Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Saat Kahitna Dihujani Bunyi Klakson...

Konser drive-in perdana digelar di Jakarta, akhir Agustus lalu. Mobil menjadi alat pelindung diri. Konsep pentas baru di tengah maraknya konser daring.

5 September 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RATUSAN pengemudi mobil bertubi-tubi membunyikan klakson saat Kahitna mulai membawakan lagu hit “Takkan Terganti”, Sabtu petang, 29 Agustus lalu. Riuh dan memekakkan telinga. Tapi, sementara biasanya suara berisik klakson di jalanan Jakarta ditimpali omelan pengendara, kali ini justru ada banyak tawa. Histeria. Sebab, klakson itu menggantikan tepuk tangan penonton yang datang ke konser drive-in New Live! Experience di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat. Konser garapan Berlian Entertainment itu berlangsung dua hari pada 29 dan 30 Agustus lalu, masing-masing selama sekitar satu setengah jam. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena konser berkonsep drive-in, penonton hanya boleh menikmatinya dari dalam mobil masing-masing. Berjoget dan bernyanyi bareng musikus yang berpentas tentu tak dilarang, asalkan tak melintasi atau mampir ke mobil sebelah. Paling banter penonton keluar dari mobil untuk ke toilet, atau membuka kaca jendela buat berswafoto dan memotret suasana. Sesekali, di tengah konser, mereka juga melongok ke panggung; menonton musikus, juga layar digital yang sesekali memampangkan wajah dan aktivitas penonton di dalam mobil. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kegiatan itu terekam di aplikasi Zoom yang lalu panitia tayangkan lewat layar-layar besar di panggung. “Seru banget karena saya bisa nongol di layar panggung sekaligus berinteraksi dengan penonton lain,” kata Anindita Kanandipa, salah satu penonton, saat dihubungi pada Selasa, 1 September lalu. 

Iming-iming pengalaman baru menonton konser drive-in menjadi alasan Anindita bertandang ke lokasi hajatan pada hari kedua, 30 Agustus lalu. Karyawan swasta 24 tahun itu juga sudah rindu datang ke konser dan bersukacita di dalamnya. “Kalau orang zaman dulu nonton misbar (gerimis bubar—istilah untuk menonton film di lapangan terbuka), ternyata sekarang konser pun bisa dibikin gokil (seru) begini,” ujar Anindita, yang datang berdua dengan pasangannya. 

Rio Febrian dalam Prambanan Jazz Online,di Prambanan, Jawa Tengah, 18 Juli 2020. Dokumentasi Rajawali Indonesia Media

Baru kali ini konser drive-in digelar di Jakarta sejak penerapan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada April lalu. Pada hari pertama, Kahitna menjadi pengisi acara. Esoknya, giliran Armand Maulana dan Afgansyah Reza yang tampil. Di Bali, konser berformat sama lebih dulu digelar pada 15-17 Agustus lalu dalam acara bertajuk Bali Revival 2020. Di sana, penonton bisa beraktivitas di area parkir yang sudah disekat untuk setiap mobil. 

Konser serupa berlangsung di luar negeri, seperti dalam Encore Drive-In Nights yang menampilkan band Metallica. Bedanya, konser di Amerika Serikat dan Kanada pada 29 Agustus lalu itu mengizinkan hingga enam penumpang dalam satu mobil di arena. Lain halnya dengan Sam Fender, yang berkonser di Gosforth Park, Newcastle, Inggris, 13 Agustus lalu. Dalam konser social distancing pertama di dunia itu, 2.500 pengunjung dibagi ke dalam boks yang dipisahkan kotak-kotak berpagar besi. Setiap boks berisi maksimal lima orang. Protokol kesehatan diterapkan dengan memberikan jarak 2 meter antara satu boks dan lainnya. 

Bagi musikus yang tampil, konser drive-in itu memberikan sensasi baru. “Feel panggungnya berbeda. Biasanya kami berhadapan langsung dengan penonton, sekarang ngadepin mobil,” tutur Hedi Yunus, salah satu vokalis Kahitna. Karena itulah, agar penampil bisa berinteraksi dengan penonton, klakson dan lampu dim mobil menjadi perantara. “Baru kali ini dengar bunyi klakson dan lihat dim mobil saya malah bahagia, ha-ha-ha….” 

Hedi menjelaskan, dalam format konser ini, ia juga “kehilangan” pengeras audio besar yang biasa ada di kanan-kiri panggung. Sebagai gantinya, di panggung besar itu, ia dibekali in-ear monitor yang menyumpal kupingnya dari segala suara. “Puluhan tahun nyanyi ditemani speaker besar ribuan watt, sekarang pakai ear monitor. Ini beda banget rasanya. Walau tetap saja hal-hal yang hilang itu tertutupi dengan rasa bahagia karena bisa konser lagi,” ucapnya. 

Chief Executive Officer Berlian Entertainment Dino Hamid mengungkapkan, ia menggagas konsep konser drive-in tak lama setelah pemberlakuan PSBB. Saat itu sejumlah poin sudah dia pikirkan, seperti soal keamanan, protokol kesehatan, dan interaksi musikus dengan penonton. “Kami sangat berusaha agar industri ini tetap jalan, musisi tetap manggung, tapi semua yang terlibat tetap aman dan nyaman,” katanya saat dihubungi pada Senin, 31 Agustus lalu. 

Dino mengaku terilhami oleh konsep drive-in yang lebih dulu diadopsi untuk acara menonton film. Misalnya perhelatan di kawasan Pantai Binaria (kini Ancol) pada 1970-an dan yang teranyar di Edutown Bumi Serpong Damai, Tangerang, Banten, Juli lalu. Dia memodifikasi format itu dengan teknologi dan kebutuhan psikologis yang selama ini dipenuhi konser musik. Misalnya perihal audio, visual, serta interaksi pemusik yang tampil dengan penonton di dalam mobil. 

Konser drive-in New Live! Experience sebenarnya bersifat hibrida: menggabungkan model nirsiar (off-air) dengan daring (online). Harga tiketnya tentu berbeda. Sementara tarif konser drive-in dipatok Rp 500 ribu-1,5 juta—tergantung lokasi parkir mobil—tiket pentas daring yang dibeli oleh 3.000-an orang hanya seharga Rp 75 ribu. Harga tiket drive-in itu dihitung per mobil dengan jumlah penumpang maksimal tiga orang. Di JIExpo, kapasitas mobil untuk konser disediakan sebanyak 300 slot

Walau tiket ludes, jumlah penonton tetap tak seberapa bila dibandingkan dengan pentas sebelum pandemi di JIExpo, yang bisa mencapai ratusan ribu orang. Belum lagi biaya tata panggung yang berbeda dengan biasanya. Untuk konser biasa, panggung yang digunakan umumnya hanya setinggi 1,8 meter. Sedangkan tinggi panggung untuk konser drive-in hingga 3 meter agar penonton yang memarkir mobilnya paling belakang masih bisa menikmati pertunjukan. 

Bagi penonton, ada aturan main yang harus dipatuhi sebelum menikmati konser drive-in. Misalnya usia mesti 9-60 tahun, suhu tubuh di bawah 37,3 derajat Celsius, mobil dalam kondisi prima karena mesin harus hidup selama konser, dan menjalani pengecekan karbon monoksida dengan detektor. Panitia menyediakan satu petugas penghubung khusus (liaison officer) per sepuluh mobil dan menyemprotkan disinfektan pada bodi kendaraan. “Banyaknya hal detail yang kami siapkan inilah yang membuat biaya operasional ikut bertambah,” ucap Dino. 

Untuk menyiasati ongkos produksi, Berlian Entertainment merangkul sejumlah sponsor dari swasta, perusahaan pelat merah, juga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. “Konsep anggaran produksinya kolektif karena semangat yang kami usung sama, ingin industri ini hidup lagi,” ujar Dino. Ia menyebutkan konsep acara dan pendanaan ini akan kembali digunakan untuk konser lain yang ditangani Berlian Entertainment. 

Lain halnya dengan Rajawali Indonesia Communication, yang bakal menghelat konser musik tahunan Prambanan Jazz Festival di pelataran Candi Prambanan, Yogyakarta, 30 Oktober-1 November 2020. Acara itu rencananya digelar menggunakan konsep hibrida, nirsiar dan daring, dengan format menyerupai konser Sam Fender di Newcastle. Namun, di Prambanan, nantinya per boks hanya bisa diisi maksimal empat penonton dengan jarak antarboks 1 meter. “Semua siap, tinggal menunggu urusan perizinan ke gugus tugas Covid-19,” kata Anas Syahrul Alimi, bos Rajawali Indonesia Communication, Senin, 31 Agustus lalu. 

Sementara biasanya Prambanan Jazz Festival menyedot hingga 20 ribuan penonton, dengan konsep baru itu, kapasitasnya hanya berkisar 1.000-1.500 orang. Mengingat standar protokol kesehatan akan menelan biaya tambahan, Anas memperkirakan harga tiket naik dari tahun lalu. Sebab, biaya tiket akan mencakup ongkos tes cepat Covid-19. 

Menurut Anas, sejatinya Prambanan Jazz Festival sudah didukung banyak sponsor dari swasta ataupun pemerintah. Namun pendukung dana itu akhirnya mundur karena masih khawatir terhadap prototipe baru konser dengan boks. “Tapi, bagaimanapun, kami akan jalan terus. Teman-teman artis dan pegawai panggung pastinya juga tak mau berhenti,” tuturnya.

ISMA SAVITRI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus