Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGGUNAKAN visa turis, bos Texmaco Group, Marimutu Sinivasan, terbang dari Terminal 3 Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, ke Dubai, Uni Emirat Arab, pada Sabtu sore, 25 Mei 2024. Pria yang kini berusia 86 tahun itu menggunakan pesawat Emirates bernomor EK357. Empat hari kemudian, Marimutu pulang dengan kembali menumpangi pesawat Emirates. Perjalanan Marimutu tersebut sah dan tercatat di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Marimutu bebas bepergian lantaran namanya tak tercatat di daftar orang yang dicegah ke luar negeri oleh Dirjen Imigrasi. “Yang bersangkutan tercatat pada aplikasi Cekal Online dengan keterangan arsip kedaluwarsa pada 8 Desember 2023,” ujar Kepala Bidang Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta Uchky Adhitya kepada Tempo pada Kamis, 13 Juni 2024. Artinya, status cegah Marimutu dicabut pada hari itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Marimutu sebenarnya masuk daftar cegah Imigrasi. Dia dilarang ke luar negeri karena statusnya sebagai salah seorang obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang masih menunggak pembayaran utang. Kementerian Keuangan yang mengajukan permintaan pencegahan itu. Harapannya, Marimutu tak pergi jauh-jauh sebelum melunasi utangnya.
Pertengahan tahun lalu, Texmaco tercatat berutang kepada negara Rp 31,72 triliun dan US$ 3,91 miliar. Angka ini tertera dalam sepucuk surat Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta III Kementerian Keuangan yang ditujukan kepada Marimutu pada 15 Juni 2023. Saat ini, dengan kurs rupiah yang mencapai 16.300 per dolar Amerika Serikat, total utang Texmaco ke negara berpotensi membengkak hingga sekitar Rp 95,48 triliun.
Rupanya, Marimutu bisa keluyuran lantaran Kementerian Keuangan tak menyurati Imigrasi untuk memohon perpanjangan masa pencegahan Marimutu. Padahal, hampir selama 2022, Marimutu tak bisa meninggalkan Indonesia. Imigrasi menerbitkan surat pencegahan yang berlaku selama 26 Januari-26 Juli 2022. Status pencegahan kemudian diperpanjang pada 26 Juli 2022 dan berakhir pada 26 Januari 2023.
Kementerian Keuangan baru mengajukan kembali permintaan pencegahan ke Imigrasi lima bulan kemudian, tepatnya pada 8 Juni 2023. Pengajuan inilah yang kedaluwarsa pada 8 Desember 2023. Kementerian Keuangan tak kembali mengajukan permintaan perpanjangan pencegahan hingga Marimutu melancong ke Dubai pada 25 Mei 2024.
Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim mengatakan tak mengetahui persis alasan Kementerian Keuangan tak mengajukan kembali permohonan perpanjangan cegah Marimutu setelah masa berlakunya habis pada Desember 2023. Imigrasi tak berwenang menanyakan pencegahan itu. “Kami cekal (cegah tangkal) berdasarkan permohonan yang mengajukan,” tutur Silmy Karim.
Tempo sudah berupaya mengirim surat permintaan konfirmasi kepada Marimutu Sinivasan, tapi tak berbalas. Sekretaris Marimutu, Mian, telah menerima surat permohonan wawancara yang ditujukan kepada atasannya. “Akan saya teruskan kepada beliau,” ucapnya. Namun, hingga Jumat, 14 Juni 2024, Marimutu tak merespons surat dan pertanyaan tersebut.
Marimutu pernah menggugat Kementerian Keuangan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 30 Desember 2021 untuk memperoleh kepastian soal nilai utang Texmaco. Saat itulah ia mengutarakan komitmennya. “Saya memiliki iktikad yang baik untuk menyelesaikan kewajiban saya kepada negara,” katanya.
Masa keemasan Marimutu Sinivasan disebut telah berlalu. Sehari-hari, dia dikabarkan berkantor di lantai 15 Centennial Tower di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Di lantai itu terdapat papan nama PT Multikarsa Investama dan Texmaco Group. Kerajaan bisnis Texmaco dikabarkan tinggal menyisakan sayap perusahaan, di antaranya PT Perkasa Heavyndo Engineering dan PT Texmaco Perkasa Engineering di Jawa Barat. Marimutu menjadi komisaris utama di kedua perusahaan itu.
Tatkala krisis keuangan 1997-1998 melanda Indonesia, Texmaco Group menjadi salah satu kelompok bisnis yang menerima dana talangan BLBI. Dana talangan ini yang sekarang menumpuk menjadi utang. Pada Desember 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan utang Texmaco kepada negara masih berada di angka Rp 29 triliun dan US$ 80,5 juta.
Penyitaan salah satu aset jaminan Texmaco Group berupa pabrik yang terletak di Mangkang Kulon, Kecamatan Tugu, Semarang, Jawa Tengah, 20 Januari 2022. djkn.kemenkeu.go.id/
Menteri Sri menyampaikan informasi tersebut saat Satuan Tugas BLBI menyita sejumlah aset Texmaco. Nyatanya, penyitaan itu masih belum cukup melunasi utang Texmaco. Itulah sebabnya Kementerian mulai menyurati Dirjen Imigrasi untuk mengajukan permohonan pencegahan Marimutu ke luar negeri pada 26 Januari 2022.
Seseorang yang berada di lingkaran Marimutu menjelaskan, setelah mengetahui dicegah ke luar negeri, Marimutu mendatangi Kementerian Hukum dan HAM. Salah seorang yang dia temui adalah Wakil Menteri Hukum dan HAM kala itu, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. Dalam pertemuan pada pertengahan April 2022 itu, Marimutu meminta bantuan Eddy agar bisa ke luar negeri dengan alasan hendak berobat.
Eddy Hiariej mengakui adanya pertemuan itu. Ia menolak permintaan Marimutu. “Status cekal itu tidak bisa dibatalkan oleh siapa pun, kecuali oleh yang meminta pencekalan,” tutur Eddy kepada Tempo saat ditemui di Jakarta pada Kamis, 13 Juni 2024.
Baru setahun kemudian Marimutu berhasil pergi ke luar negeri. Sebelum ke Dubai pada Mei 2024, Marimutu juga pernah ke luar negeri pada April dan Mei 2023. Ia ditengarai memanfaatkan kealpaan Kementerian Keuangan yang tak mengajukan kembali surat pencegahan. Surat pencegahan tahap pertama yang diajukan pada 26 Januari 2022, setelah diperpanjang satu kali, kedaluwarsa pada 26 Januari 2023. Padahal di masa itu Satgas BLBI tengah gencar menyita aset eks debitor BLBI. Permintaan pencegahan baru dikirim Kementerian Keuangan dua hari kemudian, tepatnya pada 8 Juni 2023.
Dalam peraturan lama, surat pencegahan ke luar negeri berlaku selama enam bulan dan bisa terus diperpanjang. Ketentuan ini semula tertuang dalam Pasal 97 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Baru lima bulan sejak regulasi ini diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Mei 2011, advokat Yusril Ihza Mahendra mengajukan gugatan uji materi terhadap pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam gugatannya, Yusril menilai Pasal 97 ayat 1 bertentangan dengan asas negara hukum. Aturan ini memungkinkan pemerintah mencekal seseorang seumur hidup. Pada Juni 2012, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Yusril. Akibatnya, pencegahan hanya berlaku paling lama enam bulan dan hanya bisa diperpanjang satu kali selama enam bulan lagi.
Kini Marimutu dipastikan tak akan bisa ke luar negeri lagi. Kementerian Keuangan akhirnya mengajukan kembali permintaan pencegahan Marimutu ke Imigrasi pada 3 Juni 2024. Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban menyampaikan permintaan pencegahan untuk Marimutu yang diajukan ke Imigrasi sudah berlaku. Lewat keterangan tertulisnya, Rionald mengatakan sudah mendapat informasi bahwa Marimutu telah bepergian ke luar negeri.
Tapi Rionald tak menjelaskan penyebab Marimutu Sinivasan bisa leluasa bepergian di tengah mandeknya pengembalian utang BLBI. “Saat ini kami sedang membuat penelitian internal untuk mengetahui dan memastikan penyebab terjadinya hal tersebut,” kata pria yang juga menjabat Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Joniansyah dari Tangerang berkontribusi pada penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Celah Cegah Obligor BLBI"