Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Paham radikalisme menyebar di kampus swasta dan negeri.
Kebijakan Orde Baru turut mempengaruhi penyebaran radikalisme di kampus.
Lebih berkembang di kalangan mahasiswa eksakta.
PENYEBARAN paham radikalisme ditengarai sudah menyebar di banyak kampus, baik kampus negeri maupun swasta. Ada riwayat panjang kebijakan pemerintahan Orde Baru yang di kemudian hari melahirkan banyak faksi. “Ini bukan fenomena baru, bibitnya sudah ada sejak zaman Orde Baru” ujar pengamat kajian terorisme, Solahudin, pada Sabtu, 25 Juni lalu.
Kala itu, kelompok mahasiswa menjadi target kaderisasi akibat tindakan represi rezim Orde Baru yang mengebiri gerakan Islam politik pada periode 1970-1980-an. Gerakan kelompok ini terbilang senyap, bahkan tak terdeteksi ketika rezim Orde Baru berusaha mencengkeram kampus lewat kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan. “Ini semacam unintended consequences, tak terprediksi sebelumnya,” katanya.
Mahasiswa menjadi target penyebaran paham radikalisme karena dianggap mewakili wajah kelompok intelektual masa depan. Pola kaderisasi terhadap mereka memanfaatkan agenda pengajian di kampus-kampus secara rutin.
Tujuannya bermacam-macam. Sebagian di antara mereka ingin menyiapkan pemimpin masa depan. Ada pula yang sebatas mengajarkan pemahaman puritanisme agama. “Yang jadi ancaman adalah kelompok ini,” tutur Solah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris menilai kelompok puritan merupakan ancaman karena mengajarkan pemahaman agama secara eksklusif. Semangat keagamaan yang mereka usung menihilkan penghargaan terhadap perbedaan dan toleransi antar-kelompok agama. “Mereka mengklaim sebagai satu-satunya ahli sunah. Seolah-olah mereka paling benar dan yang lain salah,” ujarnya.
Irfan juga menganggap ancaman terhadap paham radikalisme agama tak hanya berasal dari pengajian kampus. Interaksi seseorang dengan sumber informasi yang keliru di Internet dan pengajian di luar kampus ikut menjadi faktor penyebab utama.
Penyerangan Markas Besar Kepolisian RI oleh seorang mahasiswa, ZA, pada Maret 2021, merupakan satu contoh. ZA diduga terpapar doktrin radikalisme karena membaca sejumlah artikel di Internet. “Media sosial mengisi kekosongan narasi mereka tentang agama,” ucapnya.
BNPT pernah membuat kajian yang memantau aktivitas keagamaan di tujuh kampus negeri pada 2018. Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Diponegoro, Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya ditengarai telah disusupi paham radikal. Gejala itu, dari temuan BNPT, umumnya merebak di kalangan mahasiswa fakultas eksakta.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo