Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memastikan bahwa gempa tektonik yang terjadi di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, tidak berdampak pada aktivitas vulkanik di Gunung Ciremai. Hal ini diungkapkan oleh Ketua PVMBG Pos Pengamatan Gunung Ciremai, Jajat Sudrajat, yang menegaskan bahwa kondisi Gunung Ciremai tetap normal dan tidak terpengaruh oleh gempa. “Sejauh ini hasil pengamatan kami, kondisi Gunung Ciremai tetap normal dan tidak terpengaruh dengan peristiwa gempa,” kata Jajat Sudrajat di Kuningan, Sabtu, 27 Juli 2024.
Dari hasil pemantauan yang dilakukan, Gunung Ciremai terpantau dalam kondisi normal tanpa adanya aktivitas vulkanik yang membahayakan. Jajat menjelaskan bahwa gempa tektonik di Kuningan terjadi sebanyak tiga kali, dengan guncangan terakhir yang dirasakan pada Jumat, 26 Juli 2024, memiliki kekuatan 3,9 magnitudo.
Gempa tersebut diduga disebabkan oleh aktivitas tektonik pada sesar Baribis, bukan oleh kegiatan vulkanik di Gunung Ciremai. Pusat gempa juga berada cukup jauh dari Gunung Ciremai, sekitar 15 kilometer di kawasan Darma, Kuningan.
“Sampai kejadian gempa terakhir itu, jenis gempa vulkanik belum terekam di seismograf kami. Untuk saat ini aman, karena gempa kemarin itu kemungkinan akibat aktivitas sesar Baribis,” tambah Jajat, dikutip dari Antara.
Mengenal Seismograf
Dilansir dari see.leeds.ac.uk, gempa bumi terjadi ketika patahan tergelincir atau magma membelah kerak bumi dan menghasilkan gelombang seismik yang merambat melalui Bumi, mirip dengan riak air yang terbentuk ketika batu dijatuhkan ke dalam air. Untuk merekam gelombang seismik ini, digunakan alat yang disebut seismograf.
Seismograf terdiri dari dua bagian utama, yaitu seismometer dan alat perekam. Seismometer bertugas mendeteksi dan mengukur gelombang pergerakan tanah. Alat ini berisi bobot dan pena yang terhubung ke pegas.
Seismograf dipasang dengan kokoh ke tanah sehingga saat terjadi gempa, alat ini bergerak bersama tanah, sedangkan bobot dan pena tetap diam. Pena tersebut kemudian bergerak melintasi kertas yang berputar, mencatat gelombang seismik. Hasil rekaman ini disebut seismogram, yang digunakan untuk menganalisis gempa bumi.
Cara Kerja Seismograf
Dikutip dari NSF Seismological Facility for the Advancement of Geoscience (SAGE), seismograf bekerja berdasarkan prinsip inersia, yaitu benda yang diam cenderung tetap diam kecuali ada gaya yang mempengaruhinya.
Dalam hal ini, bobot cenderung tetap diam sementara rangka dan drum bergerak. Seismometer yang digunakan dalam studi gempa bumi sangat sensitif terhadap gerakan tanah, bahkan gerakan sekecil 1/10.000.000 sentimeter dapat terdeteksi di lokasi yang sangat tenang.
Selama gempa bumi, gelombang seismik mencapai seismograf terdekat terlebih dahulu dan kemudian yang lebih jauh. Informasi ini digunakan untuk menentukan lokasi gempa. Misalnya, jika gelombang seismik tiba lebih dulu di satu stasiun, maka stasiun tersebut adalah yang terdekat dengan pusat gempa. Dengan mengestimasi lokasi awal, kita bisa menghitung waktu kedatangan gelombang seismik di stasiun lain untuk mengkonfirmasi lokasi gempa.
Di sisi lain, seismograf modern telah menggunakan teknologi elektronik. Alih-alih menggunakan pena dan drum, gerakan relatif antara bobot dan rangka menghasilkan tegangan listrik yang direkam oleh komputer.
Dengan mengatur pegas, bobot, dan rangka, seismometer dapat merekam gerakan dalam semua arah. Selain itu, seismometer modern juga mampu merekam gerakan tanah yang disebabkan oleh berbagai sumber alami dan buatan manusia, seperti angin, lalu lintas kendaraan, dan ombak di pantai.
PUTRI SAFIRA PITALOKA | ABDUL MANAN | ZACHARIAS WURAGIL | NURHADI
Pilihan Editor: BMKG Jelaskan Riwayat Gempa Sesar Ciremai yang Kembali Guncang Kuningan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini