Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Momen

9 Desember 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SURIAH
Assad Dituding sebagai Penjahat Perang

UNTUK pertama kalinya Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut Presiden Bashar al-Assad ikut bertanggung jawab atas konflik di Suriah. Kepala Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia PBB, Navi Pillay, mengatakan tim investigasi bentukan PBB menemukan bukti-bukti kuat untuk menyeret pejabat pemerintah Suriah dalam tuduhan kejahatan.

Temuan yang didokumentasikan panel Komisi Kejahatan Perang PBB itu berisi banyak kejahatan serius yang terjadi di Suriah, seperti pembantaian, serangan kimia, penyiksaan, dan pemerkosaan. Fakta itu mengarah pada kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. "Bukti itu menunjukkan tanggung jawab di tingkat tertinggi pemerintahan, termasuk kepala negara (Assad)," kata Pillay di Jenewa, Swiss, Senin pekan lalu.

Panel yang belum diizinkan masuk Suriah itu mengumpulkan informasi dari para pengungsi Suriah dan sumber lainnya. Mereka melakukan lebih dari 2.000 wawancara. Panel telah menyusun daftar nama individu, unit militer, dan badan intelijen yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia sejak konflik di Suriah pecah pada Maret 2011 dan menewaskan lebih dari 125 ribu orang. PBB menyebutkan ada 17 insiden yang masuk kategori pembunuhan massal. Tim ini telah bekerja sejak Februari tahun lalu. Bukti dan daftar itu akan dibawa ke Mahkamah Pidana Internasional.

Laporan PBB menyebutkan pemberontak juga terlibat kejahatan perang meski dalam skala yang kecil. Kelompok oposisi melakukan kejahatan dengan senjata konvensional dan tidak ditemukan penggunaan senjata kimia.

Tudingan tim PBB langsung dibantah Wakil Menteri Luar Negeri Suriah Faisal Mekdad. Damaskus mengatakan laporan tersebut tidak berdasarkan bukti yang jelas. "Dia (Pillay) telah membual untuk waktu yang lama dan kami tidak pernah mendengarkan ocehannya," katanya.

PALESTINA
Ilmuwan Prancis Ragu Arafat Diracun

SETELAH sembilan tahun, kematian pemimpin Palestina Yasser Arafat rupanya masih menjadi perdebatan. Tim ilmuwan asal Prancis ragu kematian Arafat pada 2004 karena diracun. Hasil yang dilansir media Prancis dan Reuters ini menyebutkan Arafat meninggal karena penyebab alamiah.

Janda Arafat, Suha, mengaku terpukul dan bingung dengan kontradiksi temuan dalam kasus suaminya. "Saya yakin ada yang salah, dan dia tidak meninggal karena penyebab alami," kata Suha di Paris, Selasa pekan lalu. Ia menyatakan kematian Arafat merupakan pembunuhan politik oleh seseorang yang dekat dengan suaminya. "Saya tak menuding siapa pun. Ini berada di tangan keadilan dan ini hanyalah permulaan."

Suha sebelumnya pernah meminta jasad Arafat diotopsi. Pakar forensik Swiss, November lalu, melansir laporan yang menemukan kadar zat radioaktif  jenis polonium-210 dalam jumlah besar di tubuh ataupun pakaian yang dikenakan Arafat sebelum meninggal. Hasil ini memang tidak secara gamblang menyebut Arafat diracun.

Arafat meninggal pada usia 75 tahun di sebuah rumah sakit militer di Paris, Prancis, pada 11 November 2004 setelah dirawat selama dua minggu. Kematiannya terjadi empat pekan setelah ia jatuh sakit seusai makan, lalu muntah dan sakit perut. Penyebab kematian yang diumumkan secara resmi ialah stroke, tapi para dokter Prancis mengatakan pada waktu itu mereka tak dapat menentukan apa penyakit yang diderita sesungguhnya.

Warga Palestina yang sangat memuja Arafat yakin bahwa ia meninggal karena diracun Israel. Tel Aviv berkali-kali membantah melakukannya.

KOREA UTARA
Kim Jong-un Pecat Pamannya

PEMIMPIN Korea Utara, Kim Jong-un, membuat langkah kontroversial dengan mendepak paman sekaligus mentornya, Jang Song-thaek, dari dua posisi. Salah satu posisi itu adalah Wakil Kepala Komisi Pertahanan Nasional, institusi militer paling berpengaruh di negeri komunis tersebut.

Setelah kematian pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il, Jang yang merupakan suami Kim Kyong-hui, adik Jong-il, adalah tokoh berpengaruh di Korea Utara. Pria 67 tahun ini sosok penting dalam memuluskan jalan Jong-un menjadi orang nomor satu di Pyongyang. Sebagai balasannya, Jong-un mengangkat pamannya sebagai jenderal bintang empat dan memberi kekuasaan besar di Partai Pekerja. Namun hubungan mesra keduanya kini berakhir.

Nasib Jang berada di ujung tanduk setelah dua pembantu dekatnya dieksekusi atas tuduhan melakukan korupsi pada November lalu. Sempat beredar kabar ia turut dieksekusi bersama kedua koleganya atas tuduhan serupa. Namun Kementerian Unifikasi Korea Selatan melaporkan Jang dan istrinya dalam kondisi selamat.

Pengamat mengatakan kabar ini menunjukkan terjadinya perebutan kekuasaan antara militer dan partai di Pyongyang. "Jelas terjadi perebutan kekuasaan di lingkungan Jong-un," ujar Toshimitsu Shigemura, pakar Korea Utara dari Universitas Waseda, Jepang. Choe Ryong Hae, pemimpin militer Korea Utara, diduga berada di belakang insiden ini. Menurut Shigemura, Jang merupakan perwakilan partai yang berusaha menguasai operasional pertambangan Korea Utara, sumber pendanaan militer. "Ini tentu saja membuat militer murka."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus