“Kita harus mampu mewujudkan Pancasila menjadi ‘ideologi kerja’ dalam seluruh ranah peradaban,” kata Bambang Soesatyo ketika melantik dengan mengambil sumpah lima orang anggota Pergantian Antar Waktu (PAW) MPR di Ruang Delegasi, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis 18 November 2021. Pelantikan anggota PAW ini juga dihadiri Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah.
Kelima anggota PAW MPR yang dilantik dan diambil sumpahnya adalah Dipl. Ing. Hj. Diah Nurwitasari, M.I.Pol, (dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Daerah Pemilihan Jawa Barat II), Paulus Ubrunge (Fraksi Partai Amanat Nasional, Daerah Pemilihan Papua), Hj. Aida Muslimah, SE (Fraksi PDI Perjuangan, Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan II), Ir. Harris Turino, M.Si, M.M. (Fraksi PDI Perjuangan, Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX), dan Novri Ompusungu, S.H. (Fraksi PDI Perjuangan, Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan II).
Bamsoet mengakui upaya menyinkronkan Pancasila dengan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, memang tidak mudah dan tidak boleh berhenti berusaha. “Pancasila adalah soal perjuangan. Pancasila tidak kita warisi dari nenek moyang kita menurut hukum Mendel. Pancasila adalah soal keyakinan dan pendirian asasi. Pancasila tidak akan tertanam dalam jiwa kita jika kita sendiri masing-masing tidak berjuang,” katanya.
Dia menambahkan usaha penanaman Pancasila harus berjalan terus menerus baik untuk masyarakat dan negara maupun untuk setiap individu. “Tak seorang pun akan menjadi Pancasilais kalau dia tidak membuat dirinya Pancasilais. Negara kita tidak akan menjadi negara Pancasila jika kita tidak membuatnya terus menerus,” ujar Bamsoet.
“Bung Karno pernah berpesan: kita harus sabar, tak boleh bosan, ulet, terus menjalankan perjuangan, terus tahan menderita, jangan putus asa, jangan kurang tabah, jangan kurang rajin. Ingat memproklamasikan bangsa adalah gampang, tetapi menyusun negara, mempertahankan negara buat selama-lamanya itu sukar,” sambung Bamsoet mengutip kata-kata Bung Karno.
Masih mengutip Bung Karno, Bamsoet mengatakan hanya rakyat yang memenuhi syarat-syarat yaitu rakyat yang ulet, rakyat yang tidak bosanan, rakyat yang tabah, maka dengan rakyat seperti itulah yang dapat bernegara kekal abadi. “Siapa yang ingin memiliki mutiara, harus ulet menahan nafas dan berani terjun menyelami samudera yang sedalam-dalamnya,” tuturnya.
Bamsoet menegaskan setiap anggota MPR wajib untuk melaksanakan sosialisasi Empat Pilar MPR (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika). “Nilai-nilai itu merupakan buah pikiran dan gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik. Para pendiri bangsa menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan tata kerokhanian bangsa yang memberi corak, watak dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat atau bangsa lain. Ini merupakan suatu kenyataan obyektif yang merupakan jati diri bangsa Indonesia,” ujarnya.
Menurut Bamsoet, setelah lebih dari 17 tahun, sejak 2004 MPR melaksanakan sosialisasi segala putusan MPR, termasuk Pancasila di dalamnya, sudah saatnya MPR masa jabatan 2019 – 2024 melakukan evaluasi menyeluruh atas metoda sosialisasi empat konsepsi dasar tersebut. “Pertanyaan yang harus kita jawab adalah apakah upaya membumikan Pancasila dan tiga konsepsi dasar lainnya telah berhasil membangun peradaban bangsa yang unggul?” katanya.
Pernyataan Presiden Joko Widodo tentang masih banyak anak bangsa yang bermental “inlander”dan bersikap “inferior” ketika berhadapan dengan bangsa lain dan pernyataan Presiden Soekarno tentang jangan menjadi “bangsa kuli” dan menjadi “kuli bangsa-bangsa lain”, lanjut Bamsoet, harus dijadikan sebagai bagian introspeksi dalam melaksanakan sosialisasi empat konsepsi dasar berbangsa dan bernegara.
“Metoda sosialisasi Empat Pilar MPR ke depan harus mampu membangun karakter masyarakat dan sistem sosial yang berakar pada nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri yang bersifat khas, unik, modern, dan unggul. Ini adalah pekerjaan rumah kita semua,” ujarnya.(*)