Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAMBANG Soesatyo punya ambisi khusus. Sejak 2019, politikus Partai Golkar ini sudah ngebet menjadi guru besar. Hasrat itu muncul empat tahun sebelum ia lulus pendidikan doktor dari Universitas Padjadjaran pada 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengklaim tak mengincar tunjangan duit dari jabatan akademik itu. “Status ini akan membuat keluarga dan teman-teman saya bangga,” ujarnya kepada Tempo di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, 17 Juni 2024. Untuk mewujudkan ambisinya, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu mengikuti serangkaian tes untuk memperoleh sertifikat dosen yang jadi salah satu syarat menjadi guru besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun akademikus yang mengetahui pencalonan guru besar Bambang mengungkap kejanggalan. Di antaranya soal riwayat pendidikan dan pengalaman mengajar. Pada pertengahan Juni 2024, Pangkalan Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat Bambang lulus program master lebih dulu ketimbang sarjana.
Bambang mendapat gelar master administrasi bisnis dari Institut Manajemen Newport Indonesia (IMNI) pada 1991. Setahun kemudian, Bambang baru menjadi sarjana di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Jakarta. Basis data juga mencantumkan riwayat mengajar Bambang tak lebih dari lima tahun. Padahal calon guru besar wajib menjadi dosen setidaknya selama sepuluh tahun. Tampilan situs Pangkalan Data tak lagi mencantumkan tahun kelulusan Bambang ketika diakses pada 3 Juli 2024.
Bambang mengaku kuliah di IMNI dan STIE berbarengan. Klaim dia, waktu ujian akhir dan pengumuman kelulusan di dua kampus itu terjadi bersamaan. “Tapi ijazah master dari IMNI keluar lebih dulu ketimbang ijazah sarjana,” kata bekas anggota komisi bidang hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu.
Gelar profesor tengah digandrungi politikus di DPR. Kolega Bambang di DPR, Sufmi Dasco Ahmad, bahkan telah dikukuhkan sebagai guru besar ilmu hukum dari Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat, pada 1 Desember 2022. Dalam orasi ilmiahnya, Dasco mengulas topik kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum. Prabowo Subianto hadir dalam acara pengukuhan di Sentul International Convention Center, Kabupaten Bogor.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto hadir saat pengukuhan Sufmi Dasco Ahmad sebagai guru besar Universitas Pakuan, di Sentul International Convention Center, Sentul, Bogor, 1 Desember 2022. kemhan.go.id
Dasco menyebutkan jabatan guru besar dari Universitas Pakuan itu diperolehnya dengan susah payah. Dengan posisi yang didudukinya sekarang, Wakil Ketua DPR itu mengklaim bisa saja memperoleh gelar profesor kehormatan. “Saya mengajar, meneliti, dan melakukan pengabdian,” ucap Dasco dalam wawancara tertulis kepada Tempo, Jumat, 31 Mei 2024.
Penelusuran Tempo menemukan dugaan kejanggalan gelar akademik Dasco. Dokumen permohonan gelar guru besar di Kementerian Pendidikan mencatat Ketua Harian Partai Gerindra itu menjadi dosen sejak September 2010. Tempo membaca bocoran berkas tersebut. Informasi riwayat mengajar Dasco berbeda dengan keterangan di situs Pangkalan Data Pendidikan Tinggi yang diakses pada pekan pertama Juni 2024.
Di situs itu Dasco tercatat baru mengajar di Universitas Azzahra pada 2016. Itu pun hanya empat semester. Dasco berhenti mengajar di Universitas Azzahra pada semester genap 2017. Bersamaan dengan itu, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menjatuhkan sanksi administrasi bagi kampus yang terletak di Jatinegara, Jakarta Timur, tersebut.
Sufmi Dasco Ahmad (ketiga dari kanan) saat dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Pakuan, di Sentul International Convention Center, Sentul, Bogor, 1 Desember 2022. kemhan.go.id
Seorang anggota Tim Evaluasi Kinerja Akademik Kementerian Pendidikan yang mengetahui proses pemeriksaan itu menuturkan, Universitas Azzahra dikenai sanksi karena sederet pelanggaran. Terutama ihwal manajemen perkuliahan. Sanksi itu dicabut pada April 2018.
Dari Universitas Azzahra, Dasco pindah ke Universitas Pakuan. Pangkalan Data Pendidikan Tinggi mencatat Dasco baru mengajar di sana pada 2020 dan sempat vakum setahun pada 2021. Dia kembali aktif pada 2022 dengan mengampu mata kuliah sejarah hukum dan hukum tata negara.
Artinya, bila dirunut dari awal, Dasco belum sampai lima tahun menjadi dosen ketika dikukuhkan sebagai guru besar. Namun, ketika diakses pada 4 Juli 2024, format baru laman Pangkalan Data Pendidikan Tinggi menampilkan informasi berbeda. Di situ tertulis: Dasco memiliki riwayat mengajar dari semester ganjil 2010 sampai semester genap 2024.
Dasco mengklaim kariernya sebagai dosen dimulai pada 2010 di Universitas Kebangsaan Republik Indonesia. Dia kini menjabat rektor di kampus yang berada di Bandung itu. “Universitas Azzahra ada kemungkinan tak memperbarui data riwayat mengajar saya,” ujarnya.
•••
KEGANJILAN gelar profesor para pesohor terbongkar di tengah pemeriksaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terhadap pengukuhan sebelas profesor Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kementerian membuka penyelidikan setelah seorang pembocor alias whistleblower membuat laporan di laman pengaduan soal keabsahan gelar para dosen di ULM.
Direktur Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Lukman membenarkan informasi ihwal penyelidikan gelar guru besar itu. “Ada aduan yang masuk ke kami,” kata Lukman di Senayan, Jakarta, Senin, 27 Mei 2024.
Tiga narasumber yang mengetahui penyelidikan Kementerian Pendidikan menyebutkan pemenuhan syarat permohonan gelar guru besar para pesohor juga bermasalah. Mereka kompak menyatakan bahwa salah satu pangkal persoalan adalah penulisan artikel di jurnal internasional bereputasi.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam orasi ilmiahnya yang berjudul "Pemilu Demokratis dan Bermartabat dalam Bingkai Semangat Kedaulatan Rakyat", di Sentul International Convention Center, Sentul, Bogor, Jawa Barat, 1 Desember 2022. dpr.go.id
Tempo menelusuri artikel ilmiah yang diajukan para pejabat dan pesohor, termasuk Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Pada lembar penilaian akademik, Dasco berstatus lektor ketika diusulkan sebagai guru besar. Di jalur reguler, dosen yang berstatus lektor harus melalui promosi dulu ke jabatan lektor kepala, baru ke guru besar. Artinya, Dasco loncat jabatan dari lektor ke guru besar.
Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit 2019 milik Kementerian Pendidikan memang membolehkan loncat jabatan. Tapi dosen harus menulis empat artikel di jurnal internasional bereputasi.
Dasco mengajukan delapan tulisan. Lima dari delapan artikel itu diberi label hijau dan dianggap layak menjadi syarat promosi. Satu artikel lain, berjudul “Cybercrime in the Context of Criminal Defamation in Indonesia”, dilabeli merah karena terbit di jurnal Webology yang sudah tutup permanen alias discontinued.
Sepintas Dasco memenuhi syarat loncat jabatan ke guru besar lantaran punya lima dari empat artikel yang disyaratkan. Namun, setelah memeriksa lima artikel Dasco itu, Tempo menemukan keganjilan.
Politikus Partai Gerindra itu menulis artikel bertajuk “Criminal Law and Criminal Psychology: Integration of Corruption Prevention in Indonesia” pada 2021. Tulisan tersebut terbit di Journal of Positive Psychology and Wellbeing. Situs jurnal itu mencantumkan penerbit berkantor di Selangor, Malaysia; dan Adana, Turki.
Dari penelusuran Tempo, basis data Scopus menyatakan Journal of Positive Psychology and Wellbeing sudah discontinued pada 2020—dua tahun sebelum Dasco memperoleh gelar profesor. Situs Web of Science justru tak memuat nama jurnal itu di basis data mereka. Padahal Kementerian Pendidikan mengatur jurnal yang diakui bereputasi internasional harus terdaftar di basis data internasional, di antaranya Scopus dan Web of Science.
Artikel lain berjudul “The Guarantee of Independence of Judicial Power Post-Amendment Undang-Constitution 1945” terbit di Journal of Positive School Psychology. Uniknya, alamat kantor, alamat situs, dan tampilan muka jurnal itu sama persis dengan Journal of Positive Psychology and Wellbeing.
Bedanya, Journal of Positive School Psychology tak ditemukan di Scopus, Web of Science, ataupun Scimago Journal Rank—alat pemeringkatan jurnal yang dikembangkan Universidad de Granada, Spanyol.
Dua akademikus yang mengetahui pencalonan Dasco mengatakan dua jurnal bertema psikologi itu tak layak menjadi syarat permohonan gelar guru besar. Sebabnya, tema jurnal tak sesuai dengan rumpun ilmu hukum yang digeluti Dasco. Kepada Tempo, Dasco mengklaim ilmu hukum termasuk rumpun ilmu sosial yang masih diakomodasi jurnal tersebut. “Jurnal juga masih terindeks Scopus pada 2022,” ucapnya seraya melampirkan tangkapan layar situs jurnal dengan label Scopus.
Tempo mengunjungi situs itu, lalu mengklik label Scopus yang ditunjukkan Dasco. Voila! Situs Scopus menerakan label “Source Not Found”.
Dua artikel Dasco yang diklaim terbit di jurnal Ayer dan Linguistica Antverpiensia pun ditengarai bermasalah. Dalam lembar penilaian, Dasco melampirkan sebuah artikel yang terbit pada 2020 di jurnal Ayer Volume 27 Nomor 4. Di situs resmi Ayer, hanya ada empat edisi yang terbit pada 2020, yaitu Volume 117, 118, 119, dan 120. Tak ada Volume 27 Nomor 4 seperti milik Dasco.
Artikel Dasco yang diklaim terbit di Ayer berjudul “Legal Sanctions Against Contempt of Court Actors: Analysis Based on Criminal Law and Criminal Procedure Code”. Dasco menulis artikel itu dengan bahasa Inggris. Sedangkan semua artikel di situs resmi Ayer ditulis dengan bahasa Spanyol.
Berkas yang diklaim sebagai bukti korespondensi antara Dasco dan penerbit Ayer mengungkap keanehan lain. Dasco mengirimkan foto korespondensi itu kepada Tempo. Namun investigasi Tempo memperoleh salinan surat-menyurat antara Dasco dan Managing Editor Ayer. Terdapat tautan ke situs Ayer di lembar korespondensi itu. Namun, setelah diklik, pencarian mengarah ke International Journal of Innovation, Creativity, and Change, bukan ke Ayer.
Begitu pula artikel yang terbit di jurnal Linguistica Antverpiensia. Tulisan Dasco berjudul “Indonesian Maritime Border Dispute Resolution: Overview from an International Legal Perspective” disebut terbit di Volume 2 Tahun 2021. Namun di situs resmi jurnal yang dikelola Departemen Linguistik Terapan University of Antwerp, Belgia, tersebut hanya ada satu edisi yang terbit pada 2021, yaitu Volume 20.
Menanggapi kejanggalan dua artikel itu, Dasco meyakini artikelnya benar-benar terbit di Ayer dan Linguistica yang terindeks Scopus dan masuk kategori jurnal bereputasi. Dia menyebutkan jurnal itu dipakai oleh banyak penulis asal Indonesia. Namun Dasco mengatakan terjadi kerusakan pada tautan artikelnya. “Link jurnal yang error di luar kendali karena sistemnya diatur penerbit,” tuturnya.
Sebagaimana artikel Dasco, artikel yang ditulis Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) 2018-2023, Muhammad Afif Hasbullah, untuk menjadi guru besar ditengarai bermasalah. Afif dikukuhkan sebagai guru besar ilmu hukum Universitas Islam Darul Ulum, Lamongan, Jawa Timur, pada Oktober 2023.
Afif menulis satu artikel di Journal of Positive School Psychology. Jurnal itu sama seperti yang dipakai Dasco dan tak ditemukan di basis data internasional mana pun. Kejanggalan pemenuhan syarat jurnal Afif bukan hanya itu. Dia punya tulisan berjudul “Legal Policies for Handling the Covid-19 Pandemic in the Perspective Emergency Law and Human Rights”. Artikelnya diklaim terbit di jurnal Italienisch Volume 12 Nomor 2 Tahun 2022.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) 2018-2023, Muhammad Afif Hasbullah, saat dikukuhkan menjadi guru besar ilmu hukum Universitas Islam Darul Ulum, Lamongan, Jawa Timur, pada Oktober 2023. kppu.go.id
Terbit di Jerman sejak 1979, nama lengkap jurnal itu adalah Zeitschrift Italienisch. Jurnal itu didedikasikan untuk mengulas bahasa dan karya sastra Italia. Topik itu jelas berbeda dengan rumpun ilmu hukum yang ditekuni Afif. Artikel Afif tak ditemukan di arsip resmi Italienisch. Basis data mencatat jurnal itu terbit dua kali pada 2022, yakni Volume 44 Nomor 87 dan Volume 44 Nomor 88.
Begitu pula artikel Afif yang disebut terbit di jurnal Dialogos. Pada lembar penilaian, Afif mengaku menulis artikel tentang pemulihan ekonomi akibat Covid-19 di Dialogos Volume 26 Nomor 1 Tahun 2022. Di jurnal berbahasa Portugis itu memang ada edisi yang diklaim Afif. Namun artikel Afif tak berjejak.
Afif berkukuh pernah menulis di Italienisch dan Dialogos. Dia membantah bila disebut memalsukan syarat jurnal internasional bereputasi untuk meraih gelar profesor, seperti yang terpampang di depan namanya dalam situs resmi KPPU. “Saya benar-benar mengirimkan artikel ke jurnal itu,” ujarnya saat dimintai konfirmasi melalui sambungan telepon pada 29 Mei 2024.
Empat artikel lain milik Afif terbit di International Journal of Cyber Criminology (IJCC) dan International Journal of Criminal Justice Science (IJCJS). IJCC dan IJCJS adalah jurnal predator yang dipakai sebelas dosen Universitas Lambung Mangkurat untuk meraih jabatan guru besar. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sedang menelusuri pelanggaran akademik dalam penggunaan jurnal tersebut. “Ada upaya merekayasa artikel,” tutur Direktur Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Lukman.
Disebut jurnal predator karena penerbit meminta penulis membayar sejumlah uang agar artikelnya dipublikasikan. Situs resmi dua jurnal itu terang-terangan meminta 2.000 pound sterling—sekitar Rp 41,5 juta—untuk penerbitan satu artikel. Yang menarik, redaksi IJCC dan IJCJS menyebut penulis dari Indonesia dikenai biaya tambahan 500 pound sterling untuk urusan penyuntingan dan penyelarasan bahasa akademik.
Afif menyatakan dia menulis di IJCC dan IJCJS atas saran para koleganya. “Saya browsing dan mendapati jurnal itu masuk Scopus sehingga saya kirim ke sana.” Dia juga mengakui membayar sejumlah uang agar artikelnya diterbitkan. Kata Afif, “Semua dikenai biaya dari penerbit.”
Anggota Dewan Penasihat Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik atau KIKA, Idhamsyah Eka Putra, menyebutkan jurnal predator diminati karena gampang menerbitkan artikel di sana. Penulis tak melewati proses penilaian sejawat alias peer review yang ketat.
Menurut Idhamsyah, penerbit jurnal predator juga memberi iming-iming dengan label terindeks Scopus, yang menjadi acuan penilaian kredit dosen di Indonesia. Doktor lulusan Johannes Kepler University, Austria, itu menyebutkan 1 persen jurnal di Scopus terindikasi predator. Ada sekitar 40 ribu jurnal yang ada di Scopus, sehingga sedikitnya 400 jurnal masuk kategori bermasalah. “Tulisan orang Indonesia paling banyak beredar di jurnal 1 persen itu,” ujarnya.
Jurnal predator seperti IJCC dan IJCJS rupanya kerap digunakan pejabat dan pesohor Indonesia. Mereka di antaranya Jaksa Agung Muda Intelijen Reda Manthovani dan Siti Nur Azizah, dosen Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Azizah, 51 tahun, tak lain adalah anak keempat Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Reda Manthovani saat dikukuhkan menjadi guru besar Universitas Pancasila, di Gedung Serba Guna Universitas Pancasila, Jakarta, 25 januari 2023. univpancasila.ac.id
Dalam berkas penilaian yang dilihat Tempo, Reda mengajukan permohonan loncat jabatan dari lektor ke guru besar. Empat artikel yang diloloskan sebagai syarat menjadi profesor itu terbit di IJCC dan IJCJS. Semuanya terbit pada 2023. Tim penilai Reda menyematkan warna hijau pada dua artikel dan label kuning pada dua tulisan lain. Tanda kuning berarti artikel itu memerlukan perbaikan.
Reda mengatakan jabatan guru besar ilmu hukum dari Universitas Pancasila ia peroleh lewat proses panjang. Dia mengaku menjadi dosen di kampus tersebut sejak 2011. Ia menyebutkan telah melalui proses verifikasi di kampus, tim penilai, hingga Kementerian Pendidikan.
Reda mengklaim artikelnya di IJCC dan IJCJS terbit sesuai dengan prosedur. Contohnya berkorespondensi dengan penerbit dan tak ada sanggahan dari Kementerian Pendidikan. Ia menyatakan banyak calon guru besar dan dosen menerbitkan artikel di dua jurnal itu. “Saya tak mengetahui apakah jurnal itu sedang dalam penyelidikan sebagai jurnal predator atau tidak,” ucapnya.
Siti Nur Azizah, putri dari Wakil Presiden Ma'ruf Amin, saat dikukuhan menjadi guru besar di Universitas Negeri Surabaya, Jawa Timur, 16 Maret 2023. wapresri.go.id
Sebagaimana Reda, Azizah bisa loncat jabatan dari lektor ke guru besar berkat artikel di IJCC dan IJCJS. Pada 19 Maret 2023, Tempo menulis polemik penganugerahan gelar profesor kepada Azizah dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Dosen Unesa ramai-ramai memprotes pemberian gelar profesor kepada Azizah karena ada sejumlah ketidakwajaran. Contohnya riwayat mengajar Azizah serta kualitas artikel ilmiahnya di IJCC dan IJCJS.
Azizah berkilah tak ada persoalan dalam pemakaian IJCC dan IJCJS. “Saya memenuhi syarat akademik dan administrasi,” katanya. Ihwal adanya biaya, ia mengakuinya untuk kepentingan publikasi, meski tak ingat nilai nominalnya. “Setiap jurnal berbeda-beda,” ujar doktor lulusan Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, tersebut.
•••
PENYELIDIKAN skandal guru besar di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, tak sekadar membongkar penggunaan jurnal predator. Tiga akademikus yang mengetahui penelusuran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bercerita, pemeriksaan itu mengungkap adanya komplotan asesor—dikenal juga sebagai tim reviewer atau penilai—yang leluasa mengatur dan mendominasi proses penilaian guru besar di Kementerian Pendidikan.
Tim asesor berwenang menilai pemenuhan syarat artikel di jurnal internasional dan kecukupan angka kredit dosen sampai memeriksa potensi pelanggaran akademik. Dengan begitu, mereka punya peran kunci untuk menentukan seorang dosen layak menjadi profesor atau tidak. Menurut data Kementerian Pendidikan, ada sedikitnya 312 profesor yang menjadi bagian tim penilai.
Dua dosen di lingkungan Kementerian Pendidikan bercerita, penyelidik internal Kementerian Pendidikan mencermati keberadaan komplotan asesor tersebut. Mereka beberapa kali menggelar rapat sepanjang April dan Mei 2024 untuk mengevaluasi kompetensi asesor dan membedah pembagian tugas penilaian.
Risalah rapat yang dibaca Tempo memuat rekomendasi agar Direktorat Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi membuat sistem untuk membagi tugas asesor secara transparan. Dokumen yang sama menerangkan hanya 142 profesor yang berkompeten menjadi bagian tim penilai. Namun catatan terpenting adalah 15 asesor dikeluarkan dari daftar tim penilai.
Direktur Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Lukman membenarkan kabar bahwa ada belasan asesor bermasalah. Mereka sudah diperiksa oleh tim internal Kementerian Pendidikan. “Kami sudah menjatuhkan sanksi,” tuturnya.
Tempo memperoleh daftar pendek asesor yang dikenai sanksi Kementerian Pendidikan dari narasumber yang ajek mengkaji penilaian guru besar. Narasumber tersebut menyatakan penilai yang dicoret itu membentuk jaringan dan cenderung meloloskan kandidat bermasalah. Saat dimintai konfirmasi ihwal nama-nama penilai itu, Lukman enggan membeberkannya.
Dalam daftar asesor yang dicoret, terdapat nama dosen Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah, Surabaya, Mokhamad Khoirul Huda, dan guru besar Universitas Padjadjaran, Ida Nurlinda. Untuk membuktikan hubungan keduanya, Tempo membaca matriks permohonan guru besar dan dokumen penilaian profesor yang disetujui pada 2023.
Huda dan Ida adalah bagian dari tim penilai guru besar Universitas Lambung Mangkurat yang belakangan menjadi persoalan. Para profesor dari ULM menggunakan jurnal predator serta ditengarai memanipulasi korespondensi dengan penerbit jurnal. Di ULM, Huda menangani delapan calon guru besar. Sedangkan Ida menilai tiga kandidat. Keduanya juga berpasangan sebagai asesor pertama dan kedua dalam penilaian lima dosen ULM.
Duet Huda dan Ida tak sebatas di ULM. Mereka, misalnya, berduet dalam menilai calon guru besar di Universitas Langlangbuana, Bandung; Universitas Tadulako, Palu; dan Universitas Negeri Yogyakarta. Mereka diduga tetap meloloskan kandidat menjadi guru besar meski tak memenuhi syarat.
Huda, contohnya. Dia menilai Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha 2018-2023, Muhammad Afif Hasbullah. Afif tercatat dua kali mengumpulkan syarat menjadi guru besar. Pada 12 Desember 2022, dia hanya melampirkan satu artikel di jurnal internasional bereputasi. Ia kemudian merevisi dokumennya pada 27 April 2023, lalu menambahkan tujuh artikel baru yang diklaim terbit di jurnal internasional bereputasi.
Penelusuran Tempo menunjukkan Huda tetap meloloskan Afif sebagai guru besar meski memberi label merah terhadap semua artikel tersebut. Huda membenarkan jika disebut pernah menolak syarat yang diajukan. Namun dia menyatakan Afif lolos setelah merevisi dokumennya. “Beliau mengajukan lagi dan akhirnya memenuhi syarat,” ucap Huda, Selasa, 4 Juni 2024.
Ihwal dugaan berkomplot dengan Ida dalam berbagai penilaian calon profesor, Huda membantahnya. Dia mengklaim tak pernah tahu identitas asesor yang menjadi mitranya. “Itu bagian dari independensi dan prinsip kerahasiaan,” ujarnya.
Sebagaimana Huda, Ida meluluskan guru besar yang ditengarai bermasalah. Contohnya dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ibnu Sina Chandranegara. Dia dikukuhkan menjadi profesor bidang hukum pada usia 33 tahun, yang disebut-sebut sebagai profesor hukum termuda di Indonesia. Di media sosial beredar poster Ibnu sebagai pembicara seminar daring mengenai strategi menjadi guru besar bagi dosen pemula.
Namun terdapat kejanggalan dalam permohonan gelar guru besar Ibnu. Empat artikelnya di jurnal internasional bereputasi ditengarai bermasalah. Ada yang diterbitkan di jurnal yang sudah tutup permanen alias discontinued, diterbitkan di jurnal tak bereputasi, dan ditulis di jurnal bidang ekonomi yang tak relevan dengan ilmu hukum.
Dimintai konfirmasi pada Selasa, 4 Juni 2024, Ibnu membantah bila syarat artikelnya disebut bermasalah. Menurut dia, ada klasifikasi khusus untuk jurnal di bidang ekonomi dan hukum. Ibnu mengklaim artikelnya terbit di jurnal yang masih relevan dengan kepakarannya. “Kapasitas saya di bidang hukum dan ekonomi,” katanya. Soal jurnal yang discontinued, Ibnu mengatakan artikel itu masih terindeks Scopus ketika diajukan sebagai syarat permohonan gelar guru besar.
Ida Nurlinda menolak diwawancarai ketika dihubungi pada awal Juni 2024. “Saya tidak bisa,” ujarnya. Juru bicara Universitas Padjadjaran, Dandi Supriadi, menyebutkan Ida telah menjelaskan kepada rektorat soal pemeriksaan asesor oleh Kementerian Pendidikan. “Bu Ida menjelaskan ke tim dari Inspektorat Jenderal Kementerian bahwa tak ada yang menyalahi prosedur saat penilaian,” tutur Dandi.
Selain Huda dan Ida, asesor yang dicoret adalah dosen Universitas Diponegoro, Semarang, Indah Susilowati. Dua akademikus dan seorang mantan pejabat tinggi Kementerian Pendidikan bercerita, Indah punya peran besar dalam penempatan asesor guru besar. Sebab, dia adalah koordinator penilai calon profesor rumpun ilmu sosial.
Indah Susilowati, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang, di kampus Binus, Jakarta, 2014. binus.ac.id
Menurut narasumber yang sama, Indah leluasa mengatur asesor karena dekat dengan bekas Direktur Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Mohammad Sofwan Effendi—yang kini mengajar di Universitas Negeri Jakarta. Sofwan diganti di tengah investigasi internal Kementerian Pendidikan soal pemberian gelar guru besar. Direktur Sumber Daya Manusia adalah pejabat yang berwenang menyetujui penugasan asesor.
Dokumen penilaian jabatan akademik yang dibaca Tempo merekam hubungan Sofwan dengan Indah. Pada 2023, ketika masih menjabat di Kementerian Pendidikan, Sofwan mengajukan permohonan kenaikan jabatan akademik dari lektor ke lektor kepala. Asesor yang menilai Sofwan adalah Indah.
Dalam catatan penilaian, Indah menyetujui satu artikel Sofwan di Jurnal Pendidikan Bisnis dan Manajemen yang diterbitkan Universitas Negeri Malang, Jawa Timur. Indah meloloskan Sofwan naik jabatan akademik ke lektor kepala per 1 Juli 2023.
Tempo mendatangi Universitas Negeri Jakarta untuk meminta tanggapan Sofwan, tapi ia belum bisa ditemui. Dihubungi melalui pesan WhatsApp pada 12 Juni 2024, Sofwan membantah jika disebut berwenang mengatur asesor. “Tim penilai ditugasi oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi,” ujarnya. Waktu itu pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dijabat Nizam.
Dalam wawancara tertulis pada 27 Juni 2024, Nizam mengklaim telah memberikan arahan kepada Direktur Sumber Daya Manusia agar menjaga integritas para asesor. Dia mengusulkan 20-30 persen anggota tim penilai diganti secara berkala. “Bila ada indikasi malpraktik, kami laporkan ke inspektorat,” kata dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu.
Indah pula yang menilai dan menyetujui loncat jabatan Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dari lektor ke guru besar. Empat akademikus yang mengetahui ketentuan penilaian calon guru besar menuturkan, penunjukan Indah yang berlatar belakang ekonomi sangat ganjil. Sebab, Dasco hendak menjadi guru besar ilmu hukum.
Dasco mengaku tak mengenal dan tak pernah bertemu dengan Indah. Menurut dia, calon guru besar dilarang bertemu dengan asesor saat proses penilaian berlangsung. “Tim penilai itu dipilih Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,” ujar Dasco.
Namun ada juga asesor yang menggelar audiensi dengan calon guru besar. Ida dan Indah termasuk di antaranya. Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ibnu Sina Chandranegara, mengakui pernah bertemu dengan Ida dalam forum klarifikasi bagi dosen yang permohonan guru besarnya ditolak. Lembar penilaian sejumlah dosen yang dibaca Tempo juga menerangkan bahwa Ida dan Indah menggelar pertemuan dengan calon profesor yang dinilai.
Di sinilah pangkal soalnya. Dua akademikus dari kampus di Yogyakarta bercerita, forum audiensi menjadi celah bagi asesor untuk bernegosiasi dengan kandidat yang bermasalah. Mereka mendengar ada istilah “menyediakan kemenyan bagi tim penilai”. Tentu saja kemenyan ini bukan dupa yang harum baunya, melainkan pelicin agar lolos menjadi guru besar.
Direktur Sumber Daya Manusia Kementerian Pendidikan Lukman mengatakan institusinya perlu waktu untuk membuktikan adanya transaksi keuangan antara kandidat dan asesor. “Kalau memang ada, kami urus semua,” tuturnya.
Tempo berusaha menemui Indah dengan mendatangi kantornya dan alamat rumah di Jalan Peres, Semarang. Alamat merujuk ke lokasi sebuah pangkalan tabung gas. Di depan pagar terpacak papan bertulisan “Agen LPG 3 Kg - PT Sapta Putra Utama”. Warga sekitar menyebutkan pangkalan gas itu milik Indah, yang kini tinggal di kawasan Tembalang, dekat kampus Universitas Diponegoro.
Indah merespons pesan yang dikirimkan ke nomor teleponnya. Dia mengatakan sudah memberikan klarifikasi kepada tim Kementerian Pendidikan. Indah menolak menjelaskan lebih detail dengan alasan sedang ada pembenahan di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. “Insyaallah saya tak melakukan seperti yang diadukan,” katanya.
Yang pasti, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim sudah mengetahui skandal pemberian guru besar ini. Tiga narasumber yang mengetahui penyelidikan internal bercerita, ada staf khusus Nadiem yang terlibat dalam berbagai rapat membahas penyelidikan kasus profesor di Universitas Lambung Mangkurat. Nadiem juga sudah menerima laporan tertulis soal komplotan asesor itu.
Pelaksana tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Tjitjik Sri Tjahjandarie, memastikan bahwa Nadiem mencermati kasus guru besar ini. “Hasil pemeriksaan tim inspektorat jenderal harus ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi,” ucap guru besar Universitas Airlangga, Surabaya, itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Skandal Profesor Para Pesohor". Tim Investigasi Skandal Guru Besar Universitas | Penanggung Jawab: Raymundus Rikang | Pemimpin Proyek: Praga Utama | Penulis: Praga Utama, Raymundus Rikang, Yosea Arga Pramudita | Penyumbang Bahan: Alyaa Alhadjri (Selangor), Anwar Siswadi (Bandung), Ardila Syakriah (Birmingham), Didit Hariyadi (Makassar), Jamal A. Nashr (Semarang), Nurhadi (Surabaya), Septhia Ryanthie (Solo), Shinta Maharani (Yogyakarta), Sunudyantoro (Jakarta) | Penyunting: Raymundus Rikang, Yandhrie Arvian | Penyunting Bahasa: Edy Sembodo, Hardian Putra Pratama, Iyan Bastian | Periset Foto: Ratih Purnama Ningsih | Desain: Rio Ari Seno