Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden-terpilih Donald Trump kembali mencalonkan sosok kontroversial untuk menduduki posisi penting dalam pemerintahannya mendatang. Penyebutan nama Tulsi Gabbard, sebagai kepala intelijen AS telah menimbulkan gelombang kejutan di seluruh lembaga keamanan nasional, menambah kekhawatiran bahwa komunitas intelijen yang besar akan semakin dipolitisasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gabbard adalah mantan anggota kongres Demokrat yang kurang memiliki pengalaman intelijen yang mendalam dan dipandang lunak untuk urusan Rusia dan Suriah. Pencalonan Gabbard sebagai Direktur Intelijen Nasional (DNI) dan nama-nama lain untuk beberapa posisi tertinggi lainnya mencerminkan Trump lebih mengutamakan kesetiaan pribadi dibandingkan kompetensi ketika membentuk tim untuk periode keduanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Randal Phillips, mantan pejabat direktorat operasi CIA yang bekerja sebagai perwakilan tertinggi badan tersebut di Cina, mengatakan bahwa dengan para loyalis Trump di posisi-posisi puncak pemerintahan, “ini dapat menjadi jalan pilihan untuk beberapa tindakan yang benar-benar bisa dipertanyakan” oleh kepemimpinan komunitas intelijen.
Sebuah sumber keamanan Barat mengatakan bahwa kemungkinan ada perlambatan di awal dalam pembagian informasi intelijen ketika Trump mengambil alih jabatan pada Januari. AS tergabung dalam “Five Eyes,” sebuah aliansi intelijen bersama Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru.
Kekhawatiran dari para sekutu AS adalah bahwa semua penunjukan Trump condong ke "arah yang salah", kata sumber tersebut.
Tim transisi kepresidenan Trump tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Pandangan-pandangannya tentang Rusia, Suriah dan Iran
Kekhawatiran atas pencalonan Gabbard terutama ada pada pandangan-pandangannya tentang Rusia, Suriah dan Iran.
Gabbard dinilai bersimpati pada Rusia dalam perangnya melawan Ukraina. Gabbard, yang meninggalkan Partai Demokrat pada 2022, telah membuat kontroversi atas kritiknya terhadap dukungan Joe Biden untuk Ukraina, yang mendorong para pengkritik menuduhnya bahwa ia menggemakan propaganda Kremlin.
Tiga hari setelah Rusia melancarkan invasi berskala penuh ke Ukraina pada 24 Februari 2022, Gabbard memposting sebuah video di akun X, menyerukan AS, Rusia dan Ukraina untuk “mengesampingkan geopolitik” dan menerima bahwa Ukraina “akan tetap menjadi negara netral” tanpa menjadi anggota aliansi militer seperti NATO.
Ia juga menentang intervensi militer AS di perang sipil Suriah di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama dan bertemu dengan Presiden Suriah yang didukung Moskow Bashar al-Assad pada 2017, yang seluruh hubungannya diputus oleh Washington pada 2012.
"Biarkan rakyat Suriah sendiri yang menentukan masa depan mereka, bukan Amerika Serikat, bukan negara asing," katanya kepada CNN.
Soal Iran, Gabbard mengkritik keputusan yang dibuat oleh pemerintahan Trump. Pada 2020, ia mengatakan bahwa pemerintahan Trump tidak memberikan "pembenaran apa pun" dalam pengarahan intelijen tentang pembunuhan Qassem Soleimani, kepala Pasukan Quds elit Korps Garda Revolusi Islam Iran. Dia dibunuh pada 2020 dalam serangan udara AS di Irak di luar bandara internasional Baghdad.
Pemilihan Gabbard telah meningkatkan kekhawatiran di antara para pejabat intelijen yang tidak yakin tentang seberapa kuatnya ia memegang pandangan-pandangan geopolitiknya, apakah ia akan salah informasi atau sekadar menggemakan para pengikut “Make America Great Again” Trump, kata seorang pejabat intelijen yang tak ingin disebut namanya.
“Tentu saja akan ada perlawanan terhadap perubahan dari ‘swamp’ di Washington,” kata Gabbard dalam sebuah wawancara dengan Fox News, Rabu malam, 13 November 2024. Ia mengatakan para pemilih memberi Trump “sebuah mandat yang luar biasa” untuk menjauh dari agenda Biden tetap tidak menawarkan kebijakan-kebijakan spesifik.
Perhatian Penuh Para Sekutu
Seorang pejabat intelijen senior Eropa mengatakan agensi-agensi di negara-negara Uni Eropa “akan pragmatis dan siap untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan.” “Tidak ada kepanikan untuk saat ini,” kata pejabat tersebut.
Seorang pejabat pertahanan Eropa menggambarkan Gabbard sebagai “kukuh” di kubu Rusia. “Tetapi kami harus menghadapi apa yang kami punya. Kami akan penuh perhatian,” kata pejabat itu.
Beberapa analis mengatakan kecemasan tentang Gabbard bisa dilunakkan dengan pilihan Trump terhadap bos CIA: John Ratcliffe, mantan anggota kongres yang bertugas sebagai direktur intelijen nasional di akhir masa jabatan pertama Trump.
Dekat dengan Trump dan diperkirakan hanya akan memberikan sedikit penentangan terhadap kebijakan-kebijakannya, Ratcliffe dipandang bukan sebagai sosok yang suka memberontak dan dapat menjadi penyeimbang bagi Gabbard dalam jabatannya di posisi puncak badan mata-mata nomor 1 di antara 18 badan intelijen yang akan ia awasi.
Tetapi beberapa analis mengatakan bahwa dengan upaya memasang Gabbard bersama para loyalis kontroversial lain, termasuk anggota kongres Matt Gaetz untuk jaksa agung dan komentator Fox serta veteran militer Pete Hegseth untuk menteri pertahanan, Trump menunjukkan bahwa ia tidak ingin ada pagar pembatas untuk usahanya membentuk kembali lembaga-lembaga federal.
Para pengkritik dari Demokrat dengan segera menyerang bukan hanya pandangan Gabbard tetapi juga apa yang mereka lihat sebagai kekurangan kualifikasinya dan potensi pemerintahan baru menggunakan intelijen untuk tujuan-tujuan politik.
Kantor DNI dibentuk setelah serangan 11 September 2001 untuk memperbaiki apa yang dianggap sebagai kurangnya koordinasi di antara organisasi-organisasi tersebut.
“Ia tidak ditempatkan dalam posisi ini untuk memunaikan atau menguasai tugasnya. Ia didudukkan di sana untuk melayani kepentingan-kepentingan Trump,” kata anggota DPR AS Adam Smith, anggota Partai Demokrat di Komisi Angkatan Bersenjata DPR, kepada CNN pada Kamis.
Dukungan untuk kebijakan-kebijakan isolasionis
Gabbard meninggalkan Partai Demokrat dan menjadi independen. Dalam sebuah video pesan yang ia pos di saluran Youtube dan akun X-nya pada Oktober 2022, ia mengatakan: “Saya tidak lagi dapat bertahan di Partai Demokrat yang kini berada di bawah kendali sebuah kelompok elitis penghasut perang yang didorong oleh sikap ‘wokeness’ yang pengecut.”
Setelah meninggalkan partai tersebut, Gabbard menjadi kian kritis terhadap Biden dan kian popular di kalangan konservatif, kerap tampil di acara-acara TV dan radio sayap kanan, di mana ia menjadi terkenal karena mendukung kebijakan-kebijakan isolasionis.
Marco Rubio, mantan pesaing Trump yang berubah menjadi pendukung, membela pencalonan Gabbard, dengan menggambarkan ia sebagai sebuah “pilihan revolusioner yang memiliki sebuah peluang untuk benar-benar membuat perubahan yang positif.”
Ditanya tentang kualifikasi Gabbard, Senator John Cornyn, anggota Komisi Intelijen, mengatakan: "Kami akan melakukan tugas kami, menguji para calon dan membuat keputusan. Itu adalah sebuah tanggung jawab konstitusional Senat.”
Untuk menjadi direktur intelijen nasional, Gabbard pertama-tama harus dikonfirmasi oleh mayoritas dari 100 anggota Senat AS, di mana ia kemungkinan akan menghadapi rintangan berat.
Rekan-rekan Trump di Partai Republik akan memiliki sedikitnya 52-48 kursi mayoritas di majelis yang akan mulai bertugas Januari, dan di masa lalu begitu kuat mendukung pemimpin partainya, yang meningkatkan kemungkinan Gabbard akan mendapatkan jabatan itu.
REUTERS | AL JAZEERA