Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JALAN panjang membentang di depan Anwar Ibrahim. Setelah Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung Sultan Abdullah Ahmad Shah memilihnya sebagai Perdana Menteri Malaysia, Anwar masih harus berhadapan dengan tekanan dari kelompok oposisi. Dalam pemilihan umum pada November 2022, koalisi partai Pakatan Harapan pimpinan Anwar mendapatkan 82 kursi di Dewan Rakyat. Adapun koalisi partai Perikatan Nasional menduduki posisi terbanyak kedua dengan 73 kursi dan koalisi partai Barisan Nasional di posisi ketiga dengan 30 kursi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perolehan kursi Pakatan Harapan memang paling banyak, tapi belum memenuhi syarat 112 dari 222 kursi untuk dapat membentuk pemerintahan. Muhyiddin Yassin, mantan perdana menteri dan pemimpin Perikatan Nasional, mempertanyakan legitimasi Anwar sebagai perdana menteri dan menuntut mosi kepercayaan di Dewan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mosi akhirnya digelar dalam sidang perdana Dewan Rakyat setelah pemilihan umum pada 19 Desember 2022. Anwar meminta pemungutan suara dilakukan. Hasilnya, Anwar mendapat dukungan 148 dari 222 anggota parlemen atau dua pertiga kursi Dewan—rekor pertama dalam sejarah negeri itu sejak 2008.
“Gabungan ini terdiri atas lima koalisi politik terbesar di Malaysia yang menyeluruh, yang terdiri atas anggota parlemen dari Semenanjung Malaysia, Sarawak, dan Sabah. Jumlahnya mewakili dua pertiga anggota Dewan rakyat. Dengan jumlah kekuatan seperti ini, ia mampu membuat atau mengubah undang-undang,” kata Md. Yusri bin Jani, akademikus dan pengamat politik Malaysia, kepada Tempo pada 21 Desember 2022.
Suasana pertemuan Majelis Rendah Parlemen Malaysia setelah pelantikan Perdana Menteri Anwar Ibrahim, di Kuala Lumpur, Malaysia 19 Desember 2022. REUTERS/Hasnoor Hussain
Meski demikian, kelompok oposisi tetap tak menyerah. Mereka menyatakan siap mengambil alih pemerintahan bila saatnya tiba. “Itu bisa kapan saja. Besok, pekan depan, atau pemilihan umum mendatang,” ujar Hamzah Zainuddin, pemimpin oposisi di Dewan Rakyat.
Dukungan utama Anwar berasal dari anggota parlemen dari partai dan koalisi partai yang bersepakat membentuk pemerintahan persatuan. Koalisi itu terdiri atas Pakatan Harapan, Partai Warisan, Gabungan Rakyat Sabah (GRS), Gabungan Partai Sarawak (GPS), dan Barisan Nasional, koalisi partai lama pimpinan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO).
Anwar “mengunci” dukungan partai kepadanya dengan membuat nota kesepahaman untuk membentuk pemerintahan persatuan yang berlaku selama lima tahun. Nota itu menggariskan bahwa semua partai harus mendukung Anwar dalam mosi kepercayaan atau usul rancangan undang-undang atau hal lain untuk kepentingan pemerintah di parlemen yang dapat berdampak pada keberlanjutan pemerintahan Anwar.
Kesepakatan dalam nota itu menghapus kebebasan anggota parlemen dari partai koalisi pemerintah dalam pemungutan suara di Dewan Rakyat. Para pemimpin partai diwajibkan memastikan anggota partai di parlemen memberikan suara kepada pemerintah. Anggota yang memberikan suara di luar garis partai akan didiskualifikasi dan kursinya di Dewan Rakyat dinyatakan kosong—mirip mekanisme recall di Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia.
Oposisi mengecam klausul yang membuat anggota parlemen berisiko kehilangan kursi tersebut. Mereka menyebutnya tidak konstitusional dan menindas. Namun anggota parlemen pemerintah membela dengan menyatakan langkah tersebut perlu untuk memastikan pemerintah tidak akan terancam oleh tindakan pribadi anggota parlemen. Malaysia telah diguncang ketidakstabilan politik sejak pemilihan umum 2018 hingga bergonta-ganti tiga perdana menteri sebelum Anwar berkuasa.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengunjungi pusat bantuan korban banjir, di Pasir Mas, Kelantan, Malaysia 21 Desember 2022. Kantor Perdana Menteri Malaysia/Afiq Hambali/Handout via REUTERS
Nota kesepahaman Anwar tersebut meniru perjanjian serupa yang ditandatangani Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob dan Anwar Ibrahim, pemimpin koalisi oposisi Pakatan Harapan dan Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR), pada 2021. Perjanjian tersebut dibikin untuk memastikan dukungan oposisi terhadap pemerintahan Ismail. Sebagai imbalan, Ismail mewujudkan beberapa tuntutan Pakatan Harapan, seperti penerbitan Undang-Undang Larangan Berpindah Partai bagi anggota parlemen. Regulasi itu bertujuan mencegah krisis politik seperti sebelumnya, ketika banyak anggota parlemen yang berpindah partai sehingga dukungan terhadap perdana menteri terpilih berkurang dan pemerintahannya jatuh.
Menteri Luar Negeri Malaysia Zambry Abdul Kadir berharap pemerintahan persatuan yang diikat dengan nota kesepahaman ini akan langgeng. “Ini merupakan satu lagi usaha bagaimana kita bisa bekerja sama. Kesepahaman mulai dibuat, diadakan perbincangan untuk mewujudkan suasana baru. Saya yakin ini merupakan sesuatu yang baru dalam politik Malaysia,” tutur Sekretaris Jenderal Barisan Nasional itu kepada Tempo pada Jumat, 30 Desember 2022.
Anwar Ibrahim, Ketua GRS Hajiji Noor, Ketua Barisan Nasional Ahmad Zahid Hamidi, Ketua GPS Abang Zohari Openg, dan Presiden Partai Warisan Shafie Apdal meneken nota kesepahaman itu di Putrajaya pada 16 Desember 2022, tiga hari sebelum Anwar menghadapi mosi kepercayaan di parlemen.
Shamsul Amri Baharuddin, guru besar Universitas Kebangsaan Malaysia, menekankan bahwa usul membentuk pemerintahan persatuan ini diajukan oleh Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung Sultan Abdullah Ahmad Shah. “Kalau tak ada partai atau koalisi partai yang menguasai mayoritas kursi parlemen, akan timbul masalah,” ujarnya kepada Tempo pada 16 Desember 2022.
Empat tokoh penting dalam perundingan pembentukan pemerintahan itu adalah Anwar Ibrahim, Muhyiddin Yassin, Zahid Hamidi, dan Ismail Sabri Yaakob, mantan perdana menteri dan Wakil Presiden UMNO. “Empat orang ini sebenarnya orang UMNO dulu. Saya pun merasa heran bagaimana suatu ketika dulu mereka seiring, berpegang tangan, bersorak merdeka, tapi hari ini berada di kamar yang berbeda,” kata Shamsul.
Menurut Shamsul, Zahid Hamidi berperan besar dalam pembentukan pemerintahan persatuan. “Saya ingin menekankan, kemenangan Anwar sebagai perdana menteri ke-10 ini adalah akibat sokongan kuat Zahid, yang membawa 30 lebih (anggota parlemen) untuk menyokong Anwar,” tuturnya.
Hubungan Anwar dan Zahid bermula pada 1970-an, ketika keduanya sama-sama menjadi aktivis mahasiswa di Universiti Malaya. Bergabungnya mereka ke UMNO membuat hubungan keduanya makin dekat, terutama pada 1990-an, ketika karier Anwar meroket setelah terpilih sebagai wakil perdana menteri dalam pemerintahan Mahathir Mohamad.
Saat itu Zahid menjadi Ketua Pemuda UMNO menggantikan Abdul Rahim Thamby Chik, sekutu Mahathir yang dipaksa mundur karena tuduhan pelecehan terhadap perempuan di bawah umur. Zahid mendapat posisi ini juga atas sokongan Anwar.
Pada November 1996, ketika Zahid memimpin Pemuda UMNO, terjadi peristiwa besar di Kuala Lumpur. Sejumlah aktivis dari Indonesia dan Malaysia menggelar Konferensi Asia Pasifik Kedua tentang Timor Timur (Apcet II), yang membahas tuntutan penentuan nasib sendiri oleh rakyat Timor Timur. Sekelompok anggota Pemuda UMNO menyerbu ruangan hotel tempat konferensi, mendobrak pintunya, melempar kursi, dan melecehkan para peserta konferensi. Polisi kemudian menangkap anggota Pemuda UMNO seperti Tian Chua, Syed Husin Ali, dan Elizabeth Wong, yang semuanya kemudian bergabung dengan PKR pimpinan Anwar.
Belakangan, Sekretaris Pemuda UMNO Saifuddin Nasution Ismail mengaku telah mengerahkan sekitar 400 demonstran untuk mencemooh peserta konferensi. Pendirian UMNO, kata dia, bertujuan menghentikan perpecahan di Indonesia dan berpihak pada pemerintahan di bawah Presiden Soeharto. Saifuddin kemudian sempat menjabat Sekretaris Jenderal PKR.
Saat itu Anwar Ibrahim dikenal dekat dengan rezim Soeharto. Sekitar 1993, Centre for Development Studies yang didirikan B.J. Habibie bersama Institut Kajian Dasar bentukan Anwar menggelar serangkaian diskusi mengenai agenda reformasi politik bersama. Habibie dan Anwar sama-sama berusaha menggabungkan pemikiran Islam dengan masyarakat sipil modern yang mereka sebut masyarakat madani.
Setelah disingkirkan dari UMNO pada 1993, Anwar merapat ke barisan oposisi dan membentuk Partai Keadilan Nasional, yang nantinya menjadi PKR. Pada 2008, ia menggalang koalisi oposisi bernama Pakatan Rakyat, yang kemudian menjadi Pakatan Harapan. Selama periode ini, Anwar beserta partai dan koalisinya berhadap-hadapan dengan UMNO dan Barisan Nasional, yang berkuasa sejak Malaysia merdeka pada 1957.
Kini dua musuh bebuyutan itu bergabung. “Pendekatan kami dalam politik sering disebut sebagai ‘tak ada musuh abadi dan tak ada kawan abadi’. Politik itu, seperti Mahathir pernah bilang, bukan kitab suci. Begitu juga dalam konteks ini, kami melihat apa yang berlaku merupakan dinamika politik dalam negara,” ucap Zambry.
Zambry memandang bahwa berpolitik harus moderat. “Selalu disebut oleh orang-orang tua, ‘Kalau kamu tidak suka kepada orang, jangan terlalu membencinya. Kalau kamu mencintai seseorang, jangan keterlaluan menggilainya’,” ujarnya. Zambry pernah ditahan di bawah Undang-Undang Keselamatan Dalam Negeri karena terlibat unjuk rasa yang digalang Anwar Ibrahim pada 1998.
Zambry tidak menampik anggapan bahwa falsafah, pendekatan, dan manifesto Pakatan Harapan dan Barisan Nasional berbeda. Tapi dia menilai isinya mengandung banyak persamaan. “Sebab, kami sudah mulai mengambil langkah-langkah reformasi. Pembaruan-pembaruan itu kami lakukan. Kami tidak boleh bergantung pada cara lama,” katanya.
Akademikus yang pernah menjadi Menteri Besar Perak ini memberi contoh perubahan itu terjadi dengan adanya Undang-Undang Larangan Berpindah Partai. “Mereka hendak melihat sistem pemilihan umum berjalan lebih adil dan tidak muncul permainan-permainan di belakang layar,” tutur Zambry.
Menurut Zambry, sebelum bersepakat dengan Pakatan Harapan untuk membentuk pemerintahan, UMNO mengajukan syarat tiga hal yang tidak boleh diganggu gugat, yakni Islam sebagai agama resmi, kedudukan raja-raja Malaysia, dan bahasa Melayu. “Tiga ini yang paling besar. Jadi asas inilah yang disepakati,” katanya seraya menyebut bahwa Anwar adalah seorang muslim, seorang Melayu, dan juga seorang pejuang bahasa. “Perjanjian koalisi itulah yang menjadi jaminan (kelanggengan pemerintahan).”
Selaku pemimpin Barisan Nasional, Zambry juga akan mengadakan pertemuan untuk mengadakan kerja sama yang lebih jauh lagi dengan Pakatan Harapan. “Bukan hanya berdasarkan kepada jaminan (kerja sama selama) lima tahun ini, tapi masa seterusnya. Sebab, Malaysia akan menggelar pemilihan umum di tingkat negara bagian lima bulan mendatang,” ucapnya.
ABDUL MANAN (JAKARTA), SAFWAN AHMAD (KUALA LUMPUR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo