Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu pemohon gugatan iklim di Pengadilan Zug, Swiss, dari Pulau Pari, Asmania, menyerukan keadilan iklim dalam sebuah konferensi internasional yang diselenggarakan di Bonn, Jerman. Asmania menyuarakan tuntutannya kepada Holcim yang berbasis di Zug, serta perusahaan multinasional penghasil gas karbon dioksida besar di dunia lainnya, untuk menurunkan emisinya tersebut secara signifikan lalu membayar dana adaptasi dan dana loss and damage akibat perubahan iklim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami menyerukan kepada Holcim untuk menurunkan emisinya sebesar 69 persen sampai dengan 2024,” kata Asmania yang hadir daring di konferensi tersebut, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Rabu 24 Juli 2024. Konferensi digelar atas kerja sama Friend of the Earth International, European Center for Constitutional and Human Rights (ECCHR), HEKS, Walhi, Forum Peduli Pulau Pari, dan Perempuan Pulau Pari pada 14 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asmania menjelaskan bahwa krisis iklim akibat emisi dari para perusahaan multinasional yang dikenal sebagai carbon major itu telah menyumbang kehilangan dan kerugian ekonomi yang dia dan masyarakat lainnya di Pulau Pari alami. Secara spesifik, Asmania menyebut krisis iklim telah memukul usaha budidaya ikan kerapu dan rumput laut yang selama ini dikelola bersama suaminya.
Dia menunjuk suhu air lut yang semakin hangat, menyebabkan ikan-ikan yang dibudidayakannya tak bertahan hidup. Jika dulu Asmania bisa mendapat hasil Rp 30-50 juta sekali musim panen, saat ini disebutnya merosot jauh. "Rumput laut juga begitu. Saat ini kami sudah berhenti membudidayakannya arena air laut terus menghangat,” katanya.
Pendapatan ekonomi yang diandalkannya dari mengelola pariwisata berupa homestay, kapal snorkling, dan lainnya juga merugi. Banyak wisatawan yang membatalkan pemesanan karena cuaca ekstrem semakin sering, juga banjir dari laut atau rob di Pulau Pari.
Banjir akibat rob yang merendam Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Senin-Selasa, 16-17 November 2020. Foto/Istimewa
Menurut Asmania, semua catatan kerugian yang ia alami akibat krisis iklim telah tercatat dengan sangat baik di Pengadilan Zug, Swiss. “Kami bahkan telah menyampaikan bukti-bukti baru ke pihak pengadilan Zug,” katanya menambahkan.
Ia menyampaikan terima kasih kepada semua yang mendukung gugatan iklim Pulau Pari sampai akhirnya majelis hakim di Zug memutuskan bahwa gugatan yang dibawa oleh masyarakat dari negara selatan, khususnya Indonesia, diterima dan diproses menggunakan hukum Swiss. Dalam putusannya yang lain, majelis hakim yang sama menolak permintaan agar Holcim membayar biaya pengadilan. Tapi hakim juga tak membebani Asmania dkk selaku penggugat, melainkan meminta pemerintah Swiss untuk mengcover-nya.
“Alhamdulillah, kami tidak harus membayar uang dalam jumlah yang sangat besar. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terus mendukung kami,” katanya.
Bola Salju Gugatan Iklim Pulau Pari
Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Nasional, menjelaskan bahwa Pulau Pari merupakan salah satu contoh pulau kecil di Indonesia yang telah terdampak krisis iklim. Menurut dia, sudah ada sebanyak 6 pulau kecil lainnya di Kabupaten Kepulauan Seribu hilang akibat krisis iklim.
"Di provinsi lainnya, telah banyak pulau-pulau kecil yang tenggelam juga. Kita semua harus peka dengan persoalan besar ini,” kata Parid kepada Tempo, Selasa 23 Juli 2024.
Itu sebabnya dia menilai gugatan iklim yang ditempuh Asmania dan tiga penggugat lain dari Pulau Pari merupakan langkah penting bagi keselamatan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. “Hal ini ditempuh karena upaya hukum biasa takkan mampu mendorong perubahan secara mendasar dan signifikan,” katanya.
Sebagai organisasi yang mendukung penuh gugatan iklim Pulau Pari, Walhi juga menilai langkah hukum di Pengadilan Zug-Swiss telah memberikan pengaruh besar bagi diskursus keadilan iklim. Banyak pihak, menurut Parid, ingin melakukan pola gugatan serupa.
“Gugatan Iklim Pulau Pari, sedang dan akan menjadi bola salju yang terus membesar, bagi pihak yang terdampak krisis iklim," katanya sambil menambahkan, "Gugatan iklim Pulau Pari akan menjadi contoh penting gerakan keadilan iklim, baik di Indonesia maupun di global south.”
Dukungan juga datang dari konferensi internasional di Bonn yang baru berlalu. Yvan Maillard, pakar iklim dari kelompok HEKS yang berpusat di Swiss, menyebut sangat penting bagi masyarakat di negara-negara Selatan untuk mendapatkan akses terhadap keadilan. "Terutama terhadap perusahaan-perusahaan raksasa seperti Holcim yang memikul tanggung jawab besar terhadap krisis iklim dengan 7,3 miliar ton emisi CO2," kata Parid menirukan.
Theresa Mockel, yang bekerja untuk isu keadilan iklim dan lingkungan untuk ECCHR dari Jerman, mengatakan bahwa gugatan dari Pulau Pari mempertanyakan sistem ekonomi yang didasarkan pada bahan bakar fosil dan praktik-praktik intensif emisi lainnya seperti Holcim. "Gugatan ini mengungkap ketidakberlanjutan sistem ini dengan mengembalikan biaya-biaya kepada mereka yang bertanggung jawab atas biaya-biaya tersebut."
Sara Shaw dari Friend of the Earth International, menyebutkan bahwa gugatan iklim semakin menjadi alat penting yang digunakan oleh para penggiat iklim di seluruh dunia. "Ini merupakan jalur lain, di samping kampanye dan advokasi untuk menantang kekuatan perusahaan yang mencemari planet bumi."
Pilihan Editor: Windows Blackout 8,5 Juta Perangkat Komputer di Dunia, CrowdStrike Jelaskan Apa yang Terjadi