Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Damar Juniarto pernah menjadi tersangka kasus UU ITE saat berkonflik dengan penulis Andrea Hirata.
Ia sempat mengungsi ke rumah aman saat memberikan bantuan dalam kasus Ravio Patra.
SAFEnet sudah mendampingi ratusan korban UU ITE, seperti Baiq Nuril, Muhammad Arsyad, Stella Monica, Saiful Mahdi, dan Diananta Sumedi.
PERISTIWA pada 23 April 2020 masih melekat di ingatan Damar Juniarto. Waktu itu ia menghancurkan telepon seluler dan komputer jinjing di rumahnya di Tebet, Jakarta Selatan, setelah menerima panggilan dari empat rekannya yang berlatar belakang keamanan siber dan seorang aparat negara. Mereka memperingatkan Damar perihal potensi ancaman dan penangkapan oleh aparatur negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) ini diduga terlibat dalam penyebaran ajakan atau provokasi berbuat onar melalui pesan WhatsApp oleh aktivis media sosial, Ravio Patra. Saat itu kepolisian telah menangkap Ravio dan menyita semua barang bukti. Damar tercatat dalam daftar orang terakhir yang dikontak Ravio melalui telepon selulernya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Semua data (ponsel dan laptop) saya migrasikan sesuai dengan protap (prosedur tetap) keamanan ke tim SAFEnet. Di dalamnya tak hanya ada kasus Ravio, juga advokasi di Papua dan lainnya,” kata Damar di kantor Tempo, Senin, 6 Juni lalu.
Damar, 46 tahun, mengaku berkomunikasi cukup intensif dengan Ravio pada Rabu malam, 22 April 2020. Saat itu anggota Open Government Partnership Steering Committee tersebut sempat bercerita bahwa ia kehilangan akun WhatsApp di ponselnya. Pengembang aplikasi berbagi pesan tersebut pun mengirimkan notifikasi berisi dugaan akun Ravio diambil alih orang tak dikenal.
Menurut Damar, SAFEnet hanya berperan sebagai helpdesk yang memberikan bantuan kepada Ravio untuk memulihkan akun digitalnya. Namun situasi menjadi serius setelah Ravio melaporkan adanya broadcast message atau pesan berantai yang tersebar dari nomornya selama masa peretasan. SAFEnet lantas menyarankan rekan advokasinya ini ke rumah aman (safe house).
“Kami punya divisi keamanan digital yang memang membantu orang yang mengalami serangan digital. SAFEnet pun mitra WhatsApp, jadi kami tahu apa yang terjadi,” ujar Damar.
Karena tak merasa bersalah, Damar percaya diri menunggu polisi di kediamannya. Namun ia lantas mengurungkan niatnya karena khawatir berdampak buruk pada kondisi psikologis keluarga dan lingkungan sosialnya. Ia akhirnya langsung pergi dan berlindung di rumah aman selama 15 hari.
Aktivitas Damar dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi di ranah digital membawanya masuk daftar 100 orang yang berpengaruh dalam perkembangan teknologi di dunia versi Rest of World (RoW 100 List of Global Tech’s Changemakers) pada 12 Mei lalu. Organisasi itu menilai Damar berperan penting dalam perjuangan dan edukasi tentang kebebasan berekspresi serta keamanan digital. Rest of World adalah organisasi jurnalistik nirlaba internasional yang memberi perhatian khusus pada perkembangan teknologi dalam kebudayaan dan kehidupan masyarakat.
Dalam menjalankan kegiatannya, Damar tak lepas dari tekanan, bahkan persekusi. Ketika menyoroti masifnya penyebaran hoaks dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017, misalnya, ia menjadi korban persekusi dan doxing atau penyebaran identitas di media sosial oleh sejumlah orang yang mengklaim sebagai Muslim Cyber Army.
Damar sudah aktif dalam advokasi dan edukasi kebebasan berpendapat serta keamanan digital hampir satu dekade. Ia tercatat sebagai satu dari delapan pendiri SAFEnet di Nusa Dua, Bali, pada Juni 2013. Ia salah seorang pendiri yang tidak memiliki latar pendidikan dan pengetahuan tentang teknik teknologi digital.
“Saya hadir di sana dan dipilih sebagai direktur pertama sampai sekarang karena pernah jadi korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata Damar.
Master komunikasi dari Universitas Indonesia ini gemar menulis dan menjadi blogger sejak pertengahan 2000-an. Damar berhadapan dengan kasus hukum setelah menulis kritik terhadap penulis buku Laskar Pelangi, Andrea Hirata, di platform Kompasiana. Saat itu Andrea bersama tim pengacara dari Kantor Hukum Yusril Ihza Mahendra melaporkan Damar atas dugaan pencemaran nama berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.
Damar mengungkapkan, kala itu ia sangat awam dalam permasalahan hukum. Ia tak menyangka tulisannya akan mengantarnya ke meja pengadilan, bahkan bui. Ia sempat meminta perlindungan Dewan Pers dan pengelola platform blog agar tulisannya mendapat klaim sebagai produk jurnalistik warga atau citizen journalism. Namun keduanya menilai tulisan tersebut sebagai opini pribadi.
Ia kemudian bernazar akan membaktikan diri mendampingi para korban dan mendorong revisi pasal karet dalam UU ITE jika bisa terbebas dari perkara hukum tersebut. Andrea Hirata dan kuasa hukumnya akhirnya bersepakat mencabut laporan dan menempuh jalur kekeluargaan.
“Ini dedikasi dan pelunasan nazar saya. Sejak 2019 saya sudah tak bekerja lain lagi, full time di SAFEnet,” tutur mantan Vice President Regional Government Relations Gojek itu.
Bersama SAFEnet, Damar sudah melakukan banyak advokasi dalam kasus pidana yang menggunakan pasal-pasal karet UU ITE. Beberapa nama yang sempat mendapat perhatian masyarakat adalah pegawai tata usaha sekolah di Nusa Tenggara Barat, Baiq Nuril; pengacara di Makassar, Muhammad Arsyad; wartawan Banjarhits, Diananta Sumedi; pasien klinik kecantikan Surabaya, Stella Monica; dan dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Aceh, Saiful Mahdi.
Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet, Nenden Sekar Arum, menilai Damar memenuhi sejumlah kriteria sebagai pemimpin lembaga tersebut. Menurut dia, ayah dua anak itu menjadi pemimpin, guru, dan panutan bagi semua anggota organisasi. Sejumlah peristiwa ancaman dan tekanan telah membuktikan keberanian dan dedikasi Damar dalam advokasi kebebasan berpendapat.
Nenden mengenal Damar sejak menjalani rekrutmen SAFEnet pada 2016. Saat itu ia merekam pria berperawakan tegas tersebut sebagai sosok yang serius dan sulit didekati. Kesan itu mulai luntur setelah ia bergabung dan terlibat dalam sejumlah advokasi SAFEnet. Damar, tutur dia, justru menjadi pemimpin yang humoris dan gemar memecah suasana menjadi lebih rileks. “Kadang tingkahnya caur banget. Ini justru penting, karena kasus yang kami hadapi itu selalu sulit dan penuh tekanan sehingga bikin stres,” ucapnya.
Saiful Mahdi, mantan terdakwa kasus UU ITE, juga mengingat Damar sebagai orang yang paling berjasa memberikan penguatan mental dan psikologis. Dosen Unsyiah ini menjadi tersangka setelah dilaporkan sejawatnya dengan tuduhan pencemaran nama. Tuduhan itu berawal dari percakapan di sebuah grup WhatsApp yang mengkritik dugaan praktik kolusi dan korupsi dalam tes calon pegawai negeri sipil untuk posisi dosen teknik di Unsyiah pada 2019.
Saiful mengaku berbulan-bulan merasa sendirian meski mendapat pendampingan dari keluarga dan kuasa hukum. Tak ada orang yang bisa memahami posisinya sebagai korban praktik antikritik dan aturan karet UU ITE.
Di tengah situasi tersebut, Damar tiba-tiba mengirimkan chat dan menjadi rekan berbagi cerita. “Saya diajak bergabung dengan Paku ITE (Paguyuban Korban UU ITE). Di situ saya merasa memiliki kekuatan dan energi positif. Mereka pernah berada di posisi saya,” ujar Saiful.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo