Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Bintang Jasa tanpa Harga

Sekitar 2.000 orang diberhentikan akibat peleburan lembaga riset ke BRIN. Negara yang kurang menghargai peran para peneliti.

15 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Nasib para peneliti yang dipecat karena peleburan BRIN.

  • Peneliti LIPI dan Eijkman tak bergabung ke BRIN.

  • Mereka belum punya rencana bekerja di lembaga penelitian lain.

PESAN bernada pamit terekam dalam akun Instagram Eijkman Institute sehari setelah pergantian tahun. Isinya penyampaian terima kasih kepada masyarakat yang telah mendukung kiprah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman selama 33 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam waktu cepat, pesan tersebut menyebar ke berbagai penjuru. “Eijkman resmi bubar,” kata Sangkot Marzuki, Direktur Lembaga Eijkman periode 1992-2014, Jumat, 14 Januari lalu. Sangkot berkaca pada pemecatan yang menimpa sebagian peneliti Eijkman. Ia menilai lembaga itu sudah tercerai-berai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tercatat ada 113 pegawai honorer Eijkman yang diberhentikan. Sebanyak 71 orang di antaranya anggota staf peneliti. Pemberhentian itu disebabkan oleh penggabungan Eijkman ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Syarat menjadi peneliti di BRIN adalah bergelar doktor.

Pengelolaan Eijkman Institute for Molecular Biology secara resmi diambil alih BRIN sejak September 2021. Eijkman pun berubah nama menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman Institute. BRIN lantas menunjuk Wien Kusharyanto untuk menggantikan Amien Soebandrio sebagai nakhoda baru Eijkman.

Mantan Wakil Kepala Eijkman, Herawati Sudoyo, mengatakan ada 17 peneliti senior Eijkman bergelar doktor yang berstatus aparatur sipil negara. Sedangkan enam peneliti lulusan strata tiga yang bukan aparatur negara berjumlah enam orang. “Hanya 17 itu yang bergabung ke BRIN,” ujarnya.

Menurut Hera, mayoritas jebolan Eijkman tak mengalami kesulitan mencari pekerjaan baru. Hera mengatakan banyak peneliti yang diberhentikan langsung diterima di berbagai laboratorium rumah sakit. Ada pula yang membawa gerbong ke sejumlah lembaga riset di universitas.

Namun ada pula yang masih bimbang untuk meneruskan pekerjaannya. Seorang peneliti perempuan yang tak mau disebutkan namanya mengaku belum terbayang akan bekerja di lembaga lain. Ia menilai lingkungan kerja di Eijkman sangat mendukung riset yang selama ini dilakukannya.

Yang pamit bukan hanya Eijkman. Kepala LIPI periode 2010-2014, Lukman Hakim, mengatakan ada lebih dari 2.000 pekerja di lembaga dan badan riset yang diberhentikan akibat peleburan ke dalam BRIN.

Awak kapal riset Baruna Jaya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pun menyampaikan salam perpisahan. Baruna Jaya sering terlibat dalam misi penting, dari melakukan survei kelautan, melakukan pemetaan kabel bawah laut, hingga mencari kotak hitam pesawat yang jatuh.

Misi pencarian kotak hitam terakhir adalah milik pesawat Sriwijaya Air SJ-18 yang hilang kontak di sekitar Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pencarian ini dilakukan oleh Kapal Baruna Jaya IV.

Salah satu yang dipecat adalah Kapten Ishak Ismail. Mengabdi selama 19 tahun, Ishak dianggap tak memenuhi syarat bergabung dengan BRIN. Padahal ia mendapatkan bintang kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Joko Widodo pada 2015. Itu adalah penghargaan untuk mereka yang berbakti besar kepada negara dan dapat menjadi teladan.

Ishak dianggap berjasa dalam evakuasi dan penemuan kotak hitam pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan di sekitar Laut Jawa di dekat Selat Karimata pada pengujung 2014. Ishak hanya berharap ia dapat dipekerjakan kembali secara layak.

Mantan peneliti dari Balai Bioteknologi BPPT, Rudy Jaya, juga diberhentikan. Laki-laki 45 tahun itu telah bekerja di BPPT selama 16 tahun. Ia pernah bergabung dalam riset kemandirian bahan baku obat. “Alhamdulillah di situ saya bisa terlibat,” katanya.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Beka Ulung Hapsara, mengatakan negara seharusnya menghargai peran mereka yang memajukan ilmu pengetahuan di Indonesia. “Negara harus menghargai jerih payah dan upaya kawan-kawan semua,” ujar Beka. 

ROSSENO AJI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus