Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“GERAKAN Perlawanan Islam Hamas mengumumkan terpilihnya Komandan Yahya Sinwar sebagai kepala biro politik gerakan, menggantikan martir Komandan Ismail Haniyeh, semoga Allah merahmatinya,” kata Hamas dalam pernyataannya pada Selasa, 6 Agustus 2024. Sinwar dipilih setelah Haniyeh tewas dalam sebuah serangan rudal di Teheran, Iran, pada Rabu, 31 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengumuman tersebut datang di saat ketegangan meningkat di Timur Tengah setelah Iran menuding Israel sebagai pelaku pembunuhan Ismail Haniyeh dan berjanji membalas tindakan tersebut. Israel tidak mengakui atau menyangkalnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sinwar adalah orang yang paling dicari Israel. Dia selama ini memimpin Hamas di Jalur Gaza dan terlibat dalam aktivitas sayap militer organisasi itu. Israel percaya bahwa Sinwar adalah dalang serangan Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023 yang mengakibatkan lebih dari 1.100 orang tewas dan 200 orang lebih disandera.
Yahya Sinwar lahir di kamp pengungsi Khan Yunis, Jalur Gaza, pada 1962. Menurut Jerusalem Institute of Justice, Sinwar meraih gelar sarjana studi Arab dari Islamic University of Gaza. Selama menjadi mahasiswa, ia ditangkap dua kali oleh Israel pada 1982 dan 1985 atas aktivismenya yang dianggap subversif. Di penjara dia berjumpa dengan para aktivis lain, seperti Salah Shehade yang nantinya menjadi pemimpin Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas.
Saat Syekh Ahmad Yassin mendirikan Hamas pada 1987, Sinwar bergabung dengan kelompok radikal ini. Dia mendirikan Munazzamat al Jihad wal-Dawa atau Al-Majd bersama Rawhi Mushtaha. Misi Majd, antara lain, melacak mata-mata Israel di Hamas, partai politik lain, dan warga sipil Palestina. Salah satu tindakan kelompok ini yang terkenal adalah ketika setidaknya 23 orang dieksekusi secara sepihak dan di luar hukum oleh Hamas pada 2014 karena dituduh bekerja sama dengan Israel.
Pada 1988, Sinwar mendalangi penculikan dan pembunuhan dua tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Ia kemudian ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Ia menjalani hukuman selama 22 tahun sebelum dibebaskan pada 2011 bersama tahanan lain sebagai bagian dari pertukaran tahanan Israel dan Hamas untuk membebaskan Gilad Shalit, tentara Israel yang berkewarganegaraan ganda Israel dan Prancis. Shalit adalah tentara Israel pertama yang ditangkap milisi Palestina setelah Nachshon Wachsman pada 1994.
Setelah dibebaskan, Sinwar segera naik pangkat. Ia terpilih menjadi anggota biro politik Hamas pada 2012 dan ditugasi untuk berkoordinasi dengan Brigade Al-Qassam. Pada 2017, ketika Ismail Haniyeh terpilih sebagai Kepala Biro Politik Hamas, Sinwar ditunjuk menggantikannya sebagai pemimpin Hamas di Gaza. Amerika Serikat memasukkan Sinwar ke daftar teroris pada 2015, diikuti Inggris pada 2023.
Israel telah lama mengincar Sinwar. Pada 16 Mei 2021, serangan udara Israel menyasar rumah Sinwar di Khan Yunis, tapi IDF menyatakan Sinwar tidak terluka. Serangan ini terjadi saat Hamas dan Jihad Islam Palestina menembakkan roket-roketnya ke kota-kota di Israel. Perang sebelas hari itu berakhir setelah kedua pihak menyepakati gencatan senjata.
Pada Desember 2022, dalam sebuah rapat umum di Gaza, Sinwar menyampaikan pidato yang digambarkan oleh kantor berita Reuters sebagai prediksi serangan 7 Oktober, yang disebut Hamas sebagai Operasi Badai Al-Aqsa. “Kami akan menyerbu Anda, insyaallah, dalam banjir yang menderu. Kami akan menyerbu Anda dengan roket yang tak berujung. Kami akan menyerbu Anda dalam banjir tentara yang tak terbatas. Kami akan menyerbu Anda dengan jutaan orang kami, seperti air pasang yang berulang,” ucap Sinwar dalam pidatonya. Kurang dari setahun kemudian, milisi Hamas menerobos perbatasan Israel dan melancarkan salah satu serangan yang paling mematikan di Israel.
Penunjukan Sinwar sebagai Kepala Biro Politik Hamas sekarang akan mempersuram prospek perdamaian Israel dengan Palestina. Dulu Ismail Haniyeh, yang dipandang lebih moderat, menjadi ujung tombak perundingan Hamas dengan Israel dan Sinwar hanya mengurusi militer. Kini kedua urusan itu berada di tangan Sinwar.
Dina Sulaeman, dosen hubungan internasional di Universitas Padjadjaran, Bandung, berpandangan kemungkinan gencatan senjata di Gaza sudah tertutup setelah Hamas mempercayai Sinwar sebagai pemimpin perundingan. “Dengan memilih Yahya Sinwar, pesannya adalah, ‘Kalian sudah membunuh pemimpin negosiator kami. Berarti kalian memang tidak ingin bernegosiasi. Jadi semuanya akan kita selesaikan di lapangan’,” katanya kepada Tempo pada Jumat, 9 Agustus 2024.
Jerusalem Institute of Justice menilai penunjukan Sinwar bukan sebagai upaya menjaga keberlangsungan organisasi, melainkan keperluan untuk pembaruan kepemimpinan di tengah kritik mengenai karier politik dalam tubuh Hamas. Berbeda dengan Ismail Haniyeh dan Khaled Mashal, Sinwar bukan politikus karier ataupun teknokrat. Dengan memegang jabatan Kepala Biro Politik Hamas, Sinwar diharapkan akan menjembatani dua faksi pada sayap politik dan militer organisasi itu.
Ketika Sinwar terpilih sebagai Kepala Biro Politik Hamas, Brigade Al-Qassam menyatakan akan bersetia kepadanya dan siap melaksanakan segala keputusannya. Menurut Al-Aqsa TV, media Hamas, Brigade Al-Qassam menyatakan bahwa terpilihnya Sinwar sebagai pemimpin gerakan “adalah bukti vitalitas, kohesi, dan kekuatan gerakan”.
Banyak pihak khawatir negosiasi gencatan senjata kedua pihak akan macet setelah tanda-tanda kemajuan muncul ketika Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengajukan proposal tiga fase gencatan senjata bertahap menuju gencatan senjata permanen pada akhir Mei 2024. Para mediator perundingan—Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat—telah meminta Israel dan Hamas melanjutkan perundingan yang dimulai oleh Ismail Haniyeh. Mereka mendesak kedua pihak melanjutkannya pada 15 Agustus 2024 di Doha atau Kairo untuk “memulai implementasi kesepakatan tanpa penundaan lebih lanjut”. Mereka menyatakan sudah saatnya menyelesaikan perundingan gencatan senjata serta membebaskan para sandera dan tahanan.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu segera menanggapi desakan tersebut dengan mengatakan Israel akan mengirim delegasi untuk menghadiri perundingan itu. Hamas belum memberi tanggapan, tapi salah satu pejabatnya, Usama Hamdan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka tetap berkomitmen mencapai kesepakatan dan tim negosiasi akan terus berlanjut di bawah Yahya Sinwar.
Salah satu hal yang dikhawatirkan Israel atas naiknya Sinwar adalah strategi politiknya. “Fokus utama kepemimpinannya kemungkinan besar adalah peningkatan penculikan tentara Israel. Ia melihat taktik tersebut sangat berguna karena Hamas dapat memulangkan mantan milisi kembali ke barisan mereka, meningkatkan dukungan terhadap Hamas di antara orang-orang Palestina, dan mendiktekan syarat-syarat pembebasan tahanan mereka kepada Israel,” tutur Jerusalem Institute of Justice. Setelah dibebaskan Israel pada 2011, Sinwar mengatakan Hamas harus “menculik lebih banyak tentara untuk ditukar dengan kebebasan orang-orang yang kita cintai yang masih berada di balik jeruji besi”.
Militansi dan sikap garis keras Sinwar, menurut Jerusalem Institute of Justice, lebih ekstrem daripada Ismail Haniyeh. Selain itu, Haniyeh adalah seorang negarawan yang jauh lebih berpengalaman yang tahu cara menyeimbangkan kepentingan regional dan kerja sama dengan negara seperti Mesir, Turki, Qatar, dan Iran. Sinwar belum memiliki pengalaman seperti itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Panglima Gaza di Kursi Perundingan"