Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Tatiek Maliyati, Legenda Hidup Losmen

Pada masanya, serial Losmen populer dan sempat diangkat ke layar lebar. Tatiek Maliyati kreator dibalik serial legendaris itu.

20 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Serial Losmen terdiri atas 35 episode yang tayang selama 4 tahun

  • Naskah Losmen ditulis Tatiek Maliyati dan disutradarai Wahyu Sihombing

  • Tatiek tak terlibat naskah dan penggarapan film Losmen Bu Broto

SUDAH lebih dari tiga dekade sejak Tatiek Maliyati bergulat menggarap skenario serial Losmen. Pada 1986-1989, Losmen tayang di Televisi Republik Indonesia yang ketika itu menjadi satu-satunya stasiun televisi di Tanah Air. Saban tahunnya hanya 10 dari 35 episode yang tayang, dengan arahan sutradara Wahyu Sihombing, suami Tatiek. Pada 1987 serial ini pernah difilmkan dengan formasi sutradara-penulis naskah dan pemain yang sama. Ada August Melasz, Chintami Atmanegara, Ida Leman, dan Mathias Muchus yang bermain di versi film berjudul Penginapan Bu Broto itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kini Tatiek, 87 tahun, bernostalgia setelah serial Losmen dibuat versi layar lebarnya. Tentu ada kenangan yang masih mengendap di kepala pengajar seni peran dan mantan dosen Institut Kesenian Jakarta ini. Sebab, bagaimanapun, menurut Tatiek, kisah losmen dan keluarga Bu Broto sudah mendarah-daging dalam dirinya. “Saya melihat versi film dengan apa adanya, tak bisa membandingkannya dengan serial. Karena zamannya sudah berbeda, dan medianya pun film, bukan televisi seperti dulu. Ini juga yang membuat sinematografi, tata artistik, dan efek yang digunakan dalam film berbeda dengan serialnya,” katanya melalui telepon, Selasa, 16 November lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Tatiek, alih wahana Losmen ke film mesti direspons dengan riang. Seperti pada 1980 ketika ia merancang penokohan, kisah, dan konflik dalam Losmen yang berbeda setiap episodenya. Karakter para tokoh Losmen dibuat kuat dan detail oleh Tatiek, sehingga menimbulkan kedekatan penonton pada karakter-karakter tersebut. Seperti sosok Pak Broto yang diceritakan sebagai pensiunan yang mengalami post power syndrome atau sindrom pasca-hilangnya jabatan/kekuasaan.

Tokoh yang diperankan Mang Udel itu juga dikisahkan suka memainkan instrumen musik ukulele. Juga Bu Broto alias Deborah (Mieke Wijaya) yang perkasa membuat kontras karakternya dengan sang suami, dan ini konsisten terlihat dalam semua episode Losmen. Para aktor dan aktris terkenal yang terlibat di Losmen dipilih setelah Tatiek dengan Wahyu merundingkannya berdua.

Yang membuat Losmen saat itu “mengandung candu” tak hanya nama pemerannya, tapi juga alur cerita dan konfliknya. Selain dekat dengan keseharian, ceritanya punya pesan yang diselipkan Tatiek untuk para pemirsanya. “Saya selalu menghadirkan misi moral dalam tiap episode. Ini pula yang berusaha dihadirkan dalam film Losmen Bu Broto,” ucapnya. Untuk ide ceritanya, Tatiek selalu melihat fenomena sosial dan kondisi di sekitar. “Saya memilih topik yang relevan pada masa itu dan masuk ke karakter di Losmen.”

Walau penokohan dan kisah Losmen sudah mengakar, Tatiek tak ikut campur dalam penulisan skenario film Losmen Bu Broto. Ia mempercayakannya pada tim produser—Andi Boediman dan kawan-kawan. “Mereka membikin sendiri (filmnya), saya sama sekali tidak ada komitmen. Hanya memang copyright-nya punya saya, sehingga masih ada nama saya di situ,” ujarnya.

Mengobrol soal Losmen, semangat Tatiek terasa menyala. Suaranya pun tak menggambarkan usia pemiliknya. Cara bicaranya masih runut, daya ingatnya juga tajam. Saat ditanyai tentang kondisinya yang prima, Tatiek tertawa. Ia menyebutkan latar belakangnya sebagai seniman teater membuatnya terbiasa berolah vokal. “Saya masih bisa ngakak, kok. Ha-ha-ha...,” katanya.

Situasi pandemi membuat Tatiek Maliyati yang terbiasa dengan segudang aktivitas kini berdiam sementara di rumah. Ia menelan lebih banyak buku, juga menonton televisi. Bukan sinetron kekinian, tentunya. Tatiek berharap pagebluk segera berlalu agar ia bisa membuka kursus seni peran privat. “Saya masih bisa mengajar. Tapi kalau ke kampus, ya, enggak enak. Udah nenek tua begini,” ucapnya, kembali tergelak.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus