Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha mengungkap ada sejumlah WNI memilih bertahan di Lebanon meski serangan Israel memborbardir negara itu. Para WNI itu memiliki alasan khusus untuk tetap tinggal di Lebanon meski pemerintah Indonesia sudah menawarkan evakuasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Judha menuturkan dalam pertemuan secara virtual bersama WNI di Lebanon, mayoritas dari mereka yang memilih bertahan di Lebanon adalah mahasiswa dan pekerja migran Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bagi yang mahasiswa, khususnya yang kuliah di Lebanon Utara, wilayahnya relatif aman," kata Judha saat konferensi pers di kantor Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta Pusat pada Jumat, 4 Oktober 2024.
Kampus-kampus di wilayah utara Lebanon belum terdampak serangan Israel. Oleh sebab itu, pihak kampus belum menyatakan status darurat.
"Jadi, mereka khawatir kalau ikut evakuasi nanti dianggap putus kuliah," ujarnya.
Selanjutnya, Judha menjelaskan pekerja migran juga memiliki alasan yang hampir serupa. WNI yang bekerja di Lebanon terikat kontrak kerja dengan perusahaan yang ada di sana.
"Pekerja migran kita yang bekerja dengan majikan, ada beberapa yang menjadi spa therapist, takut nanti kehilangan pekerjaan," tuturnya.
Dalam menghadapi masalah ini, Judha menyebut Kedutaan Besar Republik Indonesia atau KBRI Beirut telah melakukan pendekatan dengan pihak kampus dan perusahaan yang bersangkutan. Pasalnya, KBRI Beirut menegaskan evakuasi ini merupakan program yang telah disiapkan Indonesia.
"Ini sifatnya force majeur, ini demi keselamatan. Jadi, kami minta agar WNI mengikuti proses evakuasi," ucapnya.
Lebih lanjut, Judha juga menyinggung soal kawin campur yang dilakukan oleh WNI terhadap warga negara Lebanon. Faktor keluarga, juga menjadi salah satu pertimbangan bagi WNI yang ingin tetap bertahan di Lebanon.
Tak sampai di situ, Judha juga mengungkap permasalahan dokumen administrasi kerap menjerat WNI yang ada di Lebanon. Dampaknya, berimbas pada kepulangan mereka ke Indonesia sehingga isu semakin komplek.
Israel pekan lalu membunuh pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah. Pembunuhan Nasrallah dikhawatirkan mengganggu stabilitas Lebanon dan wilayah yang lebih luas.
Sejak Senin, 30 September 2024, serangan Israel yang gencar di seluruh Lebanon timur, selatan, dan di Beirut selatan telah menewaskan ratusan orang dan memaksa banyak orang meninggalkan rumah mereka. Pada awal minggu ini, kepala pengungsi PBB Filippo Grandi mengatakan lebih dari 200 ribu orang mengungsi di dalam Lebanon dan lebih dari 50 ribu telah melarikan diri ke negara tetangga Suriah.
Pilihan editor: 116 WNI Pilih Bertahan di Lebanon usai Serangan Israel
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini