Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Apa Beda Makna Kata Merdeka dan Bebas

Apa perbedaan merdeka dan bebas? Mengapa kita menyebut kemerdekaan Indonesia, bukan kebebasan Indonesia?

13 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kujalani apa adanya
Aku bahagia
Bebas lepas tanpa beban
Aku merdeka
(Steven & Coconuttreez, “Bebas Merdeka”)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMBARI mengetik, saya cukup sering membuka sekaligus beberapa layar lain untuk menjelajahi situs-situs penyedia bacaan referensi, musik, dan kadang film—semua gratis—serta tentu saja media sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa waktu lalu aktivitas mengetik mendadak mesti saya hentikan karena sebuah lagu lama. Dulu itu, sekarang masih, saya tertarik karena yang saya dengar adalah langgam reggae ala Bob Marley dalam sebuah lagu berbahasa Indonesia (Steven & Coconuttreez, 2005). Tapi kali ini saya lebih tertarik pada judulnya, “Bebas Merdeka”.

Mungkin Anda bertanya, bukankah dua kata itu bersinonim? Kenapa tidak dipakai satu saja, tapi ini malah ditaruh bersandingan? Agak sukar kita membedakan makna dua kata yang sangat bermiripan itu. Apa perbedaan di antara keduanya? Atau apakah keduanya identik sempurna—sebuah gejala kebahasaan yang langka? Langka, juga dalam bahasa Indonesia, apalagi menimbang ada rupa-rupa pengimbuhan yang mengubah arti.

Penjajaran dua kata bersinonim seperti itu tentu bukan hal baru. Bahasa Indonesia kita sudah lama mengenal bentuk majemuk duka lara atau hancur lebur, misalnya. Tidak bersinonim mutlak, tapi cukup jelas kata kedua mempertegas, mengeraskan arti kata yang pertama, atau sebaliknya.

Barangkali malah menguntungkan bahwa bahasa (Indonesia) tidak punya sinonim absolut. Bahasa jadi terhindar dari ancaman kehilangan pesonanya yang penting. Sebaliknya, yang kita dapati adalah khazanah rumpun kata yang sekadar punya kedekatan maknawi, tidak sama mutlak. Ini beberapa contoh: tolong-bantu, kejadian-peristiwa, atau itu tadi, bebas-merdeka.

Ada hal lain yang perlu kita garis bawahi pada kwatrin lagu Steven & Coconuttreez di atas. Selalu larik “Aku merdeka” (huruf miring dari saya) didului baris “Bebas lepas tanpa beban”. Ada paralelisme bebas lepas dengan frasa yang dijadikan judul. Lihat jugalah, merdeka di sana punya kesejajaran makna sekaligus dengan tiga bentuk lain: bebas, lepas, serta tanpa beban.

Konstruksi bebas merdeka mengantarkan kepada kita pengertian bahwa ada sesuatu yang tidak terikat oleh atau tergantung pada apa pun di luar dirinya. Boleh juga dirumuskan dalam bentuk lain: otonom. Bung Karno menyatakannya dalam akronim berdikari.

Merdeka atau bebas oleh Steven & Coconuttreez diartikan sebagai lepas atau bebas dari sesuatu yang entah memberatkan entah mengekang—persis seperti Indonesia merdeka, yang bebas dari penjajahan Belanda pada 17 Agustus 1945.

Kita tengoklah, kebebasan dalam “kebebasan berbicara” atau “kebebasan berserikat” sama belaka dengan kemerdekaan. Namun kemerdekaan Indonesia terasa oleh kita agak berbeda dengan kebebasan Indonesia. Ini menimbulkan pertanyaan, apa persisnya perbedaan bebas dengan merdeka?

Setidaknya ada dua aspek pembeda yang dapat kita kenali. Pertama, kehadiran (atau ketiadaan) unsur penghambat/pembatas. Dalam data kebahasaan mudah kita temukan bentuk-bentuk seperti pasar bebas, terjun bebas, alam bebas, pergaulan/seks bebas. Beberapa contoh terbatas ini mengantarkan pengertian bahwa bebas berkait dengan keadaan sangat longgar, leluasa, malah cenderung bebas sebebas-bebasnya, liar. Semua kecenderungan itu tidak kita temukan dalam merdeka, yang lebih dekat ke keleluasaan tanpa menjadi liar. Barangkali pemahaman seperti inilah yang menjadi pertimbangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memilih istilah kurikulum merdeka, bukan kurikulum bebas.

Kedua, bebas punya komponen makna “sudah tidak ada lagi”. Ini kita dapati dalam bentuk-bentuk seperti bebas bea, bebas alkohol, atau bebas racun, misalnya. Tentang kebebasan, Isaiah Berlin membedakan bebas dari dan bebas untuk.

Sampai di sini bolehlah kita bertanya, apakah kemerdekaan Indonesia searti dengan pesan lagu reggae tadi, yakni bebas dari dan bukan bebas untuk. Bisa begitu, tapi tampaknya ini berlaku hanya untuk menit-menit ketika teks proklamasi dibacakan Sukarno di halaman rumahnya (sekarang Gedung Proklamasi) dan beberapa saat sesudahnya.

Dalam konteks (bahasa) Indonesia, merdeka pernah sama sebangun dengan bebas dari. Kini saya kira pengertian begitu perlu dirumuskan kembali. Di alam merdeka sekarang kita sedang menyaksikan sebuah perubahan penting.

Segelintir pembenci (baca: warga Indonesia yang merdeka) pemerintah yang sah di era lalu terus-menerus dihantui kemungkinan bernasib sama dengan pendahulunya (diculik, disekap, dianiaya, dihabisi karier atau bahkan hidupnya). Kini, kelompok serupa itu bebas untuk berbuat apa saja, tanpa momok rasa ngeri sedikit pun.

Demikianlah. Dulu, kita mengenal bukan merdeka melainkan bebas becak atau bebas buta huruf. Kini, yang lebih patut kita idamkan adalah bebas buta adab. Merdeka!

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Merdeka"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus