Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Beda Argumen Menangani Transshipment

Apa dampak transshipment bagi industri perikanan? Malaysia dan Indonesia beda kebijakan memandang pemindahan ikan secara ilegal ini.

28 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Praktik transshipment marak di perairan Indonesia dan Malaysia.

  • Modus pencucian ikan.

  • Malaysia dan Indonesia berbeda kebijakan menanganinya.

SEBUAH kapal patroli lepas pantai Malaysia bernama Kapal Maritim (KM) Pekan menghabiskan waktu berhari-hari di Laut Cina Selatan. Petugas sedang melacak beberapa kapal yang diduga terlibat transshipment alias pemindahan ikan secara ilegal dari kapal penangkap ikan ke kapal induk berpendingin, awal 2020. Transshipment ini, di banyak bagian dunia, dikategorikan sebagai penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUUF).

Dari anjungan kapal, Kapten Hamiludin Che Awang yang menjadi komandan KM Pekan bisa melihat 90-an kapal ikan asing di cakrawala. Banyak dari kapal itu yang terlibat transshipment di perairan Malaysia. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. Setelah menunggu sekitar dua hari, mereka terpaksa bergerak ke perairan Pahang dan Terengganu. “Kemarin kami melihat dua kapal penangkap ikan Vietnam di perairan kami. Ketika kami mendekat, mereka lari ke wilayahnya,” tuturnya, Maret lalu.

Nelayan Malaysia, Mohd. Zulhilmi Azlan, mengatakan transshipment itu bukan pemandangan aneh bagi nelayan setempat. Ia mengaku pernah melihatnya saat menyambangi bubunya di perairan Malaysia yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan. Ia melihat perahu-perahu tampak bergiliran menambatkan diri ke sebuah kapal kargo. “Mereka mentransfer sesuatu. Ketika melihat kami datang, mereka menghentikan aktivitasnya,” ujar pria 32 tahun itu.

Sejumlah negara memiliki kebijakan berbeda soal transshipment. Bagi pengusaha perikanan, hal ini dapat meningkatkan efisiensi karena kapal penangkap ikan tak perlu ke pelabuhan dan bisa transfer bahan bakar, makanan, serta awak baru. Namun ini memungkinkan kapal menghindari kontrol di pelabuhan, “pencucian ikan” yang ditangkap secara ilegal, dan berpotensi terjadi perbudakan awak dan penyelundupan. Malaysia, Cile, Pantai Gading, dan Senegal masih melarang transshipment.

Di Indonesia, transshipment pernah menjadi perhatian serius pemerintah. Praktik ini diduga marak karena banyaknya kapal eks asing—sebutan untuk kapal luar negeri yang dioperasikan perusahaan perikanan Indonesia. “Bisa disebut kapal asing karena sahamnya kebanyakan dimiliki dan dikuasai asing,” ucap Mas Achmad Santosa, mantan Koordinator Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) yang dibentuk Presiden Joko Widodo pada Oktober 2015.

Menurut analisis Satgas 115, banyak kapal eks asing melanggar hukum karena kerap tak mengaktifkan pemancar. “Mereka sengaja melakukannya agar dapat memindahkan kargo secara ilegal di perbatasan,” tutur Mas Achmad. Setelah melakukan evaluasi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 57 Tahun 2014 yang melarang transshipment. Tahun berikutnya ada kebijakan moratorium kapal eks asing yang kemudian diikuti dengan larangan investasi asing di sektor perikanan tangkap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Area perdagangan ikan yang ditangkap dari Laut Cina Selatan, di pelabuhan Tac Cau, provinsi Kien Giang, Vietnam, Agustus 2021. Vo Kieu Bao Uyen/Vietnam

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Kementerian Kelautan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono mengatakan transshipment dibolehkan sebelum 2014 dan akhirnya dikoreksi. Sebab, transshipment ke luar negeri itu membuat pihaknya tidak bisa mendata tangkapan serta stok ikan di sebuah wilayah penangkapan. “Stock assessment penting untuk membuat kebijakan berapa kapal yang diizinkan di wilayah itu,” katanya, Rabu, 25 Agustus lalu.

Peneliti perikanan dari IPB University, Suhana, mengatakan peluang terjadinya transshipment saat itu cukup besar karena pengawasan lemah. Sebagian besar pelakunya adalah kapal eks asing. Menurut dia, transshipment ke luar negeri dilakukan oleh perusahaan yang juga memiliki investasi di Indonesia. “Penangkapnya di Indonesia, cold storage-nya di Cina dan Thailand,” ujarnya.

Setelah larangan itu diberlakukan, Pung Nugroho saat menjadi Kepala Pangkalan Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Jakarta pernah menangkap kapal transshipment di dalam negeri, tapi dikomplain pengusaha. Mereka beralasan itu untuk efisiensi bahan bakar agar tak harus selalu ke pelabuhan, juga agar menjaga ikan tetap segar. Pemerintah kemudian menegaskan bahwa yang dilarang adalah transshipment ke luar negeri.

Alan F. Koropitan, Tenaga Ahli Utama Deputi I Kantor Staf Kepresidenan, mengatakan larangan investasi asing itu secara drastis menurunkan angka penangkapan ikan ilegal dan transshipment. Namun kemudian muncul kebutuhan untuk melonggarkan ketentuan transshipment itu. “FAO juga tidak melarang transshipment tapi perlu diatur,” katanya.

Transshipment akhirnya dilonggarkan lewat Peraturan Menteri Nomor 58 Tahun 2020. Aturan itu membolehkan transshipment di dalam negeri dengan sejumlah ketentuan. Di antaranya menyerahkan ikan ke kapal pengangkut mitranya. Menurut Pung Nugroho, Kementerian berencana merevisi aturan itu. Rencananya, kapal yang menangkap ikan di Arafura harus bongkar-muat di wilayah Maluku, bukan di Jakarta. “Supaya ada efek ekonominya ke masyarakat setempat.”

KRISNA PRADIPTA (INDONESIA) DAN ALIZA SHAH (MALAYSIA) BERKONTRIBUSI DALAM ARTIKEL INI.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus