Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rizky tercekat di depan lemari kaca. Rabu dua pekan lalu itu, pria 20-an tahun yang bekerja sebagai office boy—tukang bersih-bersih—Museum Nasional ini melihat pemandangan mengejutkan. Sejumlah benda kuno dari emas di dalam lemari kaca hilang. Hari itu, pukul 07.30, ia sedang melakukan tugasnya: membersihkan ruang khusus penyimpanan benda-benda emas yang terletak di Gedung Lama.
"Dia melapor ke pihak keamanan. Kami melapor ke polisi siang itu juga," kata juru bicara Museum Nasional, Yulius, kepada Tempo pekan lalu. Ada empat artefak yang hilang. Kepada petugas keamanan, Rizky menjelaskan, dia ingat benar, sehari sebelumnya, benda-benda itu masih bertengger di tempatnya.
Empat artefak emas itu tentu tak bisa dinilai dengan uang. Benda tersebut peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, yang berdiri mulai sekitar abad ke-10 hingga abad ke-11 Masehi. Jadi umurnya sekitar 1.000 tahun. Tiga koleksi berasal dari peninggalan situs Petirtaan Jalatunda di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Ketiganya berbeda ukuran dan bentuk, yakni berbentuk lempeng emas naga mendekam berukuran 5,6 x 5 sentimeter dengan inskripsi yang sudah tak jelas, lempeng berbentuk bulan sabit beraksara Jawa Kuno dengan ukuran 8 x 5,5 cm, dan sebuah wadah bertutup atau cepuk berukuran diameter 6,5 cm dan tinggi 6,5 cm.
Sedangkan yang satu lagi merupakan Lempengan Harihara yang ditemukan di Belahan, Penanggungan, Jawa Timur. Ukurannya 10,5 x 5,5 cm. Lempengan ini terbuat dari campuran perak dan emas. Ada relief Harihara yang sedang berdiri di atas teratai ganda.
Artefak-artefak itu merupakan benda peripih atau benda-benda kecil yang di masa lalu biasa disimpan dalam wadah batu dan dipendam di dasar candi sebagai benda pusaka. Empat artefak tersebut disimpan pada bangunan lama Museum Nasional bersama sekitar 4.000 koleksi emas lain dari abad ke-8 hingga abad ke-15 Masehi.
Museum Nasional memiliki dua tempat penyimpanan benda-benda emas. Tempat lainnya terletak di bangunan baru lantai empat. Sementara bangunan lama Museum Nasional—terdiri atas dua lantai—merupakan bangunan peninggalan Belanda, bangunan baru (sesuai dengan namanya) dioperasikan pada 2007. Bangunan ini terdiri atas tujuh lantai.
Empat artefak emas itu, sebelum dicolong, disimpan dalam lemari kaca yang menempel pada tembok, yang letaknya di sebelah kiri ruangan. Bagian bawah lemari terbuat dari bahan kayu dengan tinggi sekitar setengah meter. Adapun tinggi lemari lebih dari satu meter dan lebar sekitar setengah meter.
Ada dua kunci pada lemari tersebut, masing-masing di bawah dan atas. Saat polisi melakukan pemeriksaan, bagian atas tak terkunci. Adapun bagian bawah dalam posisi terkunci. Kendati ada dua kunci, bila ingin mengambil barang di dalamnya memang cukup satu kunci yang "ditaklukkan".
Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Jakarta Pusat Ajun Komisaris Besar Tatan Dirsan Atmaja, pihaknya menemukan ada sedikit cacat di lemari itu. "Apakah itu bekas congkelan benda keras, masih kami selidiki," katanya. Menurut Tatan, dalam kondisi demikian, pihaknya menduga ada dua kemungkinan: lemari memang sengaja tak dikunci atau pencuri memiliki kunci duplikat. Sejumlah penyelidik Polres Jakarta Pusat yang memeriksa lemari itu menemukan beberapa sidik jari di sekitar lemari kaca.
Pengamanan lemari ini sebenarnya terhitung lumayan ketat. Semua lemari kaca—bahkan di seluruh museum—dilengkapi detektor alarm. Bila ada pemaksaan untuk membuka lemari, alarm otomatis akan berteriak-teriak. Sayangnya, saat hilangnya empat benda bersejarah itu, alarm ternyata tak berfungsi. Polisi menemukan, sejak dua bulan lalu, alarm tak berfungsi.
Pengamanan lain adalah empat kamera pengintai alias CCTV yang dipasang di setiap sudut ruangan. Tapi, lagi-lagi, ternyata kamera-kamera tersebut tak menjalankan tugasnya alias mati sejak November 2012. Melihat temuan itu, penyelidik berinisiatif memeriksa semua kamera di Museum Nasional. Hasilnya, dari 19 kamera di museum yang direkam dalam satu decoder, ternyata tidak ada satu pun hasil rekamannya. "Telah kami periksa, kosong," ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto. Dengan beragam keanehan itu, polisi menduga ada orang dalam museum terlibat pencurian ini.
Tak kurang dari 45 saksi diperiksa polisi hingga pekan lalu. Kini polisi mengerucutkan kecurigaan pada sejumlah orang, yakni mereka yang memiliki akses terhadap kunci lemari, office boy, dan petugas keamanan. Terhadap kesimpulan polisi itu, Yulius menyatakan petugas keamanan, misalnya, memang mengetahui di mana kunci disimpan. "Tapi untuk menggunakannya perlu prosedur," ujarnya.
Tak hanya memeriksa, polisi juga menyita telepon seluler mereka untuk diteliti di laboratorium forensik. Menurut sumber Tempo, semua nomor telepon yang masuk atau keluar dari ponsel tersebut sudah "disedot". Itu untuk mengetahui data komunikasi menjelang dan sesudah pencurian.
Para arkeolog yang bertugas di Museum Nasional juga berurusan dengan penyelidik. Sebelum peristiwa pencurian terjadi, pengelola museum tengah punya acara, yakni bersama 15 arkeolog melakukan pemotretan koleksi museum untuk diterbitkan dalam sebuah buku.
Dari semua itu, polisi kini tengah memfokuskan pada petugas keamanan yang bertugas di sana. Petugas keamanan museum berjumlah 45 orang dan dibagi tiga regu. Tiap regu terdiri atas 15 orang dan bertugas selama 24 jam, mulai pukul 09.00 hingga jam yang sama esok harinya.
Saat peristiwa pencurian, yang diperkirakan terjadi pada Selasa pagi hingga Rabu pagi, yang bertugas adalah regu satu. Namun saat itu petugas yang berjaga hanya 12 orang. Tiga orang tak bertugas. Satu orang izin sakit dan dua orang tengah mengikuti pelatihan petugas keamanan.
Menurut seorang petugas museum yang minta namanya tak disebutkan, penjagaan biasanya dilakukan pada 12 titik. Di area bangunan lama ditempatkan lima petugas, di bangunan baru empat petugas, dan di luar bangunan tiga petugas. "Pembagian titik keamanan ini tergantung kebijakan kepala keamanan," kata salah sumber itu.
Ruang penyimpanan benda-benda emas museum ditutup pintu kaca dan dilapis lagi dengan rolling door yang dikunci. Saat museum ditutup, lampu ruang pameran dimatikan. Seorang petugas selalu berada di luar ruang pameran tempat menyimpan koleksi emas.
Kala berpatroli, petugas selalu berkomunikasi lewat walkie-talkie. "Setiap petugas keamanan memiliki satu perangkat alat komunikasi itu," ujar sumber Tempo ini. Hanya, memang tak selamanya mereka melek 24 jam. Secara bergantian para penjaga itu tidur di ruang pos penjagaan, yang letaknya dekat pintu gerbang belakang. "Tugas kami 24 jam berjaga. Jadi ada yang tak kuat menahan kantuk dan bergantian jaga," kata seorang petugas kepada Tempo. Mereka tidur dengan menggelar tikar di dalam pos penjagaan yang ukurannya sekitar 2 x 2 meter itu.
Polisi hingga kini memang belum menemukan titik terang waktu pencurian itu: siang, malam, atau pagi hari. Bahkan polisi tak menutup kemungkinan pencurian dilakukan saat waktu kunjungan. "Benda itu sangat kecil, mudah sekali dibawa tanpa perlu tas besar," ucap Tatan.
Direktorat Jenderal Kebudayaan membentuk tim yang terdiri atas sembilan orang untuk menyelidiki lenyapnya empat benda purbakala dari emas itu. Menurut Direktur Jenderal Kebudayaan Kacung Marijan, tim yang dipimpin Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Widianto itu bertugas mengumpulkan data yang nanti akan disinkronkan dengan data polisi. "Agar kasus ini cepat terungkap," katanya.
Bukan kali ini saja koleksi Museum Nasional dijarah orang. Pada 1960-an, kelompok pencuri yang dipimpin Kusni Kasdut menyatroni museum ini. Pada 1979, pencuri menjarah koleksi mata uang kuno. Sedangkan pada 1990 terjadi dua pencurian, yakni terhadap lukisan karya Basoeki Abdullah dan koleksi keramik kuno.
Lukisan Basoeki dapat ditemukan setelah pihak museum menghubungi jaringan museum internasional. Lukisan itu sempat akan dilelang di balai lelang Christie's. "Pencurian saat itu melibatkan orang dalam museum," ujar Kacung. Kasus pencurian empat artefak emas ini pun sangat diyakini melibatkan orang dalam.
Yuliawati, M. Andi Perdana, Syailendra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo