Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

iklan

Penguatan Moratorium Sawit demi Komitmen Iklim Indonesia

Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit mendatangkandukungan pasar global, memicu peningkatan produktivitas lahan, penyelesaian tumpang tindih dan konflik lahan.

24 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perpanjangan Inpres No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit atau biasa disebut dengan Moratorium Sawit penting untuk dilakukan oleh pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Langkah ini dapat memberikan dampak positif berupa dukungan pasar global terhadap produk sawit Indonesia, memicu peningkatan produktivitas lahan, penyelesaian tumpang tindih dan konflik lahan, serta berkontribusi pada pencapaian komitmen iklim (NDC). Demikian disampaikan oleh Trias Fetra, Program Officer Tata Kelola Sawit Yayasan Madani Berkelanjutan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29 persen dengan upaya sendiri hingga 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030. Ambisi terbesar penurunan emisi tersebut masih berasal dari sektor kehutanan dan lahan, dengan target penurunan emisi sebesar 17,2 persen hingga 38 persen pada 2030 mendatang.

Dalam kick-off persiapan delegasi Indonesia menuju Glasgow Climate Change Conference 19 Juli 2021 lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahkan telah mengumumkan Agenda “Indonesia FOLU 2030”. Indonesia dibayangkan akan mencapai net sink karbon di sektor kehutanan dan lahan pada 2030.

“Masih ada sekitar 5,7 juta hektare hutan alam di kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) yang dapat dilepaskan untuk perkebunan. Jika Moratorium Sawit tidak diperpanjang dan diperkuat, laju deforestasi akan kembali meningkat dan Indonesia dapat terancam gagal untuk mencapai komitmen iklimnya,” ujar Trias Fetra.

Hasil analisis Madani menemukan terdapat dari 24,2 juta ha ekosistem gambut di Indonesia dan di antaranya ada 6,2 juta ha ekosistem gambut yang masuk ke dalam izin sawit, dengan detail lahan gambut seluas 3,8 juta ha. “Hasil analisa kami, dengan menyelamatkan 3,8 juta hektare luas gambut pada fungsinya alamnya dapat menghindari pelepasan 11,5 juta ton/tahun karbon akibat aktivitas pembakaran ataupun konversi lahan,” kata Trias Fetra. (*)

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus