Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

sains

Lubang Putih di Jagat Raya

Lubang hitam bukan akhir segalanya. Lubang putih "memuntahkan" apa yang sudah ditelan lubang hitam.

18 Agustus 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Albert Einstein punya bayangan kuat tentang adanya sebuah lubang hitam di jagat raya. Dalam teori populer yang berhubungan dengan gravitasi itu, dia memprediksi bintang sekarat hancur ditelan massanya sendiri. Bintang lalu berubah menjadi lubang hitam. Namun, dalam perkembangannya, ada lubang hitam, ada pula teori baru tentang lubang putih, yang memiliki sifat berlawanan. Semua materi dan energi yang pernah ditelannya akan dimuntahkan.

Lubang hitam adalah obyek jagat raya yang populer karena mampu mengisap apa pun di sekitarnya. Bahkan cahaya tidak bisa lari dari tarikan gravitasinya. Puluhan tahun ilmuwan berusaha membuktikan keberadaan lubang hitam, terutama setelah Einstein melontarkan teori-teorinya. Setelah eksistensi lubang hitam dapat dibuktikan, ilmuwan penasaran terhadap apa yang ada di ujung lubang hitam. 

Lubang hitam kerap disebut sebagai akhir hidup dari bintang yang sekarat. Namun proses itu diduga hanya merupakan transformasi menjadi lubang putih, yang justru melontarkan semua materi yang pernah ditelannya ke jagat raya. Temuan dua ahli fisika Carlo Rovelli dan Hal Haggard dari Aix-Marseille University Prancis ini paling tidak bisa membantu menyelesaikan teka-teki lama tentang apakah lubang hitam menghancurkan semua informasi yang ditelannya. 

Rovelli dan Haggard termasuk kelompok ilmuwan yang meyakini pada satu fase tertentu dalam proses pembentukan lubang hitam efek gravitasi akan mendominasi. Dalam laporan yang dipublikasikan di situs Cornell University Library, Juli lalu, Rovelli dan Haggard menyatakan ruang-waktu juga berkembang. Mereka mengkalkulasi ada struktur simpul yang menahan kehancuran lubang hitam. Struktur begitu halus sehingga tak bisa diuraikan lagi. Hal ini juga membuat lubang hitam terhindar dari kondisi akhir tanpa batas seperti yang sudah diperkirakan selama ini.

Ahli kosmologi dari Observatorium Bosscha, Bandung, Premana Wardayanti Permadi, mengatakan penelitian tentang lubang putih tak bisa dilepaskan dari keberadaan lubang hitam. Obyek ini digambarkan memiliki massa yang sangat besar dengan tarikan gravitasi yang luar biasa. "Lubang hitam tadinya bukan sesuatu yang dilihat orang sebagai gejala alam, tapi itu solusi untuk persamaan medan Einstein yang 'sederhana'," kata Premana kepada Tempo, awal Agustus lalu. "Sebagai fungsi matematis, tak ada yang salah dalam perhitungan itu dan keberadaan lubang hitam sudah bisa dideteksi."

Lubang hitam adalah benda antariksa dengan kondisi ekstrem. Pengamatan luar angkasa dan perkembangan teori relativitas umum menjadi menarik ketika mendapat dukungan teknologi. Para ahli berhasil menemukan pulsar, bintang dengan massa sangat besar yang tengah menyusut. Bintang lalu kolaps ketika bahan bakar habis dan tak ada yang bisa diproduksi secara nuklir. Akibatnya tak ada yang bisa mengimbangi gaya gravitasinya. "Kolaps hingga orde atomik, tapi tak habis karena massanya yang luar biasa besar," kata Premana.

Dalam proses penyusutan, atom menjadi sangat mampat sehingga tak ada ruang lagi antara inti atom dan elektron yang mengelilinginya. Sebagai perbandingan skala, menurut Premana, misalnya ukuran inti atom 10 sentimeter, ukuran elektron cuma seujung kuku. "Tapi jarak antara elektron dan inti atom sekitar 10 kilometer. Jadi ruang vakumnya sangat besar untuk materi dengan ukuran sekecil itu," kata pengajar astronomi di Institut Teknologi Bandung itu.

Para ahli berhasil membuktikan keberadaan obyek pampat itu di jagat raya. "Dalam satu galaksi diperkirakan ada 100 miliar bintang, bayangkan jika semuanya berada dalam benda dengan ukuran hanya sebesar tata surya energinya luar biasa," kata Premana. "Yang mungkin membangkitkan energi dalam ukuran sepadat itu hanya lubang hitam."

Transisi pembentukan lubang putih diperkirakan terjadi sesaat setelah proses awal pembentukan lubang hitam. Namun, karena gravitasi mempengaruhi waktu, pengamat jagat raya melihat lubang hitam bertahan hingga miliaran tahun, tergantung ukurannya. Jika kalkulasi Rovelli dan Haggard tepat, lubang-lubang hitam yang terbentuk di awal sejarah jagat raya bakal meledak seperti kembang api dan terdeteksi sebagai gelombang radiasi kosmik berenergi tinggi. "Bisa jadi ledakan supernova yang dramatis itu adalah lubang hitam yang terbentuk sesaat setelah Dentuman Besar," kata Rovelli.

Rovelli mengatakan ada masanya ketika bintang tak lagi menyusut karena tak ada apa pun yang bisa dikompresi. Efeknya, muncul lompatan kuantum yang mentransformasi lubang hitam menjadi lubang putih. Kalkulasi teori lompatan kuantum lain menyebutkan tak hanya bintang yang runtuh tapi juga jagat raya. Namun Rovelli dan Haggard menunjukkan lompatan kuantum tak perlu meruntuhkan seluruh alam semesta. "Rasanya masuk akal, kami menemukan proses itu bisa dilakukan secara lengkap dalam wilayah ruang-waktu tertentu, sementara lainnya tetap mengikuti persamaan klasik Einstein," ujarnya.

Jika lubang putih terbentuk dan melepaskan seluruh isinya, itu bisa menjadi solusi dalam fisika fundamental. Pada 1970-an, ahli fisika Inggris, Stephen Hawking, menyebutkan lubang hitam memancarkan radiasi keluar. Lubang hitam perlahan kehilangan energi dan menyusut hingga akhirnya hilang. Teori yang dikenal sebagai "Radiasi Hawking" menunjukkan semua informasi dari materi yang diisap lubang hitam lenyap seluruhnya. Padahal konsep ini bisa melanggar prinsip dasar fisika kuantum, yang menyatakan informasi tak bisa dihancurkan.

Steven Giddings, ahli fisika dari University of California, Santa Barbara, menyebutkan karya Rovelli-Haggard bisa menjadi titik terang dalam membongkar paradoks informasi lubang hitam. "Mencari tahu bagaimana informasi lolos dari lubang hitam adalah kunci memahami mekanika kuantum lubang hitam dan gravitasi kuantum," kata Giddings seperti ditulis Nature, pertengahan Juli lalu.

Dalam laporannya, Giddings mengatakan informasi bisa lolos dari lubang hitam karena ada struktur kuantum ruang-waktu. Hal ini bisa memicu fluktuasi pada bidang geometri di luar lubang hitam. Fluktuasi itu bisa dideteksi dengan jaringan teleskop radio global Event Horizon Telescope. Jaringan teleskop ini digunakan untuk mempelajari pola cahaya yang menyelimuti Sagittarius A, lubang hitam raksasa di pusat Galaksi Bima Sakti.

Dengan bentuk mirip telur ceplok, menggembung di tengah dan tipis di bagian tepi, Bima Sakti memiliki massa besar yang berisi miliaran bintang. Namun ukuran massa di bagian tengah galaksi jauh lebih besar dan mampat. "Hampir semua galaksi yang sudah diamati manusia punya lubang hitam di bagian tengahnya," kata Premana.

Seperti tata surya, bintang dan penghuni bagian tengah galaksi ternyata tidak bergerak acak. Dengan gerakan orbit tertutup, menurut Premana, ada obyek dengan massa yang sangat besar mengendalikan lingkungan sekitarnya. Lubang hitam sendiri memang tak kasatmata seperti bintang atau matahari. Yang terlihat oleh manusia, menurut Premana, adalah dampak terhadap lingkungan sekitarnya. "Temuan lubang putih adalah keberuntungan karena awalnya tidak ada rencana untuk menyelidiki hal itu."

Gabriel Wahyu Titiyoga (nature, Sciencedaily, Space)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus