Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERBITNYA Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja membuka keran impunitas bagi ribuan korporasi perkebunan sawit dan tambang. Mereka diampuni dari segala aktivitas pembabatan kawasan hutan tanpa izin dengan hanya membayar denda administratif. Pengampunan penggangsiran hutan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan itu memperkenankan perusahaan tambang yang tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) dan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) diampuni melalui skema pembayaran denda. Persoalannya, penghitungan tarif denda disinyalir bermasalah lantaran denda yang dibayarkan tidak sesuai dengan luas kerusakan hutan. Ditengarai denda administratif tidak bisa memulihkan lingkungan yang rusak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan memberi penjelasan kepada Avit Hidayat, Yohanes Paskalis, dan Mutia Yuantisya dari Tempo tentang pemberlakuan mekanisme pemberian sanksi administratif tersebut.
Bagaimana KPK dan tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) terlibat dalam pemutihan tambang tanpa izin di kawasan hutan?
Metode denda administratif adalah upaya penyelesaian atas berbagai kekacauan di masa lalu, terhadap perusahaan-perusahaan yang menambang di kawasan hutan tanpa izin. Kami berkontribusi membantu Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono menganalisis perusahaan-perusahaan bermasalah agar segera diterbitkan surat keputusan tagih dan dimasukkan ke surat keputusan data dan informasi sesuai dengan prosedur. Menagih denda kan ada konsekuensinya, tidak bisa main tuduh offside masuk kawasan hutan, karena harus disepakati dulu oleh semua pihak dengan didasari bukti-bukti yang ada.
Bagaimana metode verifikasi dan validasi denda terhadap perusahaan tambang bermasalah?
Tim Stranas PK telah melakukan analisis spasial atas tambang dalam kawasan hutan di seluruh Indonesia dengan melakukan overlay berdasarkan peta aktivitas pertambangan. Kemudian ditampal menggunakan peta kawasan hutan, peta persetujuan penggunaan kawasan hutan, peta izin usaha pertambangan, dan peta batas wilayah administrasi. Analisis kami memuat luasan dan lokasi pertambangan dan menyorot kegiatan pemegang IUP tapi tidak memiliki IPPKH dan kegiatan pertambangan yang tidak memiliki IUP dan IPPKH.
Bagaimana progres pendataan terhadap penarikan denda administratif tersebut?
Data tambang dalam kawasan hutan relatif lebih terkonsolidasi dibanding data sawit dalam kawasan hutan. Pada September 2023, kami melakukan rapat koordinasi untuk menyelesaikan soal tambang dalam kawasan hutan di lima provinsi, yakni Riau, Kalimantan Timur (termasuk Ibu Kota Nusantara), Kalimantan Tengah, Papua, dan Sulawesi Barat. November-Desember, kami menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, KLHK, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kemudian saat ini kami sedang melakukan analisis penutupan lahan tambang dalam kawasan hutan bersama KLHK.
Benarkah sudah ada ratusan tambang yang teridentifikasi melanggar dan dikenai sanksi administratif?
Kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tercatat mencapai 370.410 hektare yang dikuasai 521 perusahaan. Dari jumlah tersebut, perusahaan yang telah memegang IPPKH sebanyak 299 korporasi di atas 105.037 hektare kawasan hutan. Kemudian terdapat 500 perusahaan dengan luas tambang 265.373 hektare tidak memiliki IPPKH. Dari tambang yang tak memiliki IPPKH, 62.737 hektare memiliki IUP tapi tidak memegang izin kawasan hutan. Sedangkan 202.637 hektare sisanya tercatat tidak memiliki IUP dan IPPKH sehingga tidak teridentifikasi.
Bagaimana mekanisme penghitungan nilai denda yang harus dibayarkan tiap perusahaan bermasalah?
Mekanisme penghitungan merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 dan Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 662 Tahun 2023 yang mengatur tarif denda. Ketika perusahaan tidak menyampaikan laporan keuangan atau unaudited, tarif denda pelanggaran di kawasan hutan produksi adalah Rp 35 juta atau 10 kali bayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Adapun denda pelanggaran di kawasan hutan lindung atau konservasi Rp 40 juta atau 10 kali bayar PNBP. Setiap nilai itu kemudian dikalikan dengan tarif denda tutupan hutan sesuai dengan hasil penelaahan, yakni berdasarkan 20 persen, 40 persen, atau 60 persen kerapatan pohon yang telah hilang.
Sudah ada berapa perusahaan tambang yang telah memenuhi kewajiban membayar denda pemutihan?
Pada 2021, pemerintah sudah menetapkan sanksi terhadap enam perusahaan. Setahun berikutnya ada 18 perusahaan. Kemudian pada 2023 sebanyak 70 perusahaan dan 2024 ada 4 perusahaan. Dari jumlah tersebut, ada 60 perusahaan yang sudah membayar denda administratif dengan nilai Rp 392,04 miliar. Sisanya 38 perusahaan dengan potensi denda mencapai Rp 699,8 miliar. Data tersebut terus bergerak karena masih terdapat subyek hukum yang belum masuk surat keputusan data dan informasi KLHK.
Bagaimana tanggung jawab perusahaan terhadap kerusakan lingkungan yang diakibatkannya?
Pada kawasan hutan produksi, kewajiban pemulihan ekosistem hutan dibebankan kepada subyek hukum dan dimuat dalam persyaratan persetujuan penggunaan kawasan hutan. Sedangkan pada kawasan hutan konservasi atau lindung, kewajiban pemulihan ekosistem hutan dibebankan kepada subyek hukum dan dimuat dalam surat keputusan pengenaan sanksi administratif. Kemudian dilakukan kegiatan suksesi alami, revegetasi, rehabilitasi, restorasi ekosistem. Adapun pembiayaan pemulihan dibebankan kepada perusahaan yang didenda.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tidak Bisa Main Tuduh Masuk Kawasan Hutan"