Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI atas panggung bertabur cahaya dengan latar belakang Candi Borobudur, Mariah Carey muncul dengan tembang Fly Away. Tampil bersama band pengiring dan penari latar, diva pop asal Amerika Serikat itu menyanyikan lagu yang diambil dari album lawas bertajuk Butterfly (1997) tersebut. Penonton riuh menyambutnya dengan penuh antusias.
Fly Away menjadi lagu pembuka konser Carey bertajuk “Himbara Borobudur Symphony 2018” di Taman Lumbini, Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Selasa malam pekan lalu. Pertunjukan musik Carey malam itu bagian dari serangkaian tur konser sang diva pop di sejumlah negara Asia. Selain di Indonesia, ia tampil di Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Makau, dan Jepang.
Setelah Fly Away, Carey membawakan lagu Honey dan Shake It Off. Selama sekitar 90 menit penampilannya, Carey membawakan 18 lagu yang sebagian besar adalah nomor hit lawas yang akrab di telinga para penggemarnya. Di antaranya I Don’t Wanna Cry, Love Takes Time, Make It Happen, Fantasy, Always Be My Baby, Emotions, One Sweet Day, Heartbreaker, My All, dan Hero. Dia juga menyanyikan The Distance, salah satu lagu dari album teranyarnya yang berjudul Caution.
Penampilan penyanyi 48 tahun itu masih sangat energetik. Sambil melantunkan tembang, dia kerap lincah bergoyang. Kualitas vokalnya pun masih sangat prima. Setelah bergoyang bersama penonton dengan lagu It’s Like That yang sangat mengentak, Carey memuji lokasi konser di kompleks Candi Borobudur itu. “Hi guys, gimana perasaan kalian? Masih bagus? Ini tempat yang indah,” katanya.
Mariah Carey tampil untuk kedua kalinya di Indonesia. Ada yang berbeda dalam penampilannya kali ini dibanding konsernya di Jakarta pada 2004. Tak ada pakaian seksi yang menonjolkan keindahan tubuh yang kerap dikenakan sang diva dalam konser-konsernya. Kostum konsernya di Borobudur juga sangat berbeda dengan saat ia tampil di negara Asia lain, misalnya di Plenary Hall, Kuala Lumpur, Malaysia, dan di Smart Araneta Coliseum, Manila, Filipina. Di dua negara itu, Carey tampil sangat sensual dengan pakaian seksi.
Dalam penampilannya di Borobudur, perempuan dengan rambut panjang tergerai itu tiga kali berganti kostum dan ketiga-tiganya gaun yang cukup anggun. Ia mengenakan gaun panjang berwarna ungu selutut, baju berkelir hitam hampir menyentuh mata kaki, dan pakaian cokelat muda gemerlapan bertabur cahaya. Cincin berbentuk kupu-kupu menghiasi jarinya.
Anas Syahrul Alimi, Chief Executive Officer Rajawali Indonesia selaku konsultan acara musik tersebut, menyebutkan jauh hari sebelum konser timnya sudah bernegosiasi dengan manajemen Carey ihwal kostum. Kepada tim manajemen, Rajawali mengatakan Carey akan tampil di tempat suci peribadatan umat Buddha. Manajemen mendengar bahwa Indonesia sangat sensitif dalam soal pakaian dan mereka menghormatinya. “Tim manajemen Mariah menyodorkan lima-tujuh kostum berupa gaun panjang kepada kami,” ujar Anas.
Promotor konser, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, semula berharap Carey tampil mengenakan kostum bermotif batik untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia. Misalnya selendang batik. Bahkan tim Rajawali telah menyiapkan sejumlah nama desainer top Indonesia. Tapi negosiasi dengan manajemen Carey tak sukses. Sang diva tak mau ribet dengan kostum tawaran penyelenggara dan dia membawa sendiri penata kostum.
Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko Edy Setijono mengatakan promotor berharap Mariah Carey tampil mempromosikan keindahan batik dengan panggung berlatar warisan budaya, Candi Borobudur. Tapi, sehari menjelang konser, manajemen Carey tak memberikan jawaban atas tawaran mengenai kostum batik.
Penampilan penyanyi 48 tahun itu masih sangat energetik. Sambil melantunkan tembang, dia kerap lincah bergoyang. Kualitas vokalnya pun masih sangat prima. Setelah bergoyang bersama penonton dengan lagu It’s Like That yang sangat mengentak, Carey memuji lokasi konser di kompleks Candi Borobudur itu. “Hi guys, gimana perasaan kalian? Masih bagus? Ini tempat yang indah,” katanya.
Kehadiran Carey, menurut Edy, penting untuk mempromosikan Borobudur sebagai warisan budaya dunia. Promotor memerlukan waktu setahun untuk melobi manajemen Carey. Untuk menggelar konser itu, penyelenggara menghabiskan duit lebih dari Rp 10 miliar. Ongkos itu digunakan untuk membiayai seluruh acara, termasuk honor Carey dan band pengiringnya
Konser Carey tergolong mewah dengan menonjolkan sisi glamor pada panggungnya. Carey memang dikenal dengan kekuatan atraksi panggungnya. Dia tampil habis-habisan di panggung dengan penari latar, band pengiring, kostum, tata lampu, dan segala pernak-pernik panggung yang serba gemerlap. Pada awal konser, gambar kupu-kupu memenuhi panggung. Carey juga menyertakan dua lelaki yang menata rias wajahnya di panggung.
Untuk desain panggung, Rajawali berjuang keras menghilangkan layar monitor light-emitting diode (LED) setinggi 17 meter yang biasa digunakan dalam banyak konsernya di Amerika Serikat dan negara lain. Layar monitor berukuran raksasa ini bila digunakan akan menutupi keindahan Candi Borobudur. Monitor LED ini permintaan manajemen Carey. Rupanya Carey dan manajemennya tidak mengenal Borobudur. “Kami berjuang habis-habisan untuk negosiasi menghilangkan layar monitor LED. Ini paling susah,” ucap Anas Syahrul.
Guna meyakinkan manajemen Carey, Anas mengirimkan foto-foto dan video konser Prambanan Jazz yang berlatar Candi Prambanan, Yogyakarta. Cara itu berhasil. Manajemen akhirnya mau menghilangkan layar LED dengan syarat panggung ditembak sorot lampu yang megah.
Menurut Anas, ongkos menata panggung Mariah Carey yang mewah itu sama seperti biaya membangun satu rumah mewah. Konser Carey malam itu mundur sekitar 20 menit. Hujan sejak siang membuat konser yang dijadwalkan dimulai pada pukul 20.00 sedikit tertunda.
Manajemen Carey sempat mendirikan tenda-tenda berukuran kecil di panggung untuk menutupi alat musik agar tidak rusak mengantisipasi turunnya hujan. Mereka lalu membongkar tenda-tenda itu dan berkali-kali mengepel lantai dengan minuman bersoda berlabel produksi Amerika Serikat supaya panggung tidak licin. “Kami gugup karena hujan yang turun sejak siang hingga menjelang jam konser,” ucap Anas.
SHINTA MAHARANI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo