Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Pelemahan Lembaga Demokrasi

Demokrasi Indonesia melemah karena kakinya digembosi. Dalam bahasa Jawa ada kata nglimpe, merusak secara diam-diam.

28 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TRIAS politica adalah landasan sistem pemerintahan di negara kita. Ini merupakan konsep politik yang membagi kekuasaan dalam tiga cabang, yaitu eksekutif, lembaga yang melaksanakan undang-undang; legislatif, yang membuat undang-undang; dan yudikatif, yang mengawasi pelaksanaan undang-undang. Todung Mulya Lubis dalam “Senja Kala Negara Hukum” menulis telah terjadi pelemahan trias politica, seperti pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi dan penggembosan Mahkamah Konstitusi, serta Mahkamah Agung yang kehilangan independensi. Executive heavy kembali dominan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Todung mengingatkan masyarakat agar awas terhadap musang berbulu domba dan mereka yang berjubah demokrasi merasuk ke sistem politik, menguasai pranata politik, berkontestasi secara elektoral, dan menggunakan pranata hukum untuk mendapatkan keabsahan. Sekarang tak semuanya berada di garda depan. Mereka cukup tahu diri untuk berada di tengah atau di belakang, tapi mereka mengendalikan permainan politik yang mengendalikan semua lini kehidupan. Itu pun dilakukan secara perlahan-lahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada catatan dari budayawan Triyanto Triwikromo tentang nglimpe (bahasa Jawa) dari kata dasar limpe yang artinya melakukan sesuatu secara diam-diam. Strategi untuk memperdaya orang bisa disebut nglimpe. Menurut Triyanto, para ratu atau calon ratu bisa menggunakan politik nglimpe untuk menghabisi lawan. Mereka bisa memilih bertempur di tempat yang paling memungkinkan meraih kemenangan. Mereka bisa memilih waktu yang pas sehingga lawan tak punya kesempatan melawan.

Dalam konteks modern, tak mampu pakai regulasi pemerintah, mereka pakai regulasi yudikatif atau legislatif. Semua itu harus dilakukan saat para pengontrol terlena, tak berfokus, sehingga mudah dilimpe, mudah diakali. Jadi, agar siapa pun menang dalam pertempuran, pertama: jangan menganggap perang telah selesai jika masih ada pihak yang mungkin melakukan balas dendam. Kedua, tetap waspada dan jangan sampai dilimpe musuh. Ketiga, harus memiliki senjata yang mematikan lawan secara otomatis.

Semoga dengan dua pendapat di atas, kita semua memperoleh pemahaman mendalam tentang politik di negeri ini. Semoga fungsi trias politica dapat kembali ada dalam politik kita dan kita wajib tetap waspada agar tidak dilimpe oleh orang lain.

Kosmantono
Purwokerto, Jawa Tengah

Pembunuhan 26 Tahun Lalu

KEMATIAN Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudiana alias Eky pada 2016 kembali ramai dibicarakan, di tengah kontroversi para terpidana yang sekarang mendekam di dalam penjara bukan pelaku pembunuhan keduanya. Berita pembunuhan wartawan beserta keluarganya di Sumatera Utara dengan cara dibakar rumahnya juga terus ramai memenuhi media cetak dan elektronik. Walaupun sebelumnya pihak yang berwajib menyatakan peristiwa tersebut merupakan kebakaran biasa dan bukan kesengajaan. Semoga para penegak hukum bisa mengungkap kebenaran atas dua peristiwa pembunuhan tersebut dan memberikan rasa keadilan kepada para korban.

Setiap kali mendengar atau membaca berita pembunuhan, ingatan saya langsung melayang kembali ke akhir Februari dan awal Maret 1998. Waktu itu terjadi peristiwa pembunuhan sepasang suami-istri di perumahan Modernland, Tangerang. Almarhum dan almarhumah meninggalkan sepasang anak yang sedang beranjak remaja, dan menyebabkan rasa duka yang mendalam. Pembunuhan dilakukan secara keji dan kejam serta seperti sudah direncanakan. 

Penyelidikan polisi tidak ada perkembangan berarti dan sepertinya berhenti atau dihentikan. Publik tidak tahu siapa yang melakukan pembunuhan dan apa penyebabnya. Namun ada kabar yang belum bisa dipastikan kebenarannya bahwa dalang pembunuhan berkaitan dengan orang yang sangat berkuasa di negeri kita pada waktu itu. Hal tersebut mungkin yang membuat penyelidikan menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Di negara maju, setiap peristiwa pembunuhan selalu diupayakan terungkap, walaupun memakan waktu bertahun-tahun. Bukti sekecil apa pun yang muncul selalu diperhatikan dan dikembangkan.

Sang suami adalah seorang usahawan dan penerbang, sementara istrinya ibu rumah tangga biasa dan kakak kandung saya dengan usia beda dua tahun. Saya tidak akan pernah bosan dan berhenti mengingatkan penegak hukum, terutama melalui media cetak dan media sosial.

Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat

Ramai Hoaks

BARU-BARU ini media sosial dihebohkan oleh unggahan seorang warganet yang mengabarkan bahwa penguasa di negerinya selama 10 tahun sudah banyak membuat hoaks. Ada 32 hoaks yang ia tulis. Dari mobil Esemka 6.000 unit, tabungan Rp 11 ribu triliun, hingga pulang kampung setelah pensiun dari jabatan presiden.

Saya tercengang membaca daftar hoaks tersebut. Itu daftar hoaks atau daftar belanjaan? Banyak sekali. Di luar negeri yang diejek-ejek negeri kafir, pejabat yang gagal menjalankan tugas negara akan mengundurkan diri, bahkan sampai bunuh diri. Di negeri yang katanya menjunjung tinggi adat ketimuran dan mayoritas pejabatnya muslim kok bisa kebalikannya? 

Hardi Yan
Tembilahan, Riau

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus