Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

WHO Persoalkan Data Covid-19 Cina

WHO mempersoalkan data Covid-19 Cina yang tak menunjukkan lonjakan angka kasus setelah pelonggaran berbagai aturan.

8 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cina
WHO Persoalkan Data Covid-19

JUMLAH kasus Covid-19 diperkirakan melonjak di Cina setelah pemerintah menghapus sebagian besar pembatasan pada Desember 2022. Namun data yang dilaporkan tak menunjukkan lonjakan tersebut. Padahal berbagai media telah melaporkan bahwa rumah-rumah sakit di sana sudah mulai kewalahan menerima pasien.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menilai data yang dilaporkan Cina tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya, khususnya kasus kematian. “Kami percaya bahwa definisi (yang dibuat Cina) terlalu sempit,” kata Direktur Kedaruratan WHO Michael Ryan kepada BBC pada Kamis, 5 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Data WHO menunjukkan tak terjadi lonjakan angka kasus Covid-19 di Negeri Panda sejak Agustus 2022. Pada pekan keempat Desember 2022, tercatat 648 kasus kematian, jumlah tertinggi pada bulan tersebut, naik dari 437 kasus pada pekan sebelumnya. Pada pekan pertama Januari 2023, jumlahnya 359 kasus.

Mao Ning, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, menyatakan Cina selalu erat berkomunikasi dengan WHO dan berbagi data tentang epidemi secara tepat waktu, terbuka, dan transparan. “Saat ini situasi Covid Cina terkendali. Saat Cina menyesuaikan kebijakan tanggap Covid-nya, kami akan terus melakukan aktivitas, termasuk pertukaran teknis dengan WHO,” ujarnya dalam konferensi pers pada Rabu, 4 Januari lalu.


Israel

Pemerintah Batasi Kewenangan Mahkamah Agung

MENTERI Kehakiman Israel Yariv Levin mengumumkan rencana perubahan besar dalam sistem peradilan dan hukum Israel pada Rabu, 4 Januari lalu. Perubahan itu antara lain akan membatasi kewenangan Mahkamah Agung membatalkan undang-undang dan regulasi pemerintah lain. Mahkamah kelak hanya dapat membatalkannya bila didukung mayoritas dari total 15 hakim.

Hal lain adalah perubahan pemilihan hakim agung dengan memberikan pemerintah kontrol penuh terhadap panel seleksi calon hakim. Levin juga akan memasukkan “klausul pengabaian” yang memungkinkan Knesset, parlemen Israel, menerbitkan kembali undang-undang yang telah dibatalkan Mahkamah.

Anggota partai Likud pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu itu mengklaim perubahan ini dilakukan karena aktivisme Mahkamah telah merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan membuat pemerintah tidak dapat memerintah secara efektif. “Kita datang ke tempat pemungutan suara, memberikan suara, mencoblos, dan dari waktu ke waktu orang yang tidak kita pilih memilihkan untuk kita,” tutur Levin seperti dikutip The Times of Israel. “Itu bukan demokrasi namanya.”

Levin membantah pandangan bahwa perubahan itu berhubungan dengan kasus pidana Netanyahu. Sejak 2020, Netanyahu menghadapi berbagai dakwaan korupsi dan pelanggaran kepercayaan selama dia menjadi perdana menteri. Persidangannya masih berjalan hingga kini.


Myanmar

Junta Beri Penghargaan Tertinggi Biksu Antimuslim

JENDERAL Senior Min Aung Hlaing, pemimpin junta militer Myanmar, menganugerahkan gelar Thiri Pyanchi, salah satu penghargaan tertinggi negara, kepada U Wirathu, biksu Buddha ultranasionalis kontroversial, di Naypyitaw, Senin, 2 Januari lalu. Ia satu dari 168 orang yang menerima gelar tersebut.

Biksu U Wirathu. REUTERS/Soe Zeya Tun/File Photo

Menurut Myanmar Now, sejumlah sekutu junta lain juga menerima gelar itu. Mereka antara lain T Khun Myat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang tetap di posisinya meski terjadi kudeta militer pada Februari 2021; Menteri Utama Negara Bagian Kachin, Khet Htain Nan; Kyaw Than, panglima tertinggi Tentara Buddha Karen Demokrat; serta para tokoh agama yang menolak menentang kudeta, seperti Uskup Agung Anglikan Stephen Than Myint Oo dan Swami Vivekananda Giriji Maharaj dari kuil Hindu Sri Shiva di Yangon.

U Wirathu dijuluki “Wajah Teror Buddha” oleh majalah Time pada 2013 karena ujaran kebenciannya terhadap kaum muslim. Satu dekade sebelumnya, dia dihukum 25 tahun penjara karena memantik kerusuhan antimuslim yang mematikan di Mandalay. Setelah bebas, pada 2019, dia didakwa menghasut karena pidatonya yang menyerang Penasihat Negara Aung San Suu Kyi. Dia ditahan, tapi kemudian diampuni junta militer pada 2022.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus