Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Mengintip Intelijen Kita

Tak banyak buku tentang intelijen Indonesia. Ada kesulitan dalam hal akses dokumen dan relasi dengan kalangan internal.

18 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Buku-buku tentang intelijen kita boleh dibilang jumlahnya tak banyak.

  • Ada kesulitan dalam hal akses dokumen dan relasi dengan kalangan internal badan intelijen.

  • Dokumen rahasia kita baru bisa dibuka pada tahun 2036.

DIANDRA Megaputri Mengko terlibat dalam sejumlah penelitian tentang badan intelijen di Indonesia. Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini antara lain menjadi penulis bersama enam koleganya sekaligus editor buku Intelijen dan Kekuasaan Soeharto yang diterbitkan pada awal 2022.

Menurut Diandra, penelitian tentang intelijen di Indonesia memang bukan hal mudah dan tak sama dengan yang dilakukan koleganya di negara maju. Di Amerika Serikat atau Inggris, studi bisa dilakukan berdasarkan dokumen yang dideklasifikasi (dinyatakan tidak rahasia) secara berkala atau karena relasi dengan kalangan internal. 

Dalam lima tahun ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang kini melebur ke dalam BRIN setidaknya menerbitkan tiga buku tentang intelijen. Satu buku lain yang berjudul Intelijen dan Keamanan Nasional di Indonesia Pasca Orde Baru sedang dalam proses cetak. Lembaga lain yang menghasilkan buku serupa adalah lembaga studi Pacivis dari Universitas Indonesia.

Menurut Diandra, penelitian tentang intelijen yang ia lakukan banyak didasari sumber terbuka. Sebab, tidak mudah menjangkau pejabat badan intelijen. "Kalaupun sudah pensiun, mereka terikat undang-undang kerahasiaan," kata Diandra, Jumat, 17 Juni lalu.

Diandra mengatakan satu-satunya buku yang membahas lengkap ihwal badan intelijen dan mendasarkan informasinya pada relasi dengan orang dalam adalah karya Kenneth Conboy yang berjudul Intel: Inside Indonesia's Intelligence Service. "Itu masih jadi acuan di mana-mana," ujarnya.

Conboy juga menulis tentang sejarah Komando Pasukan Khusus dan Jamaah Islamiyah. Selain itu, ia menulis tentang operasi badan intelijen Amerika Serikat (CIA) di kawasan Tibet dan Kamboja, yakni The CIA's Secret War in Tibet dan The Cambodian Wars: Clashing Armies and CIA Covert Operations.

Dalam buku Intel, Conboy menggali cerita Kolonel Zulkifli Lubis yang merintis pembentukan lembaga intelijen Indonesia yang kemudian berganti nama berkali-kali sebelum menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) seperti sekarang. Buku 279 halaman itu mengungkap sejumlah informasi penting, termasuk operasi penggalangan kelompok Islam hingga kontraspionase melawan intelijen Rusia di Jakarta.

Al Araf, pengajar studi keamanan di Universitas Paramadina, Jakarta, mengatakan beberapa badan intelijen di negara maju punya tradisi keterbukaan karena memiliki sejarah panjang dalam demokrasi. Transparansi dan keterbukaan itu antara lain ditunjukkan dengan membuka dokumen yang sudah habis masa retensinya dan berjalannya fungsi pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Tentu saja, menurut Araf, tidak semua hal dari badan intelijen bisa dibuka. Hal mengenai strategi dan taktik operasi intelijen bisa dikecualikan alias tidak dibuka. Sedangkan informasi berupa kebijakan intelijen dan anggaran seharusnya bisa dibuka kepada publik. "Tapi tidak semua hal dengan mudah dikecualikan. Itu harus melalui uji konsekuensi," tutur Araf, Selasa, 14 Juni lalu. 

Di Amerika Serikat, ada masa retensi yang jelas untuk informasi yang dirahasiakan. Lembaga nirlaba yang secara reguler meminta deklasifikasi informasi rahasia adalah National Security Archive di George Washington University. Dokumen itu kemudian dikaji dan diterbitkan dalam bentuk buku atau kertas posisi.

Diandra mengatakan aspek transparansi badan intelijen bisa ditunjukkan dengan berfungsinya komite pengawasan di DPR. "Pengawasan itu sebagai pagar bagi intelijen supaya menahan arus politisasi, yang biasanya dari presiden," ujarnya.

Ketua Komisi Informasi DPR Meutya Hafid dan juru bicara BIN, Wawan Purwanto, tak kunjung memberikan jawaban saat dimintai komentar mengenai pengawasan badan intelijen ini.

Tantangan lain di Indonesia, kata Diandra Megaputri Mengko, adalah masa retensi dokumen rahasia ini dipukul rata, yaitu 25 tahun dan bisa diperpanjang setelah mendapat persetujuan DPR, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Dengan ketentuan ini, dokumen rahasia badan intelijen baru bisa dibuka pada 2036. "Itu pun kalau tidak diperpanjang," ucapnya.


Buku-buku tentang Intelijen Kita

• Intelijen dalam Pusaran Demokrasi, 2017, editor Ikrar Nusa Bhakti.
• Intelijen dan Politik Era Soekarno, 2018, editor Ikrar Nusa Bhakti.
• Intelijen dan Kekuasaan Soeharto, 2022, editor Diandra Megaputri Mengko.
Intelijen dan Keamanan Nasional di Indonesia Pasca Orde Baru, 2022, editor Muhamad Haripin.
• Menguak Tabir Intelijen Hitam Indonesia, 2006, Ali A. Wibisono.
• Hubungan Intelijen-Negara 1945-2004, 2008, Andi Widjajanto, Artanti Wardhani. 
• Intelijen: Velox ex Exactus, 2006, Andi Widjajanto, Cornelis Lay, Makmur Keliat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus