Selanjutnya, dia akan mencoba menghubunginya kembali lewat WhatsApp dan melanjutkan hubungan.
Perempuan yang berprofesi dosen ini mengaku ingin menjalani kencan buta bukan karena iseng semata. Dia serius mencari jodoh karena sudah banyak teman di lingkungannya yang melepas masa lajang.
Kamboja pun pernah mencoba dating app atau aplikasi kencan online pada 2018. Namun ia gagal mendapat pasangan karena tidak cocok. “Kalau dari dating app gitu juga susah mau ketemu, beda sama blind date kayak gini, kan langsung ditentukan waktunya,” katanya.
Peserta Blind Date di Lini Kopi Surabaya, Jawa Timur, 18 Mei 2024/Tempo/Hanaa Septiana
Senada dengan Kamboja, peserta lain, Demi, mengaku telah mencoba aplikasi kencan online. Tapi ia tak kunjung mendapatkan kekasih. Alasannya, sifat orang yang berhubungan dengannya lewat dating app kerap berbeda dengan aslinya.
“Jadi pas berhubungan lewat online komunikasinya enak, tapi pas bertemu ternyata enggak ada yang cocok,” ujar pria 31 tahun itu.
Setelah satu setengah tahun menjomlo, Demi pun mendaftar di acara kencan buta untuk mencari pasangan yang cocok dan serius berlanjut ke jenjang selanjutnya. Namun dia tetap tak mau berekspektasi tinggi. “Cuma, kalau dibanding dating app, boleh dibilang blind date jauh lebih seru,” kata pria yang berprofesi pengacara itu.
•••
SULITNYA punya hubungan serius dengan pasangan yang dikenal lewat aplikasi kencan online ini juga tergambar dalam survei terbaru Populix bertajuk “Indonesian Usage Behavior and Online Security on Dating Apps”.
Jajak pendapat yang melibatkan 1.165 responden di berbagai wilayah Indonesia itu menunjukkan hanya 20 persen pengguna yang berhasil menemukan pasangan dan berkomitmen menjalin hubungan serius hingga jenjang pernikahan.
Survei juga menyebutkan sebanyak 56 persen responden mengaku pernah mendapat pengalaman tak menyenangkan saat menggunakan aplikasi kencan. Di antaranya penipuan profil (71 persen), penggunaan bahasa yang kasar atau tidak sopan (52 persen), pelecehan seksual (30 persen), perselingkuhan (23 persen), penipuan uang (22 persen), cyberstalking (21 persen), dan pencurian data identitas atau doxing (21 persen).
Pengalaman negatif yang dialami pengguna aplikasi kencan online ini menjadi ide utama pemuda asal Solo, Jawa Tengah, Mahathir Al Afghani Zein, dalam mendirikan Blind Date Indonesia. Ia membuat wadah untuk memfasilitasi kaum jomlo yang ingin mencari pasangan dengan aman. Ia juga merujuk pada pengalaman temannya yang kerap zonk alias gagal mendapatkan kekasih dari aplikasi kencan online lantaran tidak sesuai dengan ekspektasi.
Kota pertama tempat diadakannya ajang kencan buta ini adalah Solo. Pemuda yang akrab disapa Al ini mengungkapkan, jumlah pendaftarnya mencapai 400 orang. Karena masih coba-coba, ia mematok tarif Rp 150 ribu kepada peserta.
Mahathir Al Afghani Zein, di Jakarta, 25 Mei 2024/TEMPO/Febri Angga Palguna
Selanjutnya, besaran biaya kencan buta ditetapkan sekitar 10 persen dari upah minimum regional di kota penyelenggara. Untuk Jakarta, misalnya, dipatok Rp 500 ribu per orang. Biaya tersebut sudah termasuk pemilihan calon jodoh, perjamuan makan dan minum, permainan, dan door prize.
Sejak acara ini diperkenalkan di media sosial, angka peminat Blind Date terus meledak hingga di sejumlah daerah. Konten Reels Instagram kencan buta yang diunggah Galeri Kopian (akun milik Al yang menyediakan referensi kedai kopi) ditonton sampai jutaan kali. Maka tak mengherankan peminatnya juga datang dari negara tetangga seperti Malaysia.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Solo ini mengaku tak menyangka ide acaranya bakal viral. Sebelumnya, Al hanya ingin berfokus menggelar blind date di Solo dan Yogyakarta. Tapi, seiring dengan permintaan yang cukup banyak dari kota lain, acara ajang perjodohan itu akhirnya diadakan di Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Bandung pada Juni 2024. Al juga membuka pendaftaran untuk kota dan provinsi lain, seperti Magelang, Jawa Tengah; Malang, Jawa Timur; dan Bali.
Sejauh ini, Al menerangkan, kota yang paling tinggi antusiasmenya adalah Jakarta. Jumlah peminatnya bisa mencapai 3.000 orang sekali pendaftaran dibuka. Kendati begitu, tak semua peserta bisa mengikuti acara ini. Kuota kencan buta dibatasi sampai sekitar sepuluh orang atau lima pasangan. Mereka akan lebih dulu diseleksi.
Untuk berpartisipasi dalam kencan buta ini, calon peserta wajib mendaftarkan diri melalui Google Forms. Tautannya dapat dibuka melalui akun Instagram Blind Date Indonesia. Situs formulir untuk di Solo, misalnya, menampilkan keterangan mengenai sejumlah syarat. Di antaranya pria atau wanita berusia 21-46 tahun, memiliki vibe positif, tidak berpenampilan jamet (Jawa metal, istilah bagi orang yang berpenampilan seperti penggemar musik metal tapi tidak cocok), jomlo, serta berpenghasilan dan bertanggung jawab bagi laki-laki.
Selanjutnya, tertera waktu dan tempat acara kencan buta serta harga tiket sebesar Rp 200 ribu. Biaya sudah mencakup pemilihan calon jodoh, makanan dan minuman ringan, permainan, serta door prize. Pembayaran dilakukan setelah pendaftar terpilih menjadi peserta.
Setelah itu, peserta mulai mengisi identitas diri, seperti nama, akun media sosial, agama dan jenis kelamin, usia, tinggi dan berat badan, status, minat, domisili, umur pasangan yang diminati, hobi, pendidikan, pekerjaan, penghasilan per bulan, serta alasan mengikuti acara ini.
Pendaftar juga harus mendeskripsikan sifat dan kepribadiannya dan pasangan yang diinginkan, foto, dan pernyataan bahwa calon peserta tidak sedang terikat hubungan asmara dengan orang lain serta bertanggung jawab bila terbukti berbohong.
Dari data tersebut, Al akan mencocokkan satu peserta dengan peserta lain yang kriterianya paling sesuai. Jika sudah ditemukan, kedua peserta akan dipasangkan. “Harus sekufu. Kalau dalam Islam kan harus setara. Misalnya dari segi penghasilan tak jauh berbeda,” katanya.
Biasanya yang diprioritaskan untuk mengikuti acara ini adalah kaum jomlo yang sudah memiliki penghasilan mumpuni untuk menjalin rumah tangga.
Menurut Al, peserta acara ini berusia 25-35 tahun. Bukan hanya yang belum menikah, yang berstatus janda atau duda juga dipersilakan mendaftar. Untuk kriteria, Al mengatakan kebanyakan peserta mendambakan pasangan yang seiman.
Setelah banyak mempertemukan orang dengan pasangan baru, Al mengungkapkan bahwa ada beberapa pasangan yang sudah sampai tahap berkenalan dengan orang tua pasangan. Jadi, bila ada yang berjodoh sampai ke pelaminan, Al mengatakan, pihaknya bakal membiayai akad nikah mereka.
•••
SEMARAK kencan buta juga mewarnai kehidupan anak-anak muda di Palembang, Sumatera Selatan. Tembang “Glimpse of Us” yang dinyanyikan Joji, pemusik asal Jepang, mengiringi kebahagiaan Loe dan pasangannya, Ami. Mereka baru saja mengikuti blind date di Coma Labs Cafe, Palembang, Sabtu, 25 Mei 2024.
Loe dan Ami tampak asyik bercerita dan kadang kala menebar senyum dan tawa. Padahal acara resminya sudah selesai sekitar 60 menit lalu. Keduanya baru saling kenal berkat dipasangkan oleh penyelenggara acara kencan buta, Blind Date Palembang.
Pasangan Loe, 27 tahun, dan Ami, 24 tahun, bisa dibilang beruntung dipertemukan dalam sebuah momen spesial. Keduanya mengaku memiliki banyak persamaan dalam prinsip hidup dan hobi. Mereka mengacungkan dua jempol bagi penyelenggara acara yang telah mempertemukan mereka tersebut.
“Tadi ngobrol tentang gym, tentang pekerjaan. Ya, kebetulan sama tempat gym-nya,” ucap Ami sembari merapikan pakaian semiformal yang ia kenakan.
Penyelenggara Blind Date menuntun salah seorang peserta untuk dipertemukan dengan peserta perempuanm di Coma Labs Cafe, Palembang, Sumatera Selatan, 25 Mei 2024/TEMPO/Parliza Hendrawan
Perempuan yang sedang menyelesaikan studi pascasarjana di salah satu kampus di Palembang ini mengetahui ajang pencarian teman kencan tersebut dari Instagram. Dia mengaku berusaha mendaftar ketika Blind Date Palembang gelombang kedua digelar, tapi saat itu belum beruntung. Pada gelombang ketiga ini, Ami terpilih karena termasuk salah satu yang tercepat membalas konten Instagram Story penyelenggara.
Ami mengungkapkan sulitnya menemukan pasangan yang dia idamkan di tempat kuliahnya saat ini. Jadi kencan buta merupakan salah satu ikhtiarnya untuk bertemu dengan pria idamannya. Pasalnya, banyak teman sekampusnya yang sudah berumah tangga. Topik yang dibahas tidak terlalu jauh dari persoalan anak.
Lingkup pertemanan makin terbatas sehingga acara blind date menjadi alternatif. “Andaipun nantinya kami merasa belum saling cocok, seharusnya kami bisa tetap berteman,” ujar Ami, yang juga sedang menekuni bisnis daring.
Adapun Loe mengaku awalnya iseng mencoba. Setelah mengikuti kegiatan ini, ia merasakan keseruannya dibanding mencari teman secara biasa. Sama seperti peserta lain, Loe diharuskan mengenali tujuh perempuan berbeda hanya dalam hitungan jam. Mereka saling menggali informasi pribadi, dari riwayat keluarga dan pendidikan hingga hobi dan profesi.
Dengan berbagai pertimbangan, penyelenggara pun memantapkan Loe dan Ami sebagai pasangan yang saling melengkapi. “Kita lihat saja ke depannya seperti apa, bisa jadi pertemanan kami berlanjut lebih serius,” tutur Loe sembari melirik Ami yang duduk di sebelahnya.
Pendiri Blind Date Palembang, Rina Yuliana Putri, mengatakan tingkat kesuksesan pasangan yang match dalam acara kencan buta itu cukup tinggi, yakni sekitar 80 persen. Putri mengukurnya berdasarkan jumlah pasangan yang pulang bersama.
“Kalau pulang bareng biasanya cocok, mau lanjut ke jenjang lebih serius. Ada juga yang enggak pulang bareng, biasanya karena kurang cocok,” ucap perempuan 22 tahun itu.
Putri menambahkan, pihaknya sejak awal benar-benar memilih pendaftar yang serius dan mencocokkannya dengan kandidat yang sesuai dengan kriteria. Misalnya kesamaan agama, perihal usia, dan penampilan. Khusus peserta laki-laki, Blind Date Palembang punya aturan tak tertulis, yakni wajib berpenghasilan.
Pegawai pemasaran di salah satu mal di Palembang ini menjelaskan, Blind Date Palembang memiliki dua konsep. Pertama, pihaknya mencarikan pasangan peserta sesuai dengan data yang mereka terima. Dengan begitu, peserta hanya akan berkenalan dengan satu orang yang sudah ditentukan.
Kedua, peserta bebas menentukan pasangannya dan bisa berkenalan dengan semua peserta. “Kami kasih kesempatan buat mereka tahu kira-kira percakapannya lancar atau enggak. Jadi mereka pilih sendiri,” katanya.
Putri mengungkapkan, peminat kencan buta di Palembang cukup banyak. Setiap kali pendaftaran dibuka, ada sekitar 200 orang yang berminat. Saat ini Putri tengah membuka pendaftaran untuk musim ketiga. Dalam satu musim bisa ada lebih dari satu sesi blind date.
Blind Date Palembang sendiri baru dibuka pada April 2024. Putri mengaku iseng karena terinspirasi adegan kencan buta dalam drama Korea yang ditontonnya. Selain itu, ia tergerak membantu orang-orang yang mengalami kesulitan mencari pacar.
Putri yang pernah bekerja di event organizer itu mengaku tak kesulitan memulai bisnis pencarian jodoh tersebut bersama kekasihnya, M. Aditya Sufratama. “Aku sudah tahu cara bikin event, budgeting, dan lainnya,” ucapnya.
Founder Blind Date Palembang Rina Yuliana Putri dan M Aditya Sufratama/Dok Pribadi
Peminat blind date ini, Putri mengungkapkan, kebanyakan kaum generasi Z seperti dirinya, yang berusia 23-28 tahun. Banyak dari mereka yang ingin punya hubungan serius. Ada pula yang penasaran dan pengin berkenalan dengan orang baru.
Untuk mengikuti kencan buta ini, Putri menetapkan tarif yang cukup terjangkau, yakni Rp 150 ribu. Biaya itu sudah mencakup makanan dan mainan Lego. Permainan bongkah plastik kecil ini disediakan agar pasangan kencan buta memiliki aktivitas bersama. “Tapi kebanyakan enggak dimainin karena berfokus ngobrol,” tuturnya.
Jika ada peserta yang sama-sama canggung, Putri menyediakan tumpukan kartu di atas meja. Kartu tersebut berisi topik-topik obrolan. Tapi, di awal pertemuan, mereka tidak akan bisa melihat pasangannya. Mata mereka bakal ditutup dengan kain. “Tujuannya agar mereka tidak terfokus pada fisik pasangan,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Hanaa Septiana dari Surabaya dan Parliza Hendrawan dari Palembang berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ajang Ikhtiar Jomlo Mencari Jodoh lewat Blind Date"