Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membangun tower gas rumah kaca (GRK) beserta pos pemantauan GRK di sejumlah wilayah di Indonesia untuk memberikan data yang lebih akurat dalam mewujudkan target Net Zero Emission 2060.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"BMKG tengah mengembangkan program Global Greenhouse Gas Watch (G3W) dan Integrated Global Greenhouse Gas Information System (IG3IS) untuk membantu upaya menekan emisi dan serapan gas rumah kaca berdasarkan observasi dan sains terkini," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam siaran pers peresmian Tower GRK 100 meter di Jambi, 19 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peresmian Tower 100 meter Pemantauan GRK Terintegrasi yang berlokasi di Stasiun Klimatologi Jambi tersebut dihadiri secara daring oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
Peluncuran Tower 100 meter Pemantauan GRK Terintegrasi di Jambi juga menjadi acara puncak dari rangkaian peringatan Hari Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Hari MKG) ke-77 dan kegiatan menyambut HUT ke-79 Republik Indonesia.
Global Greenhouse Gas Watch (G3W) dan Integrated Global Greenhouse Gas Information System (IG3IS) merupakan program yang diinisiasi Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), untuk memantau dan melaporkan konsentrasi dan flux gas rumah kaca secara global.
Menurut Dwikorita, fenomena perubahan iklim semakin mengkhawatirkan, yang ditandai dengan suhu udara yang lebih panas, terganggunya siklus hidrologi, hingga maraknya bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia. Perlu upaya lebih dan konsisten dari seluruh negara untuk menahan laju perubahan iklim tersebut.
Dwikorita mengatakan, dalam Global Risks Perception Survey (GRPS) 2024 yang dirilis World Economic Forum, terungkap bahwa ancaman risiko yang paling dikhawatirkan responden adalah cuaca ekstrem yang berimbas pada ketidakpastian global. Sebab, itu akan menganggu rantai pasok barang dan sumber daya penting seperti makanan serta energi.
Kekhawatiran akan cuaca ekstrem ini, kata Dwikorita, jauh lebih tinggi dibandingkan terhadap misinformasi dan disinformasi akibat artificial intelligence (AI), polarisasi sosial dan politik, krisis biaya hidup, serangan siber, dan pelemahan ekonomi.
"Sementara khusus untuk jangka pendek atau kurun waktu 2 tahunan, cuaca ekstrem menempati posisi kedua sebagai risiko tertinggi yang dikhawatirkan. Sedangkan untuk jangka panjang atau 10 tahun, risiko yang paling mengkhawatirkan bagi para pelaku ekonomi adalah fenomena cuaca ekstrem," kata Dwikorita.
Apabila perubahan iklim tidak mendapatkan perhatian serius, tambah Dwikorita, maka proyeksi Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengenai krisis pangan global dan bencana kelaparan di tahun 2050 dapat menjadi kenyataan.
Dwikorita menjelaskan, data dan informasi Gas Rumah Kaca (GRK) yang terintegrasi ini berkontribusi penting untuk kepentingan Global, sebagai representasi pemantauan dari wilayah ekuatorial tropis. Informasi ini dapat digunakan untuk dasar perencanaan pengelolaan wilayah, maupun dasar pengambilan keputusan untuk mendukung pembangunan yang rendah karbon.
Sistem informasi terintegrasi global ini, kata Dwikorita, dibangun sebagai jaringan yang terdiri dari beberapa Tower Pemantau GRK setinggi 100 meter, yang dilengkapi dengan sensor meteorologi yang berfungsi melakukan pemantauan di tiga titik ketinggian, yaitu masing-masing 30 meter, 70 meter, dan 100 meter.
Deputi Bidang Klimatologi, Ardhasena Sopaheluwakan menuturkan, Tower GRK 100 meter di Jambi adalah tower kedua dengan ketinggian 100 meter dan merupakan perluasan jaringan pengamatan Tower Tinggi 100 meter pertama di Bukit Kototabang, Sumatera Barat yang telah diresmikan Maret 2023 lalu.
Saat ini BMKG telah melakukan pemantauan GRK di enam lokasi. Tiga lokasi sebagai daerah background (pengamatan udara bersih yang jauh dari pengaruh aktivitas manusia), yaitu di Bukit Kototabang di Sumatera, Lore Lindu Bariri di Sulawesi, dan Sorong di Papua.
Dua lokasi lainnya sebagai representasi pengamatan daerah urban dilakukan di BMKG Pusat di Jakarta dan Cibeureum di Bogor. Pemantauan di Muaro Jambi difungsikan untuk pengamatan jangka panjang interaksi yang kuat antara atmosfer dan ekosistem hutan di Sumatera dan pengamatan daerah yang terdampak oleh kebakaran hutan dan lahan.