Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Soal Jabatan Wakil

Jabatan wakil di pemerintahan acap merusak demokrasi. Kenapa?

30 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Soal Jabatan Wakil

PIERRE Salinger, juru bicara Presiden Amerika Serikat pada masa pemerintahan John F. Kennedy, pernah membuat semacam pedoman bagaimana seorang wakil presiden harus bersikap. Menurut dia, “Wakil presiden harus rela berjalan satu langkah di belakang presiden, bersedia berbicara dengan nada yang lebih rendah, dan sama sekali tidak mempunyai mimpi atau pikiran untuk merebut jabatan presiden”. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti kita tahu, di Amerika Serikat peran wakil presiden lebih banyak untuk kegiatan atau berurusan dengan berbagai hal yang bersifat seremonial. Wakil presiden sangat jarang mengeluarkan pernyataan politik, baik yang berkaitan dengan persoalan dalam negeri maupun luar negeri. Meskipun demikian, secara undang-undang, wakil presiden juga mempunyai jabatan penting, yaitu Ketua Senat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pedoman tersebut sarat dengan makna dan sangat baik apabila bisa diterapkan di Indonesia, terutama bagi siapa saja yang menjabat wakil presiden, wakil menteri, wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota. Sebab, selama ini bukan rahasia bagaimana sepak terjang dan perilaku orang-orang yang kebetulan menduduki jabatan wakil di Indonesia.

Bahkan pernah ada seorang wakil presiden yang mendapat julukan sebagai “the real president”. Sebab, selama menjabat ia lebih sering melakukan berbagai langkah serta tindakan yang dianggap melangkahi kewenangan presiden. Selain itu, sudah banyak bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota yang berselisih di tengah masa pemerintahan dan berakhir dengan perpecahan. Kebanyakan masalah terjadi karena para wakil yang tidak mampu menempatkan diri dengan baik.

Selain itu, sering terjadi persaingan untuk memperebutkan pengaruh. Masing-masing berkepentingan menempatkan orang-orangnya pada jabatan-jabatan struktural ataupun fungsional di pemerintahan daerah. Maka terjadilah yang namanya jual-beli jabatan. Konon ada juga wakil yang menjebak kepala daerah melalui kasus korupsi. Semua itu dilakukan demi mengincar posisi politik yang empuk dan nyaman, baik karena ambisi pribadi maupun ada perintah partai politik.

Penyebab utama kejadian-kejadian tersebut adalah sistem koalisi partai di Indonesia yang menyimpang dari makna serta tujuan koalisi sebenarnya. Sulit menyatukan kepala daerah dan wakilnya yang berasal dari partai politik berbeda, apalagi kalau di tingkat nasional partai-partai mereka pada kenyataannya berseberangan.

Dalam berpolitik ada fatsun yang harus dihormati. Di banyak negara demokrasi yang sudah maju, etika dalam berpolitik dijunjung tinggi dan diterapkan serta dipatuhi dengan sangat baik. Sebagai contoh, dalam berkoalisi, biasanya koalisi berlangsung dalam kondisi susah ataupun senang. Artinya, susah ditanggung bersama dan senang juga dinikmati bersama. Sebab, koalisi yang benar dibangun oleh partai-partai yang mempunyai platform dan idealisme yang sama.

Jangan sampai koalisi di negeri kita seperti orang yang menikah siri. Mereka sangat mudah bercerai cukup dengan mengucapkan talak karena sudah tidak ada keuntungan yang bisa didapat. Sudah waktunya partai-partai dan para politikus bersikap dewasa. Banyak orang mengatakan politik tidak bisa disamakan dengan matematika. Selain itu, sering terjadi, hari ini kawan, besok sudah menjadi lawan, dan begitu sebaliknya.

Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat 


Konferensi Hakim Konstitusi

DI balik ingar-bingar perbincangan dan promosi G20, ada juga event internasional yang sama pentingnya pada 2022 ini, yaitu Konferensi Dunia Hakim Konstitusi (World Conference on Constitutional Justice). Tujuan utama Konferensi WCCJ ke-5 ini adalah memfasilitasi dialog yudisial antara hakim konstitusi dan hakim lembaga sejenis dalam skala global dengan berbagi pengalaman dan kasus hukum.

Logo Kongres WCCJ ke-5 menggunakan kombinasi warna yang melambangkan semangat dan energi serta perdamaian dan kebaikan, dengan tambahan merpati sebagai simbol perdamaian dunia yang mendukung tema kongres: “keadilan dan perdamaian konstitusional”. Lalu ada pula lima jari yang terbuka menandakan kongres kelima dan mirip dengan lima prinsip bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

Acara di Bali pada 4-7 Oktober 2022 rencananya dihadiri secara langsung bukan hanya hakim-hakim konstitusi dari banyak negara, tapi juga hakim-hakim agung, hakim-hakim dari Venice Commission, dan hakim-hakim Konsil Eropa. Tentunya masyarakat Indonesia perlu memberikan perhatian lebih kepada event ini. Sebab, tidak hanya masyarakat akan mendapatkan berbagai insight, perspektif, dan masukan tentang isu-isu konstitusional dan kenegaraan dari berbagai negara, tapi juga relevansi dengan keadaan terbaru. Misalnya, Sri Lanka yang saat ini mengalami krisis yang membuat Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri.

Masyarakat akan bisa melihat dan mempelajari secara langsung masukan para hakim tentang peran Mahkamah Konstitusi dan lembaga sejenis dalam menjaga tegaknya konstitusi di tengah keadaan negara yang genting sembari negara memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. Dengan Kongres WCCJ ke-5 ini, masyarakat sangat mengharapkan masukan dan solusi yang nyata, tidak hanya pada tataran teori, tapi juga bisa diterapkan langsung masyarakat. Masyarakat juga tidak menginginkan ada lagi penghamburan uang negara di tengah keadaan yang masih penuh ketidakpastian ekonomi saat ini.

Semoga masyarakat akan makin menyadari pentingnya event WCCJ ini. Partisipasi masyarakat dalam menyukseskan dan mensosialisasi event WCCJ yang akan diselenggarakan di Bali ini tentu menjadi kunci kesuksesan acara ini. Nama bangsa Indonesia pun akan makin berkibar di mata masyarakat internasional. 

Agusweka Poltak Siregar
Meruya, Jakarta Barat

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus