Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada Sabtu, 7 September 2024, kasus pembunuhan Munir Said Thalib memasuki tahun ke-20. Munir, aktivis hak asasi manusia, tewas akibat racun arsenik dalam penerbangan menuju Belanda pada 2004. Meski sudah dua dekade berlalu, kasus ini masih menyisakan pertanyaan tentang otak di balik pembunuhan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam siaran pers yang digelar oleh Komite Aksi Solidaritas untuk Munir, keluarga Munir dan para aktivis kembali menuntut agar Komnas HAM mempercepat penyelidikan pro justitia yang telah berlangsung sejak awal 2024. Mereka mendesak agar Komnas HAM fokus dalam menuntaskan penyelidikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Munir dibunuh secara sistematis dengan melibatkan unsur negara, termasuk Badan Intelijen Negara (BIN) dan Garuda Indonesia. Pollycarpus, Indra Setiawan, dan Rohainil Aini telah dipenjara atas peran mereka dalam pembunuhan ini, namun hingga kini aktor intelektual di baliknya belum terungkap. Aktivis HAM menyebut pembunuhan Munir sebagai kejahatan kemanusiaan dan bagian dari pola sistematis yang memerlukan investigasi mendalam.
Pada Januari 2024, Komnas HAM membentuk Tim Ad Hoc untuk menyelidiki pelanggaran HAM berat dalam kasus ini. Sejak Februari 2024, tim tersebut telah memeriksa sejumlah saksi melalui mekanisme pro justitia. Proses ini diharapkan dapat mengungkap aktor intelektual di balik kematian Munir dan menyeret mereka ke pengadilan.
"Kami menolak kasus Munir hanya menjadi bualan politik pemerintah," tegas Komite Aksi Solidaritas untuk Munir Pada Rilis yang mereka sebarkan pada hari Kamis 5 September 2024. Mereka juga menyoroti buruknya jaminan perlindungan bagi pembela HAM di Indonesia dan menuntut negara bertanggung jawab penuh atas keselamatan aktivis lainnya.
Komite menegaskan bahwa tanpa keadilan bagi Munir, ancaman terhadap pekerja HAM di Indonesia akan terus ada.