Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERCERAIAN Manohara Odelia Pinot dengan Pangeran Kelantan, Malaysia, berbuntut tak enak. Setelah berpisah pada 2009, akhir tahun lalu Manohara malah diperiksa Markas Besar Kepolisian RI. Kerajaan Kelantan menuduh model itu telah mencemarkan nama Kerajaan, terkait dengan pernyataannya atas perlakuan kasar sang suami. Kisah cinta dan angkara ini menjadi buah bibir dua negara.
Kisah cinta yang menghebohkan juga pernah ditulis majalah Tempo edisi 14 Juli 1984 dalam rubrik Nasional, antara Evy Wijaya dan pria Jerman, Wolfgang Kuhn. Dipisahkan oleh negara, kedua sejoli ini berjuang untuk bersatu.
Janda Evy, 37 tahun, dan Kuhn, 35 tahun, mula-mula bertemu dalam acara persekutuan doa berbagai sekte agama Kristen di Cirebon, Desember 1980. Sejak itu, keduanya kerap berjumpa. Evy, si pedagang roti, meminta Kuhn yang lulusan akademi perhotelan dan pariwisata Jerman Barat mengajarinya membuat roti. "Cinta saya kepada Evy tumbuh karena terharu dan kagum kepadanya, yang hidup dengan lima anak dari membuat roti," kata Kuhn.
Kian dekat, sejak Desember 1981 mereka tinggal seatap di toko Evy, Roti Orchid Bakery West Germany. Kehadiran pendamping baru membuat usaha Evy maju, setelah sempat bangkrut. Bangga, di tembok dalam toko, Evy lalu memasang potret suami barunya itu.
Suatu ketika, pada September 1982, Kepala Imigrasi Cirebon berbelanja di toko roti milik Evy. Widjajanto, Kepala Imigrasi, tertarik pada foto Kuhn. Setelah dia selidiki, ketahuan bahwa Kuhn bermukim di Cirebon tanpa dokumen keimigrasian. Paspornya telah lama hilang.
Sekitar pertengahan Desember tahun itu, Kedutaan Besar Jerman Barat akhirnya mengeluarkan paspor baru untuk Kuhn. Namun masalah Kuhn tak juga beres. Hingga Maret 1983, kantor Imigrasi tak kunjung mengeluarkan visa tinggal yang baru untuknya. Malah, awal Mei 1983, ia ditangkap dan dimasukkan ke tahanan Imigrasi di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Pada 2 Juni 1983, Kuhn dihadapkan ke pengadilan. Dipersalahkan sebagai imigran gelap, ia didenda Rp 100 ribu dan diminta meninggalkan Indonesia.
Kuhn lalu pergi ke Singapura dengan harapan bisa mendapatkan visa di sana. Tapi ia gagal. Selama meninggalkan Indonesia, Kuhn selalu menelepon Evy. Tapi, pada Desember 1983, ia tak bisa mengontak kekasihnya. Dari temannya yang tinggal di Cirebon, dia kemudian tahu istrinya sakit. Nekat, ia memakai paspor seorang teman untuk masuk Indonesia. Apes, Imigrasi Cirebon mengetahui kedatangan ilegal Kuhn. Pada Mei 1984, dia diperiksa. Ketika itu, tanda pengenal temannya sudah ia bakar. Lalu, pada 22 Juni, datang perintah dari Direktorat Jenderal Imigrasi untuk membawanya ke Jakarta. Di Jakarta diputuskan Kuhn akan kembali dideportasi.
Anak ketiga pensiunan direktur sebuah pabrik makanan di Muenchenladbach, Jerman Barat, ini mengaku tak bahagia di negerinya. Ia pernah menikah pada 1971, tapi bercerai empat tahun kemudian. Ia pun pernah berdinas di bagian logistik angkatan perang Jerman Barat.
Evy, anak keempat dari sembilan bersaudara, kelahiran Solo, mengaku tertarik kepada Kuhn pada pertemuan pertama. Konon, ia pernah diramal akan bertemu dengan seorang berkulit putih yang akan menolongnya dan menjadikannya terkenal.
Tapi mengapa Kuhn tak mengajak Evy dan lima anak tirinya ke Jerman Barat? "Saya tidak mau. Saya yakin, di Jerman, Evy tak akan kerasan," jawabnya. "Saya kelahiran Jerman, tapi saya menemukan hidup di Indonesia. Untuk itu, saya mau menerima hukuman atas pelanggaran yang telah saya lakukan, tapi izinkanlah saya tinggal bersama Evy," katanya datar.
Atas saran pengacara Rusdi Nurima, Kuhn memohon bantuan Menteri Kehakiman Ismail Saleh. Sebenarnya Rusdi sadar benar upaya hukum dalam hal ini nyaris mustahil. "Ada kalanya suatu pelanggaran hukum dibenarkan oleh rasa kemanusiaan dan keadilan," ujar Rusdi berharap. Tapi menteri tak bisa ditemui. Setelah setengah jam menunggu, mereka berdua meninggalkan Departemen Kehakiman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo