Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petugas pemungutan suara sibuk mengeluarkan kertas-kertas suara dari tujuh kotak besar dan mulai menghitung surat suara berdasarkan kode warna yang ditentukan. Sore itu, Sabtu dua pekan lalu, Myanmar baru saja selesai menggelar pemilihan anggota Komite Pembangunan Kota Yangon (YCDC) di 33 kawasan dengan 1.086 tempat pemungutan suara.
Pemungutan suara itu menjadi pemilihan demokratis pertama di Myanmar setelah 60 tahun dikuasai militer. Meski terlaksana dan hasilnya diumumkan 48 jam kemudian, pemilihan itu dianggap gagal.
Sumber kegagalan terbesar adalah minimnya jumlah partisipan. Padahal Yangon merupakan kota terbesar di Myanmar, dengan lebih dari 5 juta penduduk. Akibat aturan pembatasan satu keluarga satu suara, hanya 409.889 warga yang memiliki hak suara. Itu pun tak lebih dari 26 persen atau 106.089 pemilik suara yang datang ke TPS. Faktor lain, banyak penduduk yang tak memahami rumitnya prosedur untuk mendapatkan hak suara.
Soe Thaung, dari kawasan Sanchaung, termasuk warga yang tak bisa memberikan suaranya dalam pemilihan anggota YCDC walaupun telah memenuhi syarat. Saat mendatangi TPS di Shan Lann Buddhist Function Hall, ia terkejut namanya tak tercantum di daftar pemilih. "Petugas justru menyalahkan kami karena tak lebih dulu melakukan pengecekan. Saya bahkan tak menyadari adanya pengumuman saat mereka membuat daftar pemilihan," ujar Soe Thaung kepada majalah Irrawaddy, Selasa pekan lalu.
Administrator kota tak memberi Soe Thaung izin memberikan suara meski ia telah menjadi penduduk tetap selama lima tahun dan merupakan kepala rumah tangga yang terdaftar dalam pemilihan. "Penduduk harus memeriksa daftar pemilih yang telah diumumkan dengan pengeras suara di kawasan masing-masing. Pemilih memiliki waktu lima hari untuk mendaftar," kata administrator kota, Aung Lwin.
Menurut dia, banyak warga yang datang ke TPS tanpa mengetahui informasi yang telah diumumkan itu. "Dan sekarang mereka mengeluh karena nama mereka tidak masuk."
Melihat kondisi seperti itu, majalah Irrawaddy meneliti banyak TPS dan mewawancarai beberapa pemilih, kandidat, petugas TPS, serta administrator kota. Sebagian besar dari mereka menyatakan tak tahu tentang sistem pemilihan baru itu.
Temuan lain adalah fakta mengenai rendahnya partisipasi warga di setiap daerah pemilihan karena mereka kurang mengenal 293 kandidat yang memperebutkan 115 kursi di YCDC. Sebagian besar penduduk memilih kandidat yang sudah terkenal, sedangkan yang lain abstain.
Proses pemilihan yang rumit langsung mendapat kritik dari beberapa kandidat. Mantan aktivis politik, Win Cho, sempat mengalami masalah saat pendaftaran, meski akhirnya memperoleh suara tertinggi di Yangon. YCDC mempersulitnya dengan aturan yang melarang mantan narapidana ikut pemilihan. Kandidat juga dilarang berkampanye untuk mempromosikan diri dan tak boleh bergabung dalam partai apa pun.
Cho pernah dipenjara selama dua bulan di Insein, Yangon, karena memprotes kenaikan harga listrik. Sejak awal, kata dia, komisi pemilihan mengeluarkan aturan yang tak adil.
Ia juga menuding komisi pemilihan menutup mata terhadap beberapa pelanggaran peraturan dari kandidat lain, seperti menempelkan poster di dinding bangunan atau membagikan pamflet menjelang hari pemungutan suara. "Komisi gagal mengambil tindakan. Apakah ini nepotisme? Jika ya, ini akan sangat buruk bagi pemilihan 2015," ujarnya.
Pemilihan anggota YCDC merupakan awal dalam proses demokrasi di Myanmar sebelum pemilihan umum nasional digelar pada November 2015. Selama ini, anggota YCDC ditunjuk oleh militer dan mereka yang terpilih berasal dari partai yang berkuasa.
YCDC merupakan badan administratif Yangon yang terdiri atas 20 departemen. Berkantor pusat di Balai Kota Yangon, badan ini antara lain mengurus distribusi air, listrik, pengelolaan limbah, dan pembangunan jalan.
Analis politik lokal, Yan Myo Thein, menyebutkan pemilihan anggota YCDC menjadi pemilihan pertama dalam 60 tahun yang gagal menarik kepercayaan publik di sektor administrasi. "Pemilihan kota adalah representasi demokrasi di Myanmar. Tapi, masalahnya, apakah pemilihan anggota YCDC benar-benar transparan dan adil sehingga orang-orang bisa bebas memilih," katanya.
Rosalina (Reuters, Irrawaddy, Al Jazeera, World Bulletin)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo