Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Momen

5 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALAYSIA
Banjir Besar, Najib Akhiri Liburan

Banjir besar yang melanda kawasan timur laut Malaysia memaksa Perdana Menteri Najib Razak mengakhiri liburan akhir tahunnya di Hawaii lebih cepat pada Sabtu dua pekan lalu. Banjir di tiga negara bagian itu—Kelantan, Terengganu, dan Pahang—digambarkan sebagai yang terburuk dalam sedasawarsa terakhir, memaksa tak kurang dari 120 ribu orang meninggalkan kediamannya.

"Skala dan buruknya banjir ini mengejutkan pihak berwenang karena lebih parah ketimbang yang diperkirakan, melampaui semua perencanaan dan persiapan manajemen bencana yang ada," kata Lim Kit Siang, anggota parlemen dari kubu oposisi yang merupakan anggota Partai Aksi Demokrasi, dalam pernyataannya, seperti dikutip The Guardian.

Karena bencana di luar yang diperhitungkan, petugas penyelamat sempat kewalahan mencapai kawasan-kawasan yang terpencil. Korban banjir sampai menuding pemerintah terlalu lamban memberi bantuan. Najib jadi sasaran kemarahan setelah beredar di media sosial foto yang memperlihatkan dia sedang bermain golf dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada saat hujan deras mengguyur Malaysia.

Hingga pekan lalu, setidaknya 10 orang diketahui tewas akibat banjir itu. Untuk membantu para korban, Najib, di salah satu lokasi banjir, menjanjikan tambahan dana 500 juta ringgit (sekitar Rp 1,7 triliun). Menurut laporan Reuters, pihak berwenang Malaysia memperkirakan intensitas hujan yang tinggi paling cepat baru berkurang sepekan lagi.

AFGANISTAN
Amerika SUDAHI Misi, Taliban Klaim Menang

Dengan penjagaan militer ketat, pasukan internasional yang dipimpin Amerika Serikat menggelar seremoni di Kabul untuk menandai resmi berakhirnya misi tempur di Afganistan, Senin pekan lalu. Sehari kemudian, kelompok pemberontak Taliban mengolok-olok Amerika dan sekutunya dengan menyebut mereka meninggalkan Afganistan sebagai pecundang.

"Hari ini ISAF menggulung benderanya dalam suasana gagal dan kecewa tanpa bisa mencapai apa pun yang berarti atau terlihat," kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, dalam pernyataannya, menyebut singkatan yang merupakan sebutan untuk koalisi yang dipimpin Amerika. "Kami anggap langkah ini sebagai indikasi gamblang kekalahan dan kekecewaan mereka."

Dalam pernyataan yang panjang, Mujahid mengatakan perang telah menimbulkan kerugian besar terhadap Amerika dan sekutunya. "Puluhan ribu tentara tewas dan terluka, miliaran dolar terbuang, bangsa mereka letih, negara mereka menghadapi guncangan ekonomi dan bahkan resesi, para jenderal mereka satu per satu gagal, serta mereka kehilangan status dan prestise internasional."

Sejauh ini saja media Taliban, yang terdiri atas juru bicara resmi dan tak resmi, memang dikenal biasa merisak ISAF secara terbuka. Bagi Taliban dan para pendukungnya, mencemooh ISAF merupakan bagian dari kampanye sistematis untuk mendiskreditkan mereka dan menggambarkannya sebagai wujud kegagalan.

MARKAS PBB
Myanmar Didesak Beri Rohingya Kewarganegaraan

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui, dalam sidang Senin pekan lalu, resolusi yang berisi desakan kepada Myanmar untuk memberikan kewarganegaraan penuh kepada minoritas Rohingya. Resolusi ini juga meminta Myanmar membolehkan minoritas muslim itu bepergian ke mana pun di seluruh negeri.

Sebanyak 1,3 juta warga Rohingya selama ini dianggap tak punya tanah air. Kewarganegaraan mereka dinafikan menurut undang-undang yang berlaku. Pemerintah Myanmar ingin secara resmi mengkategorikan mereka sebagai orang Bengali, yang berarti mereka adalah imigran gelap dari negara tetangga, Bangladesh.

Menurut laporan Associated Press, resolusi yang diadopsi melalui konsensus itu menekankan keprihatinan serius Majelis terhadap perlakuan pemerintah Myanmar kepada Rohingya. Pesannya jelas kuat: bahwa 193 negara anggota Majelis menyatakan masyarakat internasional bersatu menginginkan perubahan perlakuan terhadap Rohingya.

Resolusi itu dirancang oleh Uni Eropa. Selain soal kewarganegaraan Rohingya, isinya berupa desakan kepada pemerintah Myanmar untuk mempercepat upaya mengatasi diskriminasi, "kekerasan, pernyataan kebencian..., dan serangan terhadap muslim dan minoritas keagamaan lainnya".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus