Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

olahraga

Emas Paralimpiade Paris Leani Ratri Oktila dan Hikmat Ramdan

Leani Ratri Oktila dan Hikmat Ramdani bangkit dari kecelakaan dan meraih emas di Paralimpiade Paris 2024.

22 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANGIS Leani Ratri Oktila pecah setelah memastikan bahwa ia bersama Hikmat Ramdani menang dalam nomor ganda campuran di babak final cabang olahraga para-badminton di Paralimpiade Paris 2024. Mereka mengalahkan sesama wakil Indonesia, Khalimatus Sadiyah/Fredy Setiawan, dalam laga yang berlangsung di La Chapelle Arena, Paris, Prancis, Senin, 2 September 2024, itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ratri mengambil bendera Merah Putih yang biasa ia taruh di tas raketnya dan membentangkannya di arena. Ia lalu memeluk Hikmat. Momen haru berlanjut ketika lagu “Indonesia Raya” berkumandang. Saat Ratri dan Hikmat memberi hormat kepada Sang Dwiwarna, air mata mengalir di pipi mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berkat kemenangan ini, Indonesia meraih satu-satunya medali emas di kejuaraan itu. “Ketika bendera Indonesia berkibar dan lagu ‘Indonesia Raya’ berkumandang, itu menjadi misteri yang membuat saya bangga,” ujar Ratri kepada Tempo pada Senin, 9 September 2024.

Paralimpiade Paris diikuti lebih dari 4.400 atlet dari 168 delegasi yang bertanding di 22 cabang olahraga. Indonesia mengirim 35 atlet untuk 10 cabang olahraga—melebihi keinginan Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia mengirim 28 atlet saja. Kontingen yang dipimpin Chef de Mission Reda Manthovani itu akhirnya menempati urutan ke-50 dengan mengoleksi 1 medali emas, 8 perak, dan 5 perunggu.

Cabang olahraga para-bulu tangkis menjadi yang paling banyak menyumbangkan medali untuk Indonesia dengan total delapan medali. Tim boccia berada di peringkat kedua dengan empat medali. Tim atletik memberi tambahan dua medali. Ini merupakan rekor baru bagi kiprah Indonesia di kejuaraan empat tahunan tersebut.

Bagi Ratri, medali emas ini merupakan raihan ketiga secara beruntun di Paralimpiade. Sebelumnya dia memenangi medali di nomor ganda putri saat berpasangan dengan Khalimatus Sadiyah dan di nomor ganda campuran kala berpasangan dengan Hary Susanto di Paralimpiade Tokyo 2020.

Tumbuh dalam keluarga atlet, Ratri mengawali karier saat duduk di bangku sekolah dasar. Perempuan yang lahir di Kabupaten Kampar, Riau, 6 Mei 1991, itu mengatakan ayahnya, Mujiran, 70 tahun, dan ibunya, Gina Oktober, 56 tahun, sengaja “menceburkan”-nya ke dunia bulu tangkis.

Dari Mujiran, kebiasaan Ratri membawa bendera Merah Putih muncul. Motivasinya selalu berlipat ganda apabila ia melihat bendera itu di tasnya. Didikan keras sang ayah juga membuat Ratri menjadi atlet yang berdisiplin. “Saya berani melawan rasa jenuh dan malas agar bisa berprestasi,” katanya.

Ratri remaja rajin mengikuti lomba di tingkat nasional ataupun daerah. Namun kecelakaan sepeda motor pada 2011 mengubah jalan hidupnya. Saat itu ia berusia 21 tahun. Kecelakaan tersebut membuat kaki dan tangan kirinya patah sehingga kakinya panjang sebelah. Kaki kirinya lebih pendek 7 sentimeter daripada kaki kanan.

Kondisi itu membuat orang tua Ratri menentang keinginannya terus berkarier di dunia tepok bulu. “Keluarga tidak mau saya dianggap memiliki disabilitas,” ucap Ratri. Namun, setelah dapat meyakinkan keluarganya, ia pun makin yakin melangkah.

Ratri memulai perjalanan barunya sebagai atlet para-bulu tangkis dalam Pekan Paralimpiade Nasional di Riau pada 2012. Keluar sebagai juara, dia kemudian mulai mendapat panggilan ke pemusatan latihan nasional NPC Indonesia pada 2013. Ia berlatih dalam kategori SL4, kelompok atlet yang memiliki gangguan pada satu atau kedua tungkai bawah dan gangguan minimal dalam keseimbangan berjalan atau berlari. “Saya tidak pernah kehilangan kepercayaan diri atau berkecil hati karena mungkin saya tidak kehilangan anggota tubuh,” katanya.

Di sana Ratri bertemu dengan rekan-rekannya yang juga memiliki berbagai keterbatasan fisik. Meskipun penyesuaiannya lebih sulit, ia sadar betul bahwa rekan-rekannya juga berjuang untuk melampaui keterbatasan mereka. Ia bahkan kerap menambah sendiri porsi dan jenis latihan sehingga sering lupa akan kondisi fisiknya. “Saya masih lupa bahwa kaki saya tidak sama panjang dan hal itu membuat saya terkadang melangkah tidak tepat, kadang tersandung,” ujarnya.

Asian Para Games 2014 di Incheon, Korea Selatan, menjadi debut Ratri di level internasional. Ia membawa pulang medali emas di nomor ganda campuran saat berpasangan dengan Fredy Setiawan. Sejak itu, rentetan prestasi lain ia capai, seperti medali emas di ASEAN Para Games 2015 dan 2017 di nomor tunggal putri, ganda putri, dan ganda campuran. Ia juga menjadi yang terbaik di Kejuaraan Dunia Para Bulu Tangkis 2017 dan 2019.

Berkat berbagai prestasi itu, Ratri dianugerahi gelar atlet para-bulu tangkis terbaik dari Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) pada 2018 dan 2019. Dia kembali mengukir prestasi di Kejuaraan Dunia 2022 hingga Olimpiade Tokyo 2020. Ia kemudian mendapat julukan Ratu Para-Badminton.

Sejauh ini Ratri telah meraih berbagai prestasi puncak di nomor ganda putri dan campuran. Dia mengaku masih penasaran meraih medali emas Paralimpiade di nomor tunggal putri. “Saya berharap bisa meraih itu suatu saat nanti,” katanya.

Keberhasilan Ratri mengilhami Hikmat Ramdani. Hikmat juga menempuh jalan sulit saat menapaki karier sebagai atlet para-bulu tangkis. Pemuda yang lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 25 Maret 2001 itu mengenal dunia tepok bulu dari keluarganya. Ia bahkan berlatih memukul shuttlecock sejak duduk di bangku kelas II sekolah dasar. Empat tahun kemudian ia mengalami kecelakaan. “Pinggul saya lepas hingga akhirnya saya vakum berlatih bulu tangkis selama dua tahun,” tuturnya.

Keadaan tersebut sempat membuat Hikmat terpuruk dan ingin gantung raket. “Saya berpikir tidak akan bisa lagi bermain bulu tangkis,” ucapnya. Namun keluarga, pelatih, dan orang-orang terdekatnya terus memberi dukungan. Keinginannya bangkit dan berkarier di dunia para-bulu tangkis pun makin bulat.

Hikmat Ramdani dan Leani Ratri Oktila menunjukan medali emas setelah memenankan final ganda campuran SL3-SU5 Paralimpiade 2024 Paris di Porte de la Chapelle Arena, Paris, Prancis, 2 September 2024. Reuters/Jennifer Lorenzini

Hikmat mengawalinya dengan turun dalam beberapa turnamen level nasional, seperti pekan paralimpiade pelajar nasional, kejuaraan nasional, dan pekan paralimpiade nasional. Ia meraih medali emas di setiap turnamen tersebut. Akhirnya, pada 2017, dia dipanggil untuk bergabung dengan pemusatan latihan nasional NPC Indonesia dalam kategori SL4.

Hikmat menjadikan FZ Forza Irish Para-Badminton International 2018 sebagai ajang debutnya di level internasional. Ia meraih medali perak di nomor ganda putra bersama Maman Nurjaman. Medali emas pertama Hikmat dapatkan kala tampil di Indonesia-Para Badminton International 2022 dengan mengalahkan sesama wakil Indonesia, Fredy Setiawan.

Bersama Ratri, Hikmat mulai menapaki puncak karier sebagai atlet para-bulu tangkis. Baru dipasangkan pada 2023, debut mereka berbuah manis di Paralimpiade Paris 2024. Walaupun begitu, pada awalnya Hikmat mengaku sempat merasa kesulitan membangun chemistry dengan seniornya itu. “Awal-awalnya sempat canggung. Tapi, dengan niat dan tekad, saya bisa membuktikan kepada pasangan sampai kemarin di Paralimpiade bahwa komunikasi kami benar-benar terjaga,” ujarnya.

Seusai Paralimpiade Paris 2024, Ratri/Hikmat akan kembali dipasangkan di Asian Para Games 2026. Medali emas menjadi target utama, tapi target besarnya adalah kembali menjadi juara di Olimpiade Los Angeles 2028. Hikmat berharap Ratri menunda rencananya pensiun. “Mudah-mudahan saya bisa memberikan yang terbaik bersama pasangan saya, Mbak Ratri,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Arkhelaus Wisnu berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kebangkitan Setelah Dua Insiden"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus