Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tentara Rusia diduga melakukan pembunuhan massal terhadap warga sipil di Bucha.
Tentara Rusia juga disebut-sebut menyiksa dan menyekap warga sipil.
Warga Ukraina di wilayah konflik harus bertahan hidup dengan keterbatasan makanan.
BUCHA menjelma seperti kota mati pada Ahad siang, 10 April lalu. Nyaris tak ada penduduk berkeliaran di jalan-jalan kota yang berjarak 30 kilometer dari Kyiv, ibu kota Ukraina, itu. Perang Rusia-Ukraina yang terjadi di Bucha selama sebulan penuh pada Maret lalu membuat sebagian besar penduduk mengungsi ke tempat lain. Banyak bangunan di kota itu pun rata dengan tanah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tengah terjangan hawa dingin bersuhu 4 derajat Celsius dan hujan rintik, suara sekop yang beradu dengan tanah di belakang Gereja St. Andrew memecah keheningan. Empat pria berbaju hazmat putih dan bermasker gas menggali lubang yang mirip galian selokan sepanjang 10 meter. Di relung itu terkubur ratusan mayat warga Bucha yang diduga tewas akibat invasi Rusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepuluh menit menggali, mereka menemukan jasad laki-laki tanpa kepala. Mayat itu ditarik dari dalam tanah dan dibaringkan di dekat sebuah tenda putih. Tujuh orang berbaju hitam mengerubungi jenazah. Seorang di antaranya mengenakan rompi biru bertulisan “War Crimes Prosecutor” atau penuntut kejahatan perang. Satu jam berikutnya, dua mayat lain ditemukan.
Petugas menggali kuburan massal yang terletak di halaman belakang Gereja St. Andrew and Pyervozvannoho All Saints, Bucha, Ukraina, 10 April 2022. Tempo/Raymundus Rikang
“Kuburan itu menjadi makam sementara agar mereka yang tewas bisa dikubur secepatnya,” kata Oleg Dorensk, warga Bucha. Menurut Dorensk, warga Bucha berinisiatif mengumpulkan korban perang yang tewas di belakang gereja yang memiliki lima menara bertutup kubah emas itu. Diperkirakan ada lebih dari 400 jenazah terkubur di situ.
Lewat tengah hari, suara dentuman menggelegar dua kali. Beberapa menit kemudian iring-iringan tank bergemuruh melintasi jalan Nove Highway di sebelah barat gereja. Gaung ledakan tak terdengar lagi seiring dengan konvoi tank menjauh. Ahad itu Bucha baru sepuluh hari dikuasai kembali oleh tentara Ukraina. Suasana tegang masih terasa di berbagai penjuru Bucha.
Pada Rabu, 13 April lalu, penggalian jenazah masih berlanjut. Empat kantong jenazah tergeletak di pinggir galian. Satu mayat laki-laki tanpa busana digulang-gulingkan oleh petugas forensik. Wajahnya berlumur tanah dan kulitnya mulai mengelupas.
Oleg Dorensk bercerita, sesaat setelah tentara Rusia merangsek ke Bucha pada awal Maret lalu, suara ledakan tak pernah berhenti terdengar. Pasukan Rusia pun memblokade jalan-jalan untuk mencegah warga Bucha mengungsi ke luar kota. Dorensk memilih tak meninggalkan Bucha sejak tentara Rusia menggempur kota itu.
Suatu hari, dari kejauhan ia menyaksikan sejumlah tentara Rusia mengepung mobil milik tetangganya. Tiba-tiba saja senapan pasukan Rusia memuntahkan peluru ke mobil tersebut. Satu keluarga yang memiliki dua anak itu tewas di dalam mobil. “Mereka ikut dikubur di belakang gereja,” tutur Dorensk.
Anton Dovgopol, petugas medis dari Rumah Sakit Irpin yang memeriksa jenazah, mengatakan semua mayat yang dikubur di belakang St. Andrews memiliki sejumlah luka. Sebagian besar tertembus peluru. Ada yang di kepala, ada pula yang di tubuh.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menuding pasukan Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pembunuhan massal atau genosida di Bucha. Namun pemerintah Rusia membantah tuduhan tersebut. Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, menyatakan tudingan itu bagian dari perang informasi melawan negaranya. “Tentara kami tidak pernah melakukan hal ini,” ujar Vorobieva.
Invasi Rusia di Bucha membuat infrastruktur kota porak-parik. Epicentr, pusat belanja material bangunan yang berjarak 1 kilometer dari lokasi kuburan massal, hancur dihantam misil pada pertengahan Maret, sekitar pukul 4 pagi. Fasad depan mal runtuh dan gosong. Tiang baja berserakan.
Di dekat Stasiun Bucha, pasukan tank Rusia menjadikan kawasan itu sebagai palagan. Hasilnya, sebagian besar rumah terlihat hancur. Rumah milik Alla Ivina, 70 tahun, penduduk di wilayah itu, ikut remuk. Sambil menangis, ia bercerita bahwa tank Rusia menggilas halaman rumahnya dan membuat pagarnya berserakan. Jejak roda tank masih terlihat di halaman itu.
Pusat perbelanjaan Retroville yang hancur dihantam misil di Kyiv, Ukraina, 9 April 2022. Tempo/Raymundus Rikang
Tentara Rusia juga sempat menggedor-gedor rumah Ivina pada tengah malam. Di tengah kegelapan akibat terhentinya pasokan listrik, ia enggan membuka pintu karena takut. Namun serdadu Rusia mendobrak pintu rumah hingga hancur. “Satu tentara meminta saya memberikan semua roti yang ada di rumah,” katanya.
Ivina juga menyaksikan pasukan Rusia menembaki anjing-anjing milik warga Bucha hingga mati. Vladimir Matvienko, 67 tahun, membenarkan cerita Ivina, tetangganya. Matvienko sempat mendengar seorang tentara Rusia berteriak meminta maaf karena harus membunuh anjing. “Perbuatan itu tak masuk akal,” ujarnya.
Menurut Matvienko, pertempuran sengit antara pasukan Ukraina dan Rusia terjadi di dekat rumahnya selama berhari-hari. Ketika gelap datang, desing peluru terus bersahutan dan diselingi dentuman. Lengking tembakan yang berbeda dari senapan otomatis membuat Matvienko menduga sejumlah penembak runduk atau sniper mengintai dari kejauhan.
Pasukan Rusia diduga juga menyekap sejumlah warga sipil selama perang. Peristiwa itu dialami Gerbert Fagradyan, warga Kyiv. Ketika perang meletus, ia pergi ke daerah Bohdanivka. Fagradyan mengira perang tak akan mampir ke desa kecil yang berjarak hampir 180 kilometer dari Kyiv itu. Namun artileri dan kendaraan tempur Rusia membombardir desa tersebut pada 8 Maret lalu.
Fagradyan yang tinggal bersama adik dan neneknya langsung lari ke bungker di depan rumah. “Kami cuma membawa tas yang berisi dokumen,” tuturnya. Di basemen sebuah apartemen yang berluas satu lapangan badminton, mereka berlindung bersama 40 orang lain.
Dua hari tak mendengar baku tembak, ia pulang ke rumah pada 11 Maret. Namun hari itu tentara Rusia masuk ke desanya dan menyisir semua rumah. Tiba di rumah Fagradyan, tentara Rusia merangsek masuk. Mereka lalu menginterogasi laki-laki 26 tahun itu dan memaksanya menyerahkan telepon seluler yang kode keamanannya telah dihapus.
Bersama nenek dan adiknya, Fagradyan disuruh kembali ke bungker. Di sana 10 tentara Rusia menyekap 22 orang. Dua di antaranya Fagradyan dan satu laki-laki lain. “Kami dijadikan perisai hidup karena pesawat Ukraina tak akan mengebom jika ada warga sipil di situ,” ucapnya.
Rongsokan tank yang rusak dan terbakar di jalan menuju Borodyanka, Ukraina, 10 April 2022. Tempo/Raymundus Rikang
Para sandera baru dibebaskan setelah bus kemanusiaan menjemput mereka di Bohdanivka pada 19 Maret. Namun bus itu sempat ditembaki pada upaya pertama evakuasi. Barulah pada percobaan kedua, tim palang merah berhasil mencapai lokasi penyekapan. Tentara Rusia lalu mengizinkan para sandera lepas.
Dari Bohdanivka, mereka dievakuasi ke Brovary, yang berjarak lebih dari 100 kilometer. Di sana ibunda Gerbert Fagradyan telah menanti dengan penuh kekhawatiran atas nasib keluarganya. Fagradyan dan adiknya langsung memeluk ibu mereka. Bersama neneknya, mereka semua menumpahkan tangis.
•••
LIMA bangkai tank teronggok di pinggir jalan di perbatasan Kota Borodyanka, sekitar 70 kilometer dari Kyiv, pada Ahad, 10 April lalu. Laras meriamnya rusak dan berhamburan. Di salah satu tank, jasad tentara tanpa kepala yang menghitam karena terbakar dibiarkan teronggok bersama aroma solar yang masih tercium.
Tidak jelas betul tank itu milik pasukan Rusia atau Ukraina. Simbol militer dua negara itu tidak terlihat lagi di kendaraan tempur tersebut. Hanya ada beberapa botol vodka buatan Ukraina berserakan di samping tank.
Warga memperoleh bantuan berupa roti, gula, dan pasta, di Borodyanka, Rusia, 10 April 2022. Tempo/Raymundus Rikang
Memasuki Kota Borodyanka, sisa-sisa pertempuran juga masih terlihat. Kantor-kantor pemerintah rusak berat. Tembok-tembok di kantor polisi Borodyanka, misalnya, tampak berjelaga. Kacanya pun berserakan. Tak ada toko yang buka di sepanjang jalan utama.
Di dekat Bundaran Borodyanka, sebagian bangunan yang digunakan restoran U Sashi, tempat kuliner Eropa Timur, hancur lebur. Polisi yang berjaga di sana melarang jurnalis masuk ke dalam halaman karena tim penyapu ranjau belum menyisir gedung itu. “Bisa jadi ada ranjau atau misil yang masih aktif di dalam,” ujarnya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan situasi di Borodyanka lebih mengerikan ketimbang Bucha. Tanpa memaparkan detailnya, Zelenskyy mengklaim jumlah korban yang tewas di Borodyanka lebih banyak ketimbang di Bucha.
Tentara Rusia membombardir Borodyanka pada 26 Februari lalu. Hari itu, menjelang subuh, Tetyana Kornievha, warga Borodyanka, mendengar suara gemuruh di atas langit. Ia tak bisa memastikan bunyi itu berasal helikopter atau pesawat nirawak. Suasana menjadi sunyi beberapa jenak.
Tiba-tiba ledakan yang sangat keras terdengar dari gedung yang berjarak sekitar 50 meter dari rumah Kornievha. Perempuan 76 tahun itu merasakan getaran hebat merambat ke rumahnya. “Saat itu juga jaringan listrik, air, dan Internet langsung padam,” katanya.
Tak lama setelah ledakan itu, konvoi tank Rusia menyebar di berbagai titik di Borodyanka. Kornievha menduga tentara yang masuk berasal dari kawasan Buryat, wilayah Rusia yang terletak di Siberia. Kebanyakan dari mereka berkulit putih dan bermata sipit.
Hotel Ukraina yang atapnya hancur setelah ditembak misil, di pusat Kota Chernihiv, Ukraina, 12 April 2022. Tempo/Raymundus Rikang
Sebulan lamanya Borodyanka menjadi medan tempur. Tetyana Kornievha dan suaminya mengungsi ke wilayah barat Ukraina yang lebih aman. Namun, setelah kembali ke Borodyanka pada Ahad, 10 April lalu, ia mendapati rumahnya berantakan. Daun pintu copot, perabotan terguling. Kompor dan televisi layar datarnya raib. “Sepertinya pasukan Rusia menjarah rumah kami,” tuturnya.
Tentara Rusia meninggalkan sejumlah jejak di Borodyanka. Tank dan bangunan yang rusak dicat dengan simbol “V”. Simbol itu, berdasarkan sejumlah referensi, dipakai tentara Rusia untuk menyatakan bahwa misi akan tuntas. Ada juga coretan dalam alfabet Cyrillic yang berbunyi “aku cinta Rusia” di pagar sebuah rumah.
Setelah kota itu bisa direbut tentara Ukraina, pemerintah Borodyanka mulai membereskan puing-puing bangunan yang hancur. Gedung apartemen nomor 359 merupakan yang paling parah. Separuh bangunan apartemen ambruk. Alat berat dan sejumlah petugas pemadam kebakaran dikerahkan untuk membereskan puing.
Di antara timbunan puing apartemen, sebelas jasad ditemukan. Petugas pemadam kebakaran Borodyanka, Bohdan Danyluk, mengatakan dia dan timnya terus berupaya mencari jenazah lain. Danyluk mendapat informasi masih banyak penghuni apartemen yang belum ditemukan. “Mungkin masih ada mayat yang tertimbun,” ujarnya.
Meski tentara Rusia telah mundur dari Borodyanka pada awal April lalu, berbagai kesulitan masih dirasakan mereka yang bertahan hidup. Di tengah impitan hawa dingin, warga Borodyanka menghadapi keterbatasan pangan, listrik, dan gas. Sebagian dari mereka mengandalkan bantuan dari pemerintah kota.
Pemerintah Borodyanka membuka dapur umum di lapangan yang terletak di seberang apartemen 359. Di lapangan itu tercagak patung penyair Taras Shevchenko, dengan jidat penuh lubang bekas peluru. Setiap hari penduduk yang kebanyakan berusia lanjut mendatangi tenda dapur umum.
Mykola, 74 tahun, mendatangi lapangan itu sambil membawa tas selempang biru pada Ahad, 10 April lalu. Dari petugas dapur umum, ia mendapatkan roti dan gula. Mykola tak berminat pindah ke kota lain meski hidup dalam keterbatasan. “Ini kampung halaman saya,” ucapnya.
Pun di Kota Chernihiv, wilayah yang berbatasan langsung dengan Belarus, sekutu Rusia, kondisinya sama saja. Irina Samoilenko, warga Chernihiv, tak bisa lagi memasak dengan gas. “Kami memasak sup di tungku,” kata perempuan 30 tahun itu.
Berbeda dengan Borodyanka, di sana toko-toko dan supermarket telah dibuka lagi. Tapi pengelola supermarket membatasi jumlah belanjaan warga. Setiap konsumen, misalnya, hanya boleh membeli satu roti dan satu paket pasta setiap hari. Itu pun harus dibayar tunai. Kartu debit atau credit card tak diterima oleh petugas kasir.
“Itu sebabnya antrean di ATM sangat panjang,” tutur Irina Samoilenko. Hampir di semua anjungan tunai mandiri atau ATM di pusat Chernihiv, antrean warga terlihat mengular dengan lebih dari sepuluh orang berbaris menunggu giliran menarik duit.
Di ibu kota Ukraina, Kyiv, banyak orang masih tinggal di barak pengungsian. Salah satunya Mariya. Akhir Februari lalu, misil menghajar tempat tinggalnya sekitar pukul 5 pagi. Mariya yang saat itu sedang menyapu langsung roboh. Setelah terbangun, ia menyeret kakinya ke luar gedung sambil telinganya terus berdenging.
Sebulan sudah Mariya tinggal di barak pengungsian. Janda 72 tahun itu tak tahu harus pergi ke mana lagi karena apartemennya rusak parah. Meratapi apartemennya yang telah menghitam dan berantakan, Mariya menunggu dana talangan dari pemerintah Kyiv untuk memperbaiki kamar tersebut.
Hingga Sabtu, 17 April lalu, jalanan di Kyiv masih dipenuhi balok beton, karung pasir, dan palang besi. Di sejumlah titik, tentara dan polisi memeriksa setiap orang yang melintas. Mereka berjaga di pos yang mengibarkan bendera Ukraina berwarna biru-kuning. Di pos lain, bendera itu bersanding dengan pataka merah-hitam milik Angkatan Bersenjata Ukraina.
Arut Papoian, pemimpin kelompok milisi yang bermarkas di Jalan Soborna, mengatakan pasukannya akan terus bersiaga hingga perang Rusia-Ukraina berakhir. Ia tak peduli jika harus berkorban nyawa dalam pertempuran melawan Rusia. “Kami akan terus berjaga di Kyiv sampai kami menang,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo