Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ALI Sadikin ditunjuk oleh Presiden Sukarno sebagai Gubernur Jakarta ketujuh pada 28 April 1966. Alasannya sederhana. Sukarno menilai Ali sebagai pemimpin yang koppig alias keras kepala. Pemimpin besar revolusi itu percaya, Ali dengan sifat kepala batunya sanggup menyelesaikan segala persoalan yang membanjiri Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ibu Kota saat itu begitu kumuh dan kerap dilanda bah. Tapi kas daerah tak cukup untuk membangun besar-besaran. Ali lantas melegalkan perjudian dan memungut pajak teban. Duit itu ia gunakan untuk membangun berbagai fasilitas publik dan memperbaiki kampung kumuh. Ia juga melokalisasi prostitusi. Ali tak peduli meski dicaci maki dan dijuluki “gubernur maksiat”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya mengubah wajah kota yang suram menjadi metropolis, Ali berupaya mengatasi banjir dengan menyiapkan sabuk hijau atau green belt, kawasan hijau yang mengelilingi Jakarta. Ia pun membangun tempat bagi para seniman berkumpul. Kebijakannya tak diteruskan oleh para Gubernur Jakarta setelah dia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Nakhoda Koppig Ibu Kota"