Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PT Ceria Nugraha Indotama (CERIA), adalah perusahaan pertambangan nikel penanaman modal dalam negeri yang dimiliki oleh anak bangsa. Perusahaan ini melaksanakan kegiatan pertambangannya mulai dari hulu yaitu eksplorasi dan eksploitasi, hingga hilir yakni pengolahan dan pemurnian bijih nikel, sesuai dengan amanat program hilirisasi mineral yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Group CEO CERIA Derian Sakmiwata mengatakan, sudah menjadi bagian visi dan misi CERIA untuk menyediakan produk nikel berkualitas tinggi. Juga memberikan nilai tambah bagi pemangku kepentingan dengan tetap mendukung lingkungan serta masyarakat setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2011, CERIA diberikan kepercayaan oleh pemerintah untuk mengelola Blok Lapao-Pao yang berlokasi di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, melalui proses lelang penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). WIUP Blok Lapao-pao yang memiliki area seluas 6.785 hektar ini sebelumnya merupakan bagian dari area konsesi PT INCO (sekarang PT Vale Indonesia) yang dikembalikan kepada pemerintah pada tahun 2010.
Pihak PT Vale Indonesia juga telah melakukan survei pendahuluan dan eksplorasi di dalam Blok ini mengidentifikasikan adanya potensi kandungan nikel laterite di dalamnya. Karena itu, sebagai pemegang izin WIUP Blok Lapao-pao akan berfokus pada praktik penambangan yang baik serta berkelanjutan, melalui penerapan teknis pertambangan dan konservasi mineral, mengaplikasikan teknologi pertambangan terkini, dan selalu memperhatikan lingkungan hidup serta masyarakat sekitar dimana CERIA beroperasi.
Dukungan pemerintah terhadap CERIA melalui pemberian status sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), menjadikan kegiatan CERIA sejalan dengan program pemerintah untuk merealisasikan hilirisasi mineral di dalam negeri. Daerah tambang CERIA juga telah dicanangkan sebagai Objek Vital Nasional (Obvitnas).
Saat ini CERIA memiliki 2.200 karyawan dan akan mempekerjakan hingga lebih dari 5.000 karyawan untuk mendukung kegiatan pembangunan serta pengoperasian pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel. Lokasinya yang strategis secara geografis, karena dikelilingi oleh beberapa sungai, akses jalan provinsi, berbatasan langsung dengan garis pantai sehingga memungkinkan CERIA untuk memiliki 2 terminal khusus serta didukung oleh PLN dari sumber energi listrik terbarukan, diantaranya sumber utama Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan sumber listrik terbarukan lainnya, seperti bayu dan biogas serta gas, sehingga CERIA menggunakan energi yang hijau dan bersih.
Memiliki tim yang berpengalaman dan berdedikasi tinggi, serta melaksanakan operasinya dalam kerangka Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG) yang baik, CERIA siap menyediakan produk nikel rendah karbon berkualitas tinggi. Harapannya tentu akan dapat memberikan nilai tambah bagi pemangku kepentingan dan berkontribusi untuk masa depan yang berkelanjutan ke arah ekosistem Electric Vehicle (EV) Battery.
CERIA pun sering mendapatkan penawaran kerjasama atau akuisisi baik dari dalam negeri maupun luar negeri, namun sampai saat ini belum menemukan skema kerjasama yang ideal sesuai visi misi perusahaannya. Namun, Derian menegaskan, pihaknya ingin tetap mempertahankan posisi manajemen pengelola dan menjadi pemain di negeri sendiri.
"Sangat penting bagi anak bangsa untuk menguasai teknologi eksploitasi dan ekstraksi mineral sehingga dapat memaksimalkan nilai tambah sumber daya alam, dalam hal ini mineral di dalam negeri," kata Derian.
Dengan begitu, Derian melanjutkan, bumi pertiwi tidak hanya menjadi sumber bahan mentah atau bahan baku yang kemudian diekspor keluar negeri saja, tapi memproduksi barang hasil olahan yang memiliki nilai tambah tinggi. "Diharapkan memberikan multiplier effect bagi kegiatan industri dan pendukung lainnya," ujarnya.
Dukungan sumber daya manusia dengan Tenaga Kerja Indonesia yang berkualitas dan profesional.
CERIA Mengelola Nikel Dalam Negeri
Operasi pertambangan berkelanjutan
Nikel laterite adalah sumber daya alam Indonesia yang memiliki potensi untuk memajukan perekonomian bangsa Indonesia. Indonesia termasuk negara yang memiliki bijih nikel laterite yang tersebar di pegunungan Meratus, Pulau Laut Kalimantan, lengan timur Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua.
Bijih nikel laterite terdiri dari tiga lapisan utama yang mengandung nikel yaitu limonite, smectite dan saprolite. Indonesia kaya akan bijih nikel berupa limonite dan saprolite dengan kadar sekitar 0,6 – 2,23 persen.
Saprolite memiliki karakteristik kadar nikel yang lebih tinggi. Adapun limonite umumnya memiliki kadar nikel yang lebih rendah, namun terdapat kandungan mineral ikutan lainnya dengan kadar yang baik, yaitu cobalt.
Wilayah tambang PT Ceria Nugraha Indotama (CERIA) memiliki kandungan bijih nikel limonite (limonite nickel ore) dengan kadar nikel dan kobalt yang baik. CERIA telah mengidentifikasi potensi kandungan mineral nikel laterite di dalam kawasan WIUP-nya sebesar lebih dari 600 juta ton.
Sejak 2017, CERIA telah memproduksikan bijih nikel dengan rata-rata produksi bijih saprolite sebesar 2,5 juta ton per tahun dengan orientasi pasar domestik. Melalui rencana produksi tambang yang berkelanjutan, potensi ini diharapkan dapat mencukupi masa operasi untuk umpan dan pabrik pengolahan dan pemurnian selama lebih dari 20 tahun.
Untuk memastikan posisi CERIA di pasar nikel yang sedang berkembang dan sangat kompetitif, CERIA menggunakan teknologi terkini dan efisien. Produk hasil olahan bijih nikel nantinya akan memiliki kadar nikel dan kemurnian yang baik sehingga dapat menembus pasar internasional, termasuk Korea, Jepang, Eropa dan Amerika.
Sejalan dengan program hilirisasi nikel dari pemerintah, saat ini CERIA sedang membangun kompleks smelter berkapasitas 252.700 ton per tahun untuk mengolah bijih nikel saprolite melalui proses Pyrometallurgy menggunakan Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang dilengkapi dengan tungku persegi panjang (rectangular furnace) 4 x 72MVA. Teknologi tungku pembakar terkini ini mampu menghasilkan efisiensi ekstraksi nikel sebesar 92,6 persen, lebih tinggi dari teknologi RKEF sirkular tradisional yang umumnya hanya memiliki kapasitas sekitar 33 - 36MVA.
Tungku pembakar persegi panjang ini memiliki karakteristik konsumsi energi yang rendah. Tungku pembakar juga dilengkapi dengan sistem pendingin tembaga (copper cooling system) yang memungkinkan masa pemakaian tungku yang lebih lama dan rentang waktu masa pemeliharaan yang lama, sehingga menjadikan biaya operasi yang rendah.
Smelter RKEF juga dilengkapi dengan fasilitas sistem daur ulang panas (waste heat recycle system) yang mensirkulasikan gas panas dari tungku kembali ke pengering (dryer) sehingga pemakaian energi menjadi lebih efisien. Feronikel yang akan diproduksi direncanakan memiliki kualitas tinggi dengan kadar nikel sebesar 22 persen.
Smelter RKEF juga akan memproduksi Feronikel yang diolah menjadi Nickel Matte. Nickel Matte akan dimurnikan menjadi nikel sulfat yang merupakan salah satu bahan baku precursor baterai kendaraan listrik (electric vehicles).
CERIA tidak hanya memproduksi bijih nikel kelas 2 melalui kegiatan pengolahan, tapi juga akan melakukan pemurnian untuk menghasilkan produk nikel kelas 1 yang lebih mendekat ke arah bahan jadi dan memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi. CERIA sedang mengembangkan pabrik Leaching nikel limonite dengan proses Hydrometallurgy, menerapkan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL).
Pembangunan HPAL akan dilaksanakan dalam dua tahap dengan mengunakan enam mesin autoclave untuk memproduksi bahan baku baterai Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan kapasitas produksi sebesar 293.200 ton per tahun atau setara dengan 110.900 ton logam Nikel dan 11.300 ton logam Cobalt per tahun. MHP kemudian diolah menjadi nikel sulfat dan cobalt sulfat yang merupakan bahan baku precursor baterai. Target produksi tambang adalah sebesar 14 juta metrik ton limonite dan saprolite per tahun setelah selesai dibangunnya 4 line smelter RKEF 72 MVA dan HPAL.
Group CEO CERIA Derian Sakmiwata, mengatakan, untuk menambah nilai kompetitif yang berkelanjutan ke arah ekosistem EV Battery, dari Feronikel yang dihasilkan oleh smelter RKEF, CERIA akan membangun pabrik Nickel Matte converter yang memproduksi 74.900 ton Nickel Matte kadar tinggi di 71,9 persen. Selanjutnya proses pemurnian Nickel Matte (Nickel Matte Refinery) yang akan memproduksi Battery Grade Nickel Sulphate sebesar 238.700 ton per tahun dengan kandungan nikel 22,2 persen. Sementara dari pabrik HPAL Phase 1 dan Phase 2 yang menghasilkan MHP, CERIA sedang mengembangkan pabrik pemurnian HPAL (MHP Refinery) yang memproduksi Battery Grade Nickel Sulphate sebesar 246.117 ton per tahun dengan kandungan Nikel 22,2 persen dan Battery Grade Cobalt Sulphate sebesar 27.129 ton per tahun dengan kandungan Cobalt 20,5 persen.
Tahap pembangunan selanjutnya adalah pabrik Battery Precursor (Precursor Cathode Active Material) yang merupakan pemurnian proses dari Nickel Matte Refinery dan MHP Refinery yang akan memproduksi sebesar 318.981 ton per tahun dengan komposisi sebesar 811 untuk Nickel, Cobalt dan Manganese. "CERIA roadmap akan memposisikan perusahaan sebagai pemain kompetitif baik di pasar nikel maupun industri baterai Electric Vehicle (EV) domestik dan internasional," ujar Derian.
Derian Sakmiwata, Group CEO PT Ceria Nugraha Indotama.
Karena itu, sebagai 100 persen perusahaan nasional penanaman modal dalam negeri, CERIA terus melanjutkan visinya sebagai perusahaan pertambangan nikel dan kobalt kelas dunia melalui proses bisnis yang efisien dan berkelanjutan.
CERIA juga menyadari bahwa ESG menjadi basis utama dalam menjalankan perusahaan yang berorientasi pada masa depan. Kini, semakin banyak perusahaan dan investor yang menyadari pentingnya integrasi aspek ESG dalam mengambil keputusan bisnis.
Pendekatan ESG pun menjadi tolok ukur dalam menilai kinerja perusahaan. Dalam hal lingkungan, CERIA telah menerapkan struktur pengembangan proyek yang efisien dan berkelanjutan, seperti memanfaatkan energi hijau dan energi terbarukan, mengintegrasikan operasi penambangan dan pemrosesan dalam satu area agar lebih efisien dan efektif, mengolah sampah domestik menjadi kompos, melakukan pemantauan dan perlindungan lingkungan, penghematan pemanfaatan sumber daya air dan energi.
CERIA juga melakukan rehabilitasi lahan, pencegahan pencemaran dan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) maupun limbah domestik, serta menjaga keanekaragaman hayati. Program sosial CERIA memiliki enam pilar, yakni Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Sosiokultural, Lingkungan, dan Infrastruktur.
Desa-desa sekitar daerah operasi menjadi prioritas Program Pengembangan Masyarakat CERIA, mulai dari pemukiman terdekat di daerah Ring 1 dan 2 termasuk program beasiswa untuk anak kurang mampu dari tingkat SD, SMP, SMA dan S1. Dari total tenaga kerja, CERIA juga telah melibatkan sekitar 73 persen tenaga kerja dari daerah skala Ring prioritas.
Dalam hal tata kelola, CERIA pun memastikan keamanan di setiap lingkup kerja melalui manajemen keamanan terpadu untuk memastikan kegiatan konstruksi dan operasi proyek berjalan dengan aman. CERIA juga memberikan kesempatan yang sama kepada semua pekerja untuk mengembangkan potensi, menghargai keberagaman budaya, etnis dan agama, serta saling menghormati sesama pekerja, tanpa memandang jenis kelamin.
CERIA juga turut berkontribusi pada pendapatan negara sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional serta mendukung program pembangunan. Pembayaran pajak CERIA terus meningkat dari tahun ke tahun, mulai dari Pajak Pertambangan, Pajak Penghasilan Badan, Pajak Daerah, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Itu sebabnya, CERIA mendapatkan apresiasi dari Direktorat Jendral Pajak, melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara atas kontribusi penerimaan pajak terbesar untuk kategori perusahaan tambang swasta di wilayah kerja Kolaka.
Sebagai perusahaan yang berkomitmen terhadap penaatan penerapan peraturan perundangan lingkungan yang berlaku, selama empat tahun berturut-turut sejak tahun 2017, CERIA juga memperoleh peringkat BIRU dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Maksimalkan nilai tambah sumber daya alam.