Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketika menyebut nama RA Kartini, pasti segera teringat akan perjuangan dan kontribusinya yang besar dalam memperjuangkan hak-hak wanita dan pendidikan di Indonesia, khususnya Kota Jepara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kota ini bukan hanya tempat kelahiran RA Kartini, tetapi juga sebuah kota yang kaya akan warisan budaya, perdagangan, dan perjuangan melawan penjajahan. Berikut ini adalah sejarah berdirinya kota Jepara, jauh sebelum Kartini berjuang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejarah Jepara
Jepara merupakan sebuah kota yang kaya akan sejarah. Sebelum kerajaan-kerajaan berdiri di tanah Jawa, sekelompok penduduk sudah menghuni ujung pantai utara Jawa tersebut. Dipercaya bahwa mereka berasal dari daerah Yunnan Selatan dan bermigrasi ke selatan. Pada masa itu, Jepara terpisah oleh Selat Juwana.
Asal Nama Jepara
Dilansir dari buku terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019, “RATU KALINYAMAT, Sejarah atau Mitos?”, nama Jepara berasal dari berbagai perkataan, seperti Ujung Para, Ujung Mara, dan Jumpara, yang kemudian menjadi Jepara. Nama ini menggambarkan tempat pemukiman para pedagang yang melakukan berbagai transaksi perdagangan.
Selain itu, menurut buku "Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M)", seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kalingga, yang diyakini berlokasi di kawasan timur Jepara saat ini. Kawasan ini dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang sangat tegas.
Menurut penulis Portugis Tome Pires, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan kecil yang dihuni oleh sekitar 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur di bawah pemerintahan Demak. Aryo Timur kemudian digantikan oleh putranya, Pati Unus, yang berupaya membangun Jepara menjadi kota niaga.
Peran Ratu Kalinyamat
Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara berkembang pesat menjadi bandar niaga utama di Pulau Jawa dan pangkalan angkatan laut. Ratu Kalinyamat dikenal dengan jiwa patriotisme anti penjajahan.
Ia bahkan mengirim armada perangnya untuk menggempur Portugis di Malaka pada 1551 dan 1574. Portugis menyebutnya sebagai "Rainha de Japara, Senhora Poderosa e Rica, de Kranige Dame" yang berarti Ratu Jepara yang sangat berkuasa dan kaya.
Meskipun serangan tersebut gagal, semangat patriotisme Ratu Kalinyamat tidak pernah padam. Pada Oktober 1574, ia mengirimkan armada militernya yang lebih besar ke Malaka, namun juga tidak berhasil mengusir Portugis dari sana. Namun, perang-perang tersebut membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Jepara.
Perjuangan Ratu Kalinyamat dan Jepara dalam melawan Portugis meninggalkan warisan berharga. Komplek kuburan yang dikenal sebagai Makam Tentara Jawa di Malaka menjadi bukti sejarah perang besar antara Jepara dan Portugis. Selain itu, Ratu Kalinyamat juga berjasa dalam mengembangkan seni ukir yang sekarang menjadi andalan utama ekonomi Jepara.
Dikutip dari ppid.jepara.go.id, Ratu Kalinyamat meninggal pada 1579 dan dikebumikan di Mantingan, Jepara, berdekatan dengan makam suaminya, Pangeran Hadiri.
Berdasarkan prestasi gemilang yang telah membawa kemakmuran bagi Jepara, hari penobatannya sebagai penguasa Jepara ditetapkan menjadi Hari Jadi Jepara, yakni pada 10 April 1549 ditandai dengan Candra Sengkala "Trus Karya Tataning Bumi" yang bermakna "terus bekerja keras membangun daerah".
Pilihan Editor: Rekomendasi 7 Destinasi Wisata di Bumi RA Kartini Jepara