Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SESI persidangan Legislative Yuan—parlemen Taiwan—berakhir ricuh pada Jumat dua pekan lalu. Ketika ketua parlemen sedang berbicara, sejumlah anggota legislatif dari partai oposisi bangkit dari kursi dan menyerbu podium. Tanpa perlawanan berarti, mereka menguasai mimbar ketua parlemen.
Pihak oposisi melancarkan aksi itu untuk memprotes Presiden Taiwan Ma Ying-jeou. Mereka menganggap Ma terlalu lunak kepada Cina, yang menetapkan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) di Laut Cina Timur.
Aksi oposisi tak berhenti sampai di situ. Hari itu juga ketua dan sekretaris jenderal partai oposisi Serikat Solidaritas Taiwan, Huang Kun-huei dan Lin Chih-chia, melaporkan Ma ke Kejaksaan Tinggi dengan tuduhan terlibat agresi pihak asing. Mereka marah karena sebelumnya Ma mengatakan aksi Cina tak akan berdampak pada Taiwan. Menurut Ma, penetapan zona itu tak berkaitan dengan kedaulatan wilayah dan hak atas angkasa Taiwan. "Ada sedikit tumpang-tindih dengan ADIZ Taiwan, tapi tidak akan berdampak pada latihan militer," ujar Ma seperti dikutip Central News Agency.
Huang mengatakan pemerintahan Ma kurang tanggap terhadap aksi Cina, yang memotong sebagian perairan dan pulau-pulau yang diklaim Taiwan. Ia mengatakan Taiwan bersikap terlalu lembek bila dibandingkan dengan Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan, yang memprotes keras kebijakan Cina.
Cina menetapkan ADIZ di Laut Cina Timur pada 23 November lalu. Juru bicara Kementerian Pertahanan Cina, Geng Yansheng, mengatakan zona itu dibikin untuk mempertahankan kedaulatan dan keamanan wilayah Cina dan tidak menyasar Ânegara ataupun wilayah tertentu. Cina menyatakan pesawat terbang asing yang melintasi zona itu harus melaporkan rencana penerbangannya ke Kementerian Luar Negeri atau Pemangku Penerbangan Sipil Cina. Pesawat yang berada di zona itu juga harus Âmenjaga komunikasi radio dua arah dan menjawab setiap pertanyaan Cina. Militer Cina akan mengambil tindakan untuk merespons pesaÂwat yang menolak mengikuti instruksi itu.
Geng mengatakan penetapan zona itu tak melanggar hukum dan konvensi internasional. Bahkan Cina mengklaim ADIZ justru bermanfaat bagi keselamatan penerbangan internasional karena wilayah udara Laut Cina Timur sudah sesak dengan jalur penerbangan. "ADIZ adalah zona aman," ucapnya seperti dikutip The Diplomat.
Surat kabar Taiwan, The China Post, melaporkan penetapan zona itu menegaskan klaim Cina atas Kepulauan Diaoyu dan kepentingan ekonomi maritim di sekitarnya. Zona itu bersinggungan dengan wilayah udara yang diklaim Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, seperti wilayah udara Kepulauan Diayou, yang oleh Jepang dinamakan Senkaku, serta Socotra Rock (Korea Selatan), yang dinamakan Suyan Jiao oleh Cina.
Amerika memprotes tindakan Cina dengan mengirimkan dua pesawat pengebom B-52 ke zona itu. Bahkan secara khusus Wakil Presiden Joe Biden menemui Presiden Cina Xi Jinping di Beijing pada Rabu pekan lalu. Namun baik Biden maupun Xi ogah berkomentar soal ADIZ. Mereka hanya mengatakan hubungan kedua negara harus didasarkan atas saling percaya.
Sehari sebelumnya ADIZ menjadi fokus pembicaraan antara Biden dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Tokyo. Dalam pertemuan itu, Biden menyarankan berbagai pihak membangun kepercayaan untuk membantu mengurangi ketegangan.
Setelah bertemu dengan Xi, Biden berjumpa dengan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye untuk membicarakan hal yang sama. Sebelumnya, direktur senior urusan Asia di Dewan Keamanan Nasional Amerika (NSC), Evan Medeiros, sudah berada di Seoul untuk membicarakan rencana Korea Selatan memperluas zona pertahanan udaranya sebagai balasan atas tindakan Cina. Zona baru itu akan meliputi beberapa pulau paling selatan, seperti Marado, Hongdo, Geojedo, serta pulau karang Ieodo, yang masuk zona ekonomi eksklusif Cina dan Korea Selatan.
Adapun Jepang tak menggubris keputusan Cina. Pesawat komersial Jepang tak melapor ke Cina ketika melintasi zona itu. Seperti dikutip Xinhua, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Qin Gang, mengatakan reaksi Jepang itu tak beralasan. Sebab, kata dia, Jepang juga menetapkan zona serupa sejak 1969 dan sudah diperlebar dua kali. "Apakah Jepang memberi tahu negara lain telah memiliki ADIZ dan merundingkannya dengan negara lain ketika mengembangkannya?"
Sapto Yunus
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo