Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM dua pekan terakhir, Jakarta menjadi kota dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia menurut pantauan perusahaan teknologi kualitas udara Swiss, IQAir. Peringkat itu membuat Heru Budi Hartono, penjabat Gubernur DKI Jakarta, gusar. Ia pun membuat kebijakan agar masyarakat Ibu Kota bekerja dari rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan work from home (WFH) menunjukkan pemerintah menilai sumber utama polutan adalah kendaraan bermotor. Padahal, menurut sejumlah organisasi swadaya lingkungan, sumber utama polusi Jakarta adalah pembangkit listrik batu bara dan industri yang mengepung Jakarta. "Saya tak ambil pusing," kata Heru Budi kepada Abdul Manan, Raymundus Rikang, Egi Adyatama, dan Mutia Yuantisya dari Tempo pada Jumat, 25 Agustus lalu. "Yang penting polusi turun segera."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam wawancara sekitar satu jam, Heru menjelaskan tantangan menyelesaikan masalah lingkungan yang lintas batas seperti polusi udara. Pria yang merangkap jabatan sebagai Kepala Sekretariat Presiden ini juga menerangkan dua rencana besar yang hendak ia selesaikan sebelum 2024. Juga soal nasib Jakarta setelah Ibu Kota Nusantara (IKN) berdiri di Kalimantan Timur dan kemungkinan ia mencalonkan diri menjadi Gubernur Jakarta.
Bagaimana mengatasi polusi Jakarta?
Banyak orang bertanya kapan masalah polusi selesai dan bagaimana mengatasinya. Jakarta kan enggak bisa mengatasinya sendiri. Kami terapkan WFH (work from home). Memang persentase polusinya kecil, tapi kan itu aksi kami. Dampaknya, penurunan jumlah kendaraan di jalan bisa 1,6-2 persen. Itu dari aparatur sipil negara (ASN) DKI saja. Dengan turunnya jumlah kendaraan, tingkat kemacetan turun sekitar 4 persen.
Dampaknya bagi pengurangan polusi seberapa besar?
Kemacetan itu rentetannya ke polusi. Kalau macet, kendaraan berhenti, mesinnya hidup terus. Kenapa WFH? Karena yang paling dekat dan yang tercepat. Saya mau semua mengikuti kebijakan ini dengan kemampuan dan perhitungan masing-masing. Pebisnis mungkin masuknya bisa pukul 10 atau karyawannya bisa menerapkan shift. Pedagang kecil enggak bisa WFH. Tapi kalau yang bisnisnya jasa kan bisa. Saya ingin tahu, kalau Jakarta itu kendaraan (yang beroperasi) turun drastis karena WFH, polusi turun atau enggak? Nanti baru kita omong lagi. Ternyata, setelah WFH, 100 persen polusi enggak berkurang. Kalau begitu, hayuk kita cari cara lain.
Bagaimana membuat WFH dipatuhi karena ini bukan masa pandemi?
Sudah keluar peraturan Menteri Dalam Negeri yang memerintahkan semua aparatur sipil negara, BUMN (badan usaha milik negara), dan BUMD (badan usaha milik daerah) di Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi untuk WFH 50 persen. Kalau Senin dimulai, kita lihat aja.
Tidak menyasar industri?
Kalau pabrik kami stop enggak bisa juga, karena dia perlu makan, perlu menyuplai. PLTU kami stop, mati listrik. Satu-satunya, ya, ini, tanpa mengurangi kegiatan ekonomi. Kalau ini turun dalam dua-tiga hari kan lumayan. Kalau polusi ini enggak turun, kaitannya dengan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
Seberapa besar angka kenaikan kasus ISPA?
Tidak signifikan dengan kondisi polusi yang naik drastis. Pada Maret, pasien ISPA 157 ribu, April 144 ribu, Mei 134 ribu, Juni sudah masuk kemarau naik 143 ribu, Juli jadi 156 ribu. Naiknya 10 ribu.
Apa saja penyumbang polusi udara Jakarta?
Semua. Industri, transportasi. Kalau hitungan saya 50 : 50. Semuanya memberikan kontribusi terhadap polusi.
Polusi ini lintas batas. Apa usul DKI ke pemerintah pusat?
Pertama, WFH. Kedua, uji emisi kendaraan bermotor. Ini enggak bisa pemerintah daerah DKI saja. Transportasi yang masuk dari daerah berapa juta, tuh? Maka pemda-pemda lain juga ikut mengadakan uji emisi di kota masing-masing.
Berganti ke kendaraan listrik?
Pertanyaan ini saya tunggu-tunggu. Kenapa enggak ditanya juga ke Bogor, Depok, Bekasi? Jakarta tahun ini beli 100 mobil listrik. Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, bagaimana? Kalau secara finansial enggak mampu, empati, dong. Masak, beli satu bus enggak mampu? Kalau ditanya lagi, efeknya enggak ada. Memang. Tapi trigger. Memberi semangat.
Untuk uji emisi, sudah ada instruksi pemerintah pusat?
Sudah. Kalau pemda DKI yang melakukan uji emisi, volume kendaraan yang diuji tidak banyak. Maka, kemarin, waktu rapat di kantor Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, agen tunggal pemegang merek (ATPM) wajib mengeluarkan semacam rekomendasi. Misalnya untuk mobil yang menjalani servis (setiap jarak tempuh) 10 ribu, 20 ribu, 30 ribu kilometer. Mau diminta atau tidak diminta oleh konsumen, ATPM wajib mengecek emisi sebelum keluar.
Bagaimana mengatasi polusi dari industri?
Kalau kita bicara Jakarta, ya, pengetatan pemberian izin dan pengawasan. Kami beri waktu dua atau tiga bulan industri harus pakai scrubber.
Apakah itu wajib?
Wajib, dong.
DKI sudah mengeluarkan instruksi soal itu?
Sudah bersama-sama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kita juga tidak boleh mematikan industri. Kami beri waktu, misalnya karena lagi proses beli lantaran alatnya diimpor, sedang pemasangan. Tapi, kalau industri yang polusinya seharusnya tidak tinggi dan sekarang tinggi, kami pakai penegakan hukum.
Apakah bisa sampai dicabut izinnya?
Penegakan hukum itu misalnya peringatan atau dia harus menggunakan apa untuk mencegah polusi.
Pakai gas?
Ya. Misalnya, di dalam syarat perizinan (dinyatakan) tidak akan mencemari lingkungan hidup lalu memakai jenis energi yang minim polusi. Ternyata dalam prosesnya perusahaan sudah 10 tahun dan memasuki tahun ke-11 tidak menggunakan itu, tapi pakai batu bara. Nah, itu menyalahi aturan.
Adakah indikasi industri menggenjot produksinya karena ketertinggalan selama masa pandemi Covid-19?
Menurut saya, dia berproduksi normal. Kan, di luar negeri ekonominya lagi turun. Ditambah kemarau, El Niño.
Udara malam Jakarta, saat transportasi sedikit, masih merah di sejumlah tempat. Ada dugaan industri membuang emisi di malam hari?
Biasanya pabrik-pabrik itu bekerja 24 jam. Kalau dia mau produksi, enggak apa-apa. Dia produksi 24 jam silakan saja. Kalau ada indikasi polusinya tinggi, dia harus sadar. Kalau ditutup juga bermasalah nanti, soal tenaga kerja dan lainnya. Kasihan juga. Kalau kemarin di Lubang Buaya ditutup, asapnya kayak begitu, ya, ditutup sementara.
(Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyetop aktivitas pabrik arang di Lubang Buaya, Jakarta Timur, pada Rabu, 23 Agustus lalu, karena dinilai salah satu penyumbang polusi udara di Jakarta.)
Berapa banyak pelanggaran seperti itu?
Kita harus bicara Jabotabek. Berapa banyak industri yang ada di Jakarta? Tidak sebanyak di sekitar Jakarta. Paling ada di Kamal. Itu pergudangan. Paling di Cilincing, Pulogadung. Sekitar itu.
Bagaimana kepatuhan industri soal menekan emisi?
Ada, tapi tidak besar. Contoh, kalau yang di Lubang Buaya itu saya sudah curiga. Sebab, dari hasil pengamatan dengan analisis alat pemerintah DKI, satu pekan saya pantau itu kuning terus. Maka saya mengontak Dinas Lingkungan Hidup dan saya komunikasikan dengan Menteri Lingkungan. Lubang Buaya kami cari penyebabnya. Ternyata salah satunya itu.
Apakah ada pola kalau kawasan industri itu kuning dan semacamnya?
Ketemu kalau kita lihat. Tapi enggak berpola sama. Di Cilincing, naik-turun. Hijau itu bagus, biru sedang, kuning tidak sehat. Bundaran Hotel Indonesia biru, Gelora Bung Karno biru. Cuma, saya enggak mau mengeluarkan itu. Nanti dibilang membela diri.
Untuk mengatasi polusi dari pembangkit listrik batu bara, apa usul DKI?
Menurut informasi yang saya terima dari Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Suralaya sudah mendapatkan sertifikat ISO dan mengikuti standar-standar internasional dan dipatuhi. Mereka dikontrol terus oleh organisasi internasional. Jadi aman. Makanya, daripada kita berdebat begini, kita jalani saja dua-tiga hari (WFH). Coba WFH pada Jumat, Sabtu, dan Minggu. Oh, ternyata enggak turun. Oh, berarti industri.
Mungkin ada asap dari industri yang memakai pembangkit listrik batu bara di Jakarta?
PLTU, selain dia pakai batu bara, bisanya pakai apa? Gas. Ya, dicoba saja. Kapan kita bersepakat semuanya? Jumat, Sabtu, Minggu, kendaraan kalau bisa WFH. Kalau ternyata polusinya enggak turun, Senin, Selasa, dan Rabu PLTU Suralaya pakai gas. Kalau musim kemarau seharusnya jangan pakai batu bara, pakailah gas. Tapi nanti dari sisi operasinya tinggi atau enggak?
Sebagian industri di Jakarta mengaku pakai batu bara karena gas tidak tersedia.
Bercanda lagi, nih. Kalau dia mau mengurangi polusi, pakai saja hasil produksi RDF (refuse-derived fuel) kami. Polutannya lebih rendah dari batu bara. Soal tidak ada jalur gas, benar. Perusahaan Gas Negara berdiskusi dengan saya. Mereka ingin masuk ke lokasi-lokasi industri. Mereka minta izin perpipaan dan segala macam. Mereka sudah ada cetak birunya. Perusahaan air minum (PAM) akan membangun pipa. Sekalian saja gas masuk di situ.
(Jakarta membangun pabrik pengolahan sampah dengan teknologi RDF yang menghasilkan bahan bakar alternatif pengganti batu bara di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat.)
Anda terganggu dengan label Jakarta masuk daftar kota dengan polusi terparah di dunia?
Ya. Saya mikirin terus. Maka saya bolak-balik ngomong, ini panggilan negara, ayo dong sama-sama mengatasinya. Enggak bisa diterapkan WFH seperti pada masa Covid-19. Tapi masing-masing mengatur dirinya sendiri gitu, lho. WFH enggak lama juga, mungkin sampai Oktober atau Desember.
Hujan buatan tidak mungkin dilakukan?
Tanggal 28 Agustus baru mungkin karena sudah ada awan. Tapi dua-tiga hari ini enggak bisa.
Kalau September atau bulan berikutnya hujan, apakah masalah polusi bisa selesai?
Kalau hujan turun terus, tingkat polusi akan turun. Hujan buatan menurunkan polusi sekian hari atau minggu. Setelah itu, kalau kemarau, tingkat polusi akan naik lagi. Kalau hanya sendiri-sendiri, terus kita enggak beraksi sama-sama, percuma.
Apa solusi jangka panjang untuk mengatasi polusi ini?
Mulai sekarang, ayo beralih ke mobil yang tidak menghasilkan polutan. Di negara-negara lain juga begitu. Ikuti aturan yang telah direkomendasikan pemerintah. Berikutnya, pemda DKI dan pemda di Jakarta, Bogor, dan Bekasi sama-sama membangun sarana transportasi massal. Tiga hal itu.
Pemandangan area Monumen Nasional dan gedung-gedung tinggi di sekitarnya yang terlihat samar karena polusi udara di Jakarta, 11 Agustus 2023./Tempo/Hilman Fathurrahman W.
Apakah polusi tahun depan akan berkurang saat Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota?
Mungkin yang berkurang jumlah ASN-nya. Tapi, ketika jumlah ASN berkurang, jalan enggak macet, orang nyaman berbisnis di Jakarta. Maka mungkin, insyaallah, pebisnisnya banyak ada di Jakarta. Kalau ditanya macet, mungkin tetap macet juga.
Bagaimana persiapan Jakarta setelah tak jadi ibu kota?
Ini sedang diproses menjadi daerah khusus. Itu kan pola struktur ruang. Tentunya (untuk) bisnis, olahraga, budaya, dan jasa. Nah, itu harus dikembangkan. Konsepnya pemda DKI harus ke sana. Maka pemda DKI hanya minta tiga hal besar: kebijakan fiskal, kebijakan kependudukan, dan tata ruang.
Apakah ketiganya tidak dimiliki saat ini?
Contohnya, pajak. Ya, bisa diberikan kelonggaran pengaturan sendiri. Masalah kependudukan bisa diberikan kewenangan khusus kepada DKI. Perihal tata ruang, kami minta fleksibilitas. Misalnya, gedung-gedung kementerian bisa kita bisniskan. Status tata ruangnya bisa (diubah menjadi) cokelat (kawasan bisnis).
Kepemilikannya tetap di pemerintah pusat?
Iya. Kalau mau jual, misalnya gedung BUMN (di Medan Merdeka Selatan), ini kan statusnya merah. Merah berarti gedung pemerintahan. Kita ubah menjadi cokelat, kawasan bisnis. Berarti BUMN kan bisa join bikin perkantoran swasta, hotel. Kira-kira begitu.
Bagaimana membuat Jakarta tetap menarik?
Saya prediksi 15 tahun ke depan Jakarta masih bisa memimpin, ekonomi masih bisa tumbuh bagus karena investornya sudah cukup banyak. Yang harus kami jaga adalah stabilitas keamanan, bersama dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah.
Jumlah demonstrasi berkurang karena ibu kota dipindah?
Benar. Jakarta akan lebih nyaman. Berbisnis lebih nyaman. Saya punya gerakan tiap minggu menanam pohon. Itu untuk menambah ruang terbuka hijau. Sekarang Jakarta masih belum nyaman. Nanti dalam lima tahun pohon-pohon yang sekarang saya tanam itu sudah besar. Dalam empat tahun sudah hijau semua. Ruang terbuka bisa ada. Mungkin dengan kenyamanan itu Jakarta bisa masuk ke peringkat lebih baik lagi.
Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta ditargetkan selesai kapan?
Desember. Itu kewenangan Kementerian Dalam Negeri.
Status pindah ibu kota itu masih harus menunggu keputusan Presiden, kan?
Iya.
Masih ada kemungkinan tahun depan tidak jadi pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN)?
Ini pertanyaan kepada saya sebagai gubernur atau sebagai Kepala Sekretariat Presiden? Kalau harapan optimistis, sesegera mungkin bisa pindah. Kami enggak tahu nanti apakah ada pengaruh alam yang tidak bisa diprediksi oleh kita.
Heru Budi Hartono
Tempat dan tanggal lahir:
Kolang, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, 13 Desember 1965
Pendidikan:
- S-1 di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta (1984-1990)
- S-2 di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta (1995-1998)
Karier:
- Wali Kota Jakarta Utara, 2014
- Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DKI Jakarta, 2015
- Kepala Sekretariat Presiden, 2017-sekarang
- Penjabat Gubernur DKI Jakarta, 2022-sekarang
Pengaruh politik bisa membuatnya berubah?
Selagi masih manusia yang merencanakan, mudah-mudahan optimistis, tidak terpengaruh suksesi kepemimpinan. IKN harus dilanjutkan.
Sejujurnya, mana yang lebih menguntungkan bagi Jakarta: tetap jadi ibu kota atau daerah khusus?
Sebagai daerah khusus Jakarta.
Tidak sebagai ibu kota?
Iya.
Alasannya?
Yang tadi (sambil memperagakan ada orang memprotes).
Apa rencana tahun depan?
Ada dua. Pertama, menuntaskan masalah transportasi. Kedua, pijakan program penanggulangan air bersih. Kalau soal banjir, mudah-mudahan bisa mengurangi 60 persen. Itu sambil jalan pelan-pelan. Sedikit-sedikit diperbaiki, konsisten mengeruk kali, dan masyarakat enggak buang sampah sembarangan. Itu masalah sudah selesai 70 persen.
Mengapa air bersih?
Saya di Jakarta enggak bisa menjaga di Jawa Barat ada air dari Waduk Jatiluhur. Kemarin Waduk Sukamahi dibuat oleh Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo). Siapa pun yang menjadi Gubernur Jakarta tidak bisa mengintervensi di sana. Maka Jakarta harus mandiri. Kalau kami tidak bisa bijak terhadap air bersih, ini rawan. Penurunan air tanah terus terjadi. Kalau pemipaan air bersih cepat, penurunan tanah bisa kami tahan. Gedung-gedung bisa pakai air PAM. Penurunan tanahnya bisa kami minimalkan. Berikutnya, Giant Sea Wall harus berjalan. Siapa pun gubernurnya, saya titip Giant Sea Wall. Itu nanti untuk pengolahan air bersih. Cetak biru DKI itu sudah ada sejak zaman dulu. Selain masuk ke kota global, ya.
Bagaimana Anda membagi waktu sebagai penjabat gubernur dan Kepala Sekretariat Presiden?
Waktu-waktu kosong saya ambil untuk kegiatan di Sekretariat Presiden. Tapi saya kebanyakan di Balai Kota DKI. Misalnya, saya kosong Sabtu, ya saya beresin di Sekretariat Presiden. Di hari Rabu kosong, saya ke sana. Sore, malam, saya sudah baca mengenai kegiatan di Sekretariat Presiden.
Masih ikut kunjungan Presiden ke luar negeri?
Disemprit dong sama gubernur lain. Saya tahu diri, lah.
Apakah Anda akan maju dalam pemilihan kepada daerah DKI pada 2024?
Masih banyak orang yang lebih baik dan lebih pintar. Jawabannya adalah hari esok penuh misteri. Saya tanya, Anda besok mau makan apa? Belum tahu. Makan untuk besok saja masih misteri buat kita, apalagi pilkada 2024. Biarkan alam semesta yang menjawab.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, wawancara ini terbit di bawah judul "Jakarta Enggak Bisa Mengatasi Polusi Sendiri "