Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dua perupa perempuan beda generasi menggelar pameran Wave Women Project #1.
Menampilkan lukisan karya Ni Nyoman Sani dan Ratih Astria Dewi (RAD Art).
Pameran yang menyuarakan kegelisahan perempuan.
PULUHAN pengunjung memadati ruang pameran di Second Floor Coffee di Jalan By Pass Ngurah Rai, Kesiman, Denpasar, Bali, Jumat, 18 Maret lalu. Sore itu, ruang pameran berukuran sekitar 10 x 8 meter tersebut sekilas tampak penuh. Meski kurang begitu ideal sebagai ruang memajang karya seni, pameran “Wave Women Project #1” yang diadakan galeri Zen1 di Second Floor Coffee menjadi tanda kembali bergairahnya dunia seni setelah dua tahun lesu karena pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pameran “Wave Women Project #1” yang berlangsung selama 18 Maret-21 Mei 2022 itu menampilkan karya dua pelukis perempuan berbeda generasi, yakni Ni Nyoman Sani dan Ratih Astria Dewi. Total ada 12 lukisan terpajang di lantai 2 dan 3 Second Floor Coffee. “Pesan pameran ini sangat personal,” ujar Nyoman Sani. Ia mnunjukkan lukisannya yang berjudul Movement yang terdiri atas lima bagian. Tiga lukisan berukuran 200 x 60 sentimeter. Dua lukisan berukuran 200 x 70 sentimeter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lima lukisan yang dominan dengan warna hitam dan putih itu dipajang berdampingan di bagian barat ruang pameran. Lukisan-lukisan itu menampilkan pose perempuan seperti pada peragaan busana. Warna hitam dan putih mewakili perasaan Ni Nyoman Sani ketika melihat kehidupan dari dua sisi saja. Ada gelap dan terang, hitam dan putih, atau siang dan malam. Menurut Nyoman Sani, lukisannya itu telah dibuat sejak 2018. Lukisan itu diawali dengan garis dan gelombang yang membentuk pose perempuan. Setelah itu, proses melukis Movement menjadi lebih lambat.
Suasana pembukaan pameran Wave Women Project #1 di Galeri Zen 1 di Denpasar, Bali, 18 Maret 2022. TEMPO/Made Argawa
Nyoman Sani mulai menumpahkan pikirannya yang berloncatan dan perasaan yang naik-turun dalam karya ini. Guratan garis dimulai dari tebal menjadi tipis, ukuran titik yang tidak stabil, hingga tumpukan garis. Ketika berkarya, tutur Nyoman Sani, karya yang dibuatnya itu akan selalu berkembang. Kecuali jika karya itu telah dimiliki orang lain atau menjadi koleksi museum. “Lukisan Movement ini belum finis, misalkan pada bajunya terus berubah. Kecuali pose awalnya yang tetap,” ujar pelukis yang telah beberapa kali berpameran tunggal, termasuk di Belanda, tersebut.
Lukisan lain Ni Nyoman Sani pada pameran ini dengan tema sejenis adalah Complecity. Lukisan berukuran 250 x 185 sentimeter itu menampilkan pose empat perempuan, tetap dengan dasar warna hitam dan putih. Seperti konsep sebelumnya yang masih bertumbuh, empat gambar perempuan dalam lukisan Complecity sepertinya juga belum sampai batas akhir. Ni Nyoman Sani mengawali kiprahnya di dunia seni pada 1995 dengan masuk Jurusan Seni Rupa Murni Institut Seni Indonesia, Denpasar—yang pada waktu itu masih bernama Sekolah Tinggi Seni Indonesia. Namun ia hanya bertahan satu semester.
Akan halnya Ratih Astria Dewi (dikenal dengan nama alias RAD Art), dia menampilkan warna yang lebih cerah. Kesan warna emas tampak pada lukisan-lukisan Ratih yang dipajang pada pameran “Wave Women Project #1” tersebut. Pelukis kelahiran 1 Juni 1989 ini menampilkan tujuh lukisan. “Awalnya bermula dari obrolan tentang refleksi pada personal perempuan,” ujar lulusan Institut Seni Indonesia, Surakarta, Jawa Tengah, 2007, ini. Ratih menyebutkan ia tertarik pada persoalan lika-liku pribadi perempuan. “Misalnya gosip. Kadang tidak semua orang suka pada apa yang kita lakukan,” katanya.
Dep[end on Me
Lukisan Ratih dengan judul Depend on Me menggambarkan jelas kegelisahan personal perempuan. Lukisan berukuran 140 x 200 sentimeter itu menggambar enam sosok perempuan. Ratih menggambar satu perempuan menoleh ke kanan dengan pandangan ke atas, sementara dua orang menoleh ke kiri, seolah terjadi percakapan. Di belakang gambar perempuan utama itu ada tiga perempuan lagi yang seolah-olah bergosip dengan pandangan melirik. “Hal ini hampir terjadi pada setiap kehidupan perempuan. Bahkan kadang pria juga mengalami,” ujarnya.
Perjalanan Ratih berkiprah sebagai seniman boleh dibilang tidak berjalan mulus. Perempuan kelahiran Muara Badak, Kalimantan Timur, itu mengawali pendidikan tinggi di jurusan arsitektur. Tidak betah dan terkesan akan kehidupan seniman saat di Yogyakarta, Ratih pindah ke bidang seni. Ia kemudian masuk ISI Surakarta. Pemilik galeri Zen1, Nicolaus F. Kuswanto, mengatakan pameran “Wave Women Project #1” bertujuan memberi ruang bagi pelukis perempuan. Ia menilai Ni Nyoman Sani adalah salah satu pelukis senior di Bali yang telah berkarya lebih dari 20 tahun dan menghasilkan banyak lukisan. “Ratih merupakan pelukis dari daerah yang tidak dikenal sebagai wilayah seni, tapi mampu punya karakter sendiri,” tuturnya. “Pameran ini juga sekaligus memperingati Hari Perempuan Internasional.”
MADE ARGAWA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo