Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STRUKTUR baru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan belum terang benar, meski Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara sudah membuat skemanya. Namun seabrek kekhawatiran sudah membayangi para pegiat lingkungan hidup atas keputusan Presiden Prabowo Subianto memecah kembali Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Parid Ridwanuddin menyebut kasus Sumardi sebagai contoh dampak ketidakjelasan tugas dan fungsi dua kementerian baru tersebut pada masa transisi pemerintahan. Sumardi, 63 tahun, adalah petani di Desa Rantau Bakula, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Pada Senin, 28 Oktober 2024, jaksa penuntut umum membacakan tuntutan 5 bulan penjara terhadap Suwardi dengan tuduhan telah mengancam operator buldozer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus yang menimpa Sumardi itu berawal dari kejadian pada akhir April 2024. Kala itu, alat berat yang ditengarai milik salah satu perusahaan tambang di Kalimantan Selatan merangsek ke ladang Sumardi tanpa pemberitahuan. Sekitar 3.000 batang tanaman singkong dan 47 batang pisang siap panen milik Sumardi rata dengan tanah. Tindakan Sumardi yang memprotes penggusuran paksa itu berbalas pelaporan ke polisi dengan tudingan pengancaman.
Parid menilai kasus tersebut sebagai kriminalisasi terhadap masyarakat yang memperjuangkan haknya. Karena itu, kata dia, Sumardi semestinya dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa.
“Seharusnya Sumardi mendapatkan perlindungan sebagai pejuang lingkungan hidup seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2024," kata Parid kepada Tempo, Senin, 4 November 2024.
Peraturan yang dimaksudkan Parid berisi tentang perlindungan hukum bagi orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Regulasi baru ini diteken pada 30 Agustus 2024 oleh Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat itu. Kalangan pegiat lingkungan hidup menilai peraturan ini sebagai langkah maju, kendati implementasinya masih menjadi tanda tanya.
Persoalannya, rencana penerapan sejumlah ketentuan dalam peraturan Menteri LHK tersebut lebih dulu menghadapi tantangan. Presiden Prabowo memutuskan mengubah nomenklatur sejumlah kementerian dan lembaga di struktur kabinet barunya. KLHK dipecah lagi seperti pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kementerian Lingkungan Hidup terpisah dari Kementerian Kehutanan.
"Lalu bagaimana mekanisme pelindungan pejuang lingkungan hidup akan dijamin oleh pemerintah?" ujar Parid.
Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2024 mengatur beberapa kewenangan menteri dalam pelindungan terhadap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup. Permohonan pelindungan, misalnya, diajukan kepada menteri yang selanjutnya akan melakukan beberapa langkah, termasuk membentuk tim penilai atas tindakan sejumlah pihak yang mengancam para pejuang lingkungan hidup, baik pelaporan perdata maupun pidana.
Menteri, dalam peraturan tersebut, juga diberi amanat untuk berkoordinasi dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan penegak hukum ihwal perlindungan hukum. Menteri kemudian dapat mengevaluasi kinerja perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan hidup.
Persoalannya, regulasi itu menyatakan bahwa menteri yang dimaksudkan adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan—yang saat ini terpisah. "Jadi siapa yang kelak bertanggung jawab atas tugas-tugas tersebut?" kata Parid.
Menurut Parid, ketidakjelasan kewenangan seiring dengan pembentukan dua kementerian hasil pemisahan KLHK juga akan berdampak pada beberapa urusan lain. Dia mencontohkan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang ada kemungkinan akan terus berulang di kemudian hari. "Siapa yang bertanggung jawab dalam pencegahan dan penegakan hukumnya nanti?" kata Farid. Dia khawatir Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan akan sering saling lempar tanggung jawab atas berbagai persoalan dengan dalih adanya irisan kewenangan.
Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, 3 Oktober 2024. TEMPO/Ilham Balindra
Struktur Kementerian Baru Beredar
Prabowo Subianto membentuk Kabinet Merah Putih dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 140 Tahun 2024 tentang Organisasi Kementerian Negara, yang dikukuhkan pada 21 Oktober 2024. Terdapat tujuh kementerian koordinator, 3 kementerian kelompok I, 24 kementerian kelompok II, dan 12 kementerian kelompok III dalam kabinet baru tersebut. Sejauh ini belum ada Peraturan Presiden (Perpres) yang mengesahkan struktur organisasi baru pada setiap kementerian yang sudah dipecah.
Kementerian Lingkungan Hidup, yang dipimpin Menteri Hanif Faisol Nurofiq, masuk ke dalam kelompok III yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program. Adapun Kementerian Kehutanan, yang dipimpin Menteri Raja Juli Antoni, berada di kelompok II yang menangani urusan pemerintahan dalam ruang lingkup yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Pemerintah, melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, telah membahas organisasi baru tersebut digelar pekan lalu. Tidak hanya membicarakan struktur, rapat juga mengidentifikasi pembagian tugas dan fungsi masing-masing kementerian, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan.
Merujuk dokumen rapat yang diperoleh Tempo, Menteri Hanif dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono akan dibantu tujuh pejabat eselon I. Struktur eselon I yang dimaksud meliputi sekretariat jenderal; inspektorat jenderal; deputi bidang tata lingkungan dan sumber daya alam berkelanjutan; deputi bidang pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan; deputi bidang pengelolaan sampah, limbah, dan bahan berbahaya dan beracun; deputi bidang pengendalian perubahan iklim dan tata kelola nilai ekonomi karbon; serta deputi bidang penegakkan hukum lingkungan hidup.
Struktur organisasi Kementerian Lingkungan Hidup juga akan dilengkapi empat staf ahli setingkat eselon I. Empat staf ahli itu terbagi dalam bidang hubungan antar lembaga pusat dan daerah; bidang hubungan internasional dan diplomasi lingkungan; bidang kelestarian sumber daya keanekaragaman hayati dan sosial budaya; serta bidang sumber daya pangan, sumber daya alam, energi dan mutu lingkungan.
Sementara itu, rancangan struktur organisasi eselon I Kementerian Kehutanan lebih gemuk, berisi sekretariat jenderal, inspektorat jenderal, tujuh direktorat jenderal, dan empat staf ahli. Tujuh direktorat jendeal mencakup direktorat jenderal planologi kehutanan; direktorat jenderal konservasi sumber daya alam dan ekosistem; direktorat jenderal penegakan hukum kehutanan; direktorat jenderal pengelolaan daerah aliran sungai dan rehabiitasi hutan; direktorat jenderal pengelolaan hutan lestari; direktorat jenderal perhutanan sosial; serta badan penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia.
Team Leader Forest Campaigner Greenpeace, Arie Rompas, menilai pemisahan dua kementerian tersebut sekilas bagus. Masalahnya, tugas-tugas penegakan hukum dalam kejahatan lingkungan hidup justru akan diabaikan bila Kementerian Lingkungan Hidup tidak menjadi setingkat kementerian koordinator. “Seharusnya kan kementerian ini menjadi koordinator agar bisa melakukan pencegahan dan penegakan hukum,” ucap Arie.
Pertimbangan Arie adalah Kementerian Lingkungan Hidup seharusnya diberi kewenangan kuat untuk menegakkan hukum. Tujuan utamanya adalah mencegah eksploitasi sumber daya alam oleh pemerintah dan korporasi untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Justru Kementerian Lingkungan Hidup dibangun dengan mempreteli kewenangannya di daerah dalam urusan penegakan hukum.
Arie menilai pemisahan Kementerian Lingkungan Hidup lebih banyak didasari pembagian jabatan kepada kolega politik Presiden. Dia merujuk pada laporan majalah Tempo edisi 13 Agustus 2023 bertajuk “Kontroversi Pengangkatan Dirjen Planologi KLHK”. Saat itu Hanif, yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan, ditunjuk menjadi pejabat eselon I KLHK karena diduga punya kedekatan dengan pengusaha tambang Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam.
Karena pelbagai pertimbangan tersebut, Arie tak yakin Kementerian Lingkungan Hidup dapat berakselerasi melakukan tugas-tugas pelindungan lingkungan hidup. Dia menduga kasus-kasus yang selama ini mangkrak bakal tak tertangani. Arie mencontohkan mandeknya upaya eksekusi perkara perdata berupa ganti rugi dan biaya pemulihan sekitar Rp 20 triliun oleh korporasi atas kasus karhutla selama ini.
Selain masalah tersebut, Arie ragu akan komitmen pemerintah dalam menindak kejahatan lingkungan hidup di sektor lain. Hal ini berkaca pada pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja yang menggerus kewajiban korporasi dalam menyusun analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal. Di samping itu, pemerintah turut menghapus kewajiban perusahaan memperoleh izin lingkungan sebelum beroperasi merusak lingkungan.
Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq (kiri) dan Wakilnya Diaz Hendropriyono hadir dalam Serah Terima Jabatan Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan (KLHK) di Kantor KLHK, Jakarta, 22 Oktober 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Langkah Awal Menteri Hanif
Meski kerja-kerjanya diragukan, baru-baru ini Menteri Hanif memimpin operasi penyegelan tempat pembuangan sampah (TPS) di Limo, Cinere, Depok, pada Senin, 4 November 2024. Hanif menyegel TPS liar itu bersama Direktur Jenderal Penegakan Hukum Rasio Ridho Sani. Menurut Hanif, TPS liar itu juga berkontribusi terhadap polusi udara. "Ada yang disebut particular matters, besarnya hanya kurang dari 2,5 milimikron atau 30 persen dari rambut kita," katanya.
Hanif saat ini tengah berfokus memetakan penyebab polusi udara agar bisa ditangani secara bertahap. Dia mengatakan 31 persen sumber utamanya masih berasal dari kendaraan bermotor di Jakarta. Hanif juga menyebutkan polusi udara dapat memicu penyakit jantung, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), hingga kematian bayi. Total potensi kerugiannya bisa mencapai Rp 52 triliun.
Ditemui Tempo pada Selasa, 22 Oktober 2024, Hanif menceritakan bagaimana ia ditunjuk Presiden Prabowo untuk memimpin kementeriannya. Menurut dia, tugas-tugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mesti dipisah karena Prabowo ingin mengakselerasi program kerja sekaligus tetap berupaya menjaga lingkungan hidup. “Saya diminta menjaga khusus untuk lingkungannya,” tutur Hanif.
Menurut dia, pemisahan kementerian tidak akan menciptakan masalah dan justru kerja-kerjanya akan makin fokus dalam mencapai target. Terlebih, sektor kehutanan dan lingkungan hidup memiliki cakupan yang besar sehingga diperlukan pemisahan kerja. Meski begitu, dia tak memungkiri penambahan jumlah kementerian baru akan membebani anggaran negara.
Adapun ihwal pelayanan kepada masyarakat, Hanif menjamin akan tetap berjalan seperti seharusnya. Dia juga tidak membentuk direktorat baru sehingga proses pemisahan dapat dilakukan dengan mudah. Hanif menyebutkan lembaganya akan terdiri atas lima direktorat jenderal yang mengatur hal-hal substansial, seperti direktorat tata lingkungan, perubahan iklim, penegakan hukum, masalah sampah, dan pengendalian. Di samping itu, Hanif akan memiliki dua eselon pendukung, ditambah jabatan sekretaris jenderal dan inspektorat jenderal.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Irsyan Hasyim dan Erwan Hermawan berkontribusi dalam penulisan artikel ini