Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Naik Kereta Cepat Korea

Pengalaman naik kereta cepat Korea Selatan ke Busan.

27 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kereta Cepat Korea

BUSAN adalah salah satu kota pelabuhan terbesar di Korea Selatan. Untuk mencapai kota ini, kita bisa menempuh jalur udara (pesawat) melalui Bandar Udara Gimhae. Untuk jalur darat, kita bisa menggunakan kereta cepat (KTX) selama dua jam atau bus selama lima jam dari Kota Incheon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya memilih kereta api. Saya penasaran mencoba menggunakan Korea Train eXpress (KTX). Dari Seoul ke Busan ada pilihan kereta. Selain KTX, ada ITX atau Mugungwha. Yang membedakan adalah harga dan waktu tempuhnya. Tiketnya bisa dibeli secara online di situsnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di hari keberangkatan, kita perlu menukar bukti pembelian dengan tiket asli kereta. Saat itu saya menukar tiket di bagian informasi. Cukup persiapkan bukti cetak pembelian tiket dan paspor.

Berikutnya tinggal masuk kereta. Tidak ada pengecekan tiket oleh petugas. Di dalam kereta pun tidak ada pengecekan tiket. Hingga saya sampai di Busan pun tidak ada yang mengecek tiket. Kok bisa, ya? 

Suharyo Widagdo
Tangerang Selatan, Banten


Ketidakpastian 2023

DI antara pelbagai laporan prediksi mengenai prospek ekonomi tahun depan, ada beberapa pengamat mengatakan situasi akan suram. Ada juga yang menyatakan bahwa ada secercah titik terang. Mungkin ini yang kerap disebut banyak peneliti sebagai ciri ekonomi di era abad ke-21 ini, yakni menguatnya ciri-ciri VUCA, termasuk ketidakpastian dan ambiguitas.

Di tengah situasi yang agak sulit dan penuh ketidakpastian ini (volatility, uncertainty, complexity and ambiguity/VUCA) berbagai industri, baik skala menengah, usaha mikro, kecil, dan menengah, maupun skala besar, perlu lebih memperhatikan dinamika pasar dan belajar agar lebih tahan atau resilien. Apakah itu resiliensi?

Resiliensi adalah kemampuan dalam diri individu (atau juga pada level organisasi, perusahaan, bahkan ekonomi suatu bangsa) untuk kembali pulih dari suatu keadaan yang menekan dan mampu beradaptasi serta bertahan dalam kondisi tersebut.

Salah satu laporan dari tim dari Nanyang Technological University, Singapura (Cen dkk, “Statistics Based Insights Report”, Oktober 2022), misalnya, menyebutkan kematangan dalam layanan finansial ikut meningkatkan resiliensi, termasuk infrastruktur, yang mengacu pada tingkat perkembangan teknologi infrastruktur yang terkait dengan jaringan digital, jejaring sosial, inovasi teknologi, dan lainnya.

Resiliensi bisa juga disebut sebagai kapasitas meminimalkan kerugian ketika terjadi hantaman terhadap suatu usaha secara tidak menguntungkan. Menurut Organisation for Economic Cooperation and Development, kemampuan beradaptasi yang menguntungkan didefinisikan sebagai kapasitas berhemat untuk mengurangi kerentanan terhadap guncangan dan bertujuan memulihkan diri dengan cepat. Salah seorang peneliti manajemen, Peter Senge, mengamati bahwa, “Metafora mesin begitu kuat sehingga ia membentuk karakter sebagian besar organisasi.”

Sementara itu, organisasi yang sehat justru lebih menyerupai organisme atau makhluk hidup dengan kemampuan adaptasi yang fleksibel. Terdapat studi oleh De Geuss dkk yang menganalisis perusahaan-perusahaan yang ulet dan berumur panjang serta menemukan bahwa mereka memiliki beberapa kesamaan ciri. Di antaranya berperilaku mirip dengan mahkluk hidup (lihat Fritjof Capra, “Hidden Connections”, 2009). Capra juga berpendapat bahwa sistem sosial yang hidup, sebagaimana telah kita lihat, adalah jejaring komunikasi yang membentuk diri sendiri.

Mungkin hal ini dapat dianggap menguatkan temuan para peneliti Nanyang University sebagaimana disebutkan di atas (2022) bahwa aktivitas dan diterima luasnya berbagai teknologi jejaring sosial akan cenderung meningkatkan resiliensi atau daya lenting untuk memulihkan diri bagi organisasi di saat kritis. Beberapa penulis lain telah berpendapat serupa. Di antaranya Yochai Benkler dalam buku The Wealth of Network dan mantan editor senior The Economist, Paul Ormerod, dalam buku The Positive Linking.

Organisasi-organisasi besar seperti Toyota memiliki jarak antara pemimpin puncak dan pekerja di level produksi yang relatif horizontal. Dengan kata lain, besar kemungkinan keluwesan organisasi akan perubahan berbanding terbalik dengan jarak hubungan atasan-bawahan.

Demikianlah beberapa hal yang dapat kami paparkan secara ringkas bahwa model organisasi mesin sudah saatnya untuk diperiksa kembali. Tampaknya kita perlu mengadopsi model organisasi matriks yang diperluas menjadi model jejaring (network organization).

Deddy Jacobus dan Victor Christianto
Risk Workshop International, Indonesia

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus