Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Uang Lebaran Sebelum Pelantikan

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri diduga pernah menerima kiriman uang Rp 100 juta di rekeningnya sebagai “uang Lebaran”. Ongkos sewa helikopternya ditaksir jauh lebih mahal.

19 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ketua KPK Firli Bahuri menerima transfer uang Rp 100 juta sehari sebelum dilantik menjadi Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan.

  • Ia juga dituding menerima gratifikasi lewat diskon tarif sewa helikopter.

  • Polisi dan Dewan Pengawas tak memproses laporan ICW tentang gratifikasi sewa helikopter Firli Bahuri.

ADUAN itu hanya berumur satu hari. Alih-alih membuka penyelidikan, Kepolisian RI menolak laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang dugaan gratifikasi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri. “Kami kembalikan ke Dewan Pengawas KPK. Kan, sudah ditangani di sana,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Agus Andrianto pada Jumat, 4 Juni lalu, sehari setelah ICW mengadukan kasus tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mental di polisi, laporan ini dibawa ICW ke Dewan Pengawas. ICW melaporkan Firli karena dia diduga menerima gratifikasi berupa diskon sewa helikopter saat berkunjung ke Baturaja, Sumatera Selatan, pada 20 Juni 2020. Ia terbang bersama keluarganya dari Palembang ke Baturaja, lalu balik lagi pada hari yang sama. “Semestinya kasus ini sudah masuk ranah pidana,” ujar peneliti ICW, Wana Alamsyah, pada Sabtu, 19 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indikasi gratifikasi mencuat setelah ICW menyigi harga sewa di sembilan perusahaan penyedia layanan helikopter di Indonesia. Menurut Wana, mereka ingin mengetahui ongkos rata-rata dan kewajaran tarif sewa helikopter per jam, termasuk biaya bahan bakar dan pajak.

Penelusuran ICW mendapati biaya sewa helikopter berkisar Rp 39,1 juta per jam. Tarif ini berbeda dengan klaim Firli, yang mengaku membayar helikopter Rp 7 juta per jam. Firli diperkirakan menggunakan helikopter selama empat jam. ICW menghitung ada selisih Rp 140 juta dari tarif yang dibayar Firli.

Wana menduga ada indikasi gratifikasi dari selisih biaya itu. Apalagi perusahaan penyewaan helikopter tersebut diduga berkaitan dengan salah satu perkara di KPK. “Komisaris perusahaan itu pernah menjadi saksi dalam kasus suap izin Meikarta,” katanya.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi, Boyamin Saiman, juga menelisik harga sewa helikopter Firli. Meski nilainya tak sama persis, Boyamin menghitung harga sewa heli itu sekitar Rp 35 juta per jam. Biaya yang dibayarkan Firli diperkirakan lebih besar karena heli yang ia gunakan bertipe lebih mewah. “Saya sudah melaporkan ke Direktorat Gratifikasi. Tapi belum direspons,” ucap Boyamin.

Sebelum menerima laporan ICW, Dewan Pengawas sudah memproses perkara ini. Dewan Pengawas hanya menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada Firli. Salah satu yang meringankan dari vonis tersebut adalah Firli dianggap belum pernah melanggar kode etik. “Menghukum terperiksa dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis II agar tidak mengulang perbuatannya,” kata Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan putusan pada Rabu, 24 Juni 2020.

Karena ada vonis ini, Dewan Pengawas tidak akan memproses laporan ICW dan Boyamin. Anggota Dewan Pengawas, Syamsuddin Haris, mengatakan laporan ICW ataupun Boyamin tak akan diproses karena kasus itu sudah tutup buku. “Kasus itu sudah kami periksa,” ujarnya.

Menurut Wana, laporan ICW berbeda dengan materi pemeriksaan di sidang Dewan Pengawas. Pemeriksaan Dewan Pengawas saat itu tidak menguji harga yang dibayarkan Firli. Dewan menerima begitu saja pengakuan Firli. “Fokus kami ada pada ketidakwajaran biaya sewa dan keterkaitannya dengan perusahaan yang tengah beperkara di KPK,” kata Wana.

•••

KOMISI Pemberantasan Korupsi mengirimkan daftar dugaan pelanggaran kode etik Firli Bahuri ke Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat pada sekitar September 2019. Saat itu, DPR tengah menggodok calon pemimpin KPK periode 2019-2023. Firli termasuk di antara calon tersebut. “Memang betul pernah ada surat itu. Saya yang menandatangani,” ujar Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang.

Menurut Saut, pemimpin KPK saat itu berharap DPR mempertimbangkan rekam jejak Firli dalam proses seleksi. Namun laporan itu justru ditolak DPR. Wakil Ketua Komisi Hukum Desmond Mahesa malah mempertanyakan sikap pimpinan KPK yang baru menyampaikan laporan Firli menjelang proses uji kelayakan dan kepatutan. “Semestinya laporan itu disampaikan saat di tahap IV panitia seleksi. Aneh, ada apa ini?” kata Desmond kala itu.

Ada empat “dosa” Firli yang tercatat dalam laporan itu. Salinan dokumen yang diperoleh tim IndonesiaLeaks menyebutkan pelanggaran itu terjadi saat Firli menjabat Deputi Penindakan KPK dan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan. Masalah gratifikasi hingga berupaya merintangi kasus tercatat di dalam daftar tersebut.

Dokumen itu mengungkap Firli diduga menerima transfer uang sebesar Rp 100 juta di salah satu rekening banknya pada 19 Juni 2019, sehari sebelum ia dilantik menjadi Kepala Polda Sumatera Selatan. Keterangan pengiriman menuliskan sebagai “uang Lebaran”. Penelusuran asal-usul uang menguap seiring dengan terpilihnya Firli sebagai Ketua KPK.

Firli juga terseret dalam perkara bekas Bupati Muara Enim, Sumatera Selatan, Ahmad Yani. Yani dituduh menerima suap dari kontraktor rekanan pemerintah sebesar US$ 35 ribu. Duit itu diperoleh dari Robi Okta Fahlevi, pemilik PT Indo Paser Beton, lewat perantara Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Elfin M.Z. Muchtar.

Dalam berkas pemeriksaan, Elfin menyatakan uang itu disiapkan untuk Firli. Perintah penyerahan duit diduga datang dari Yani untuk uang “perkenalan”. Saat itu Firli baru dua bulan menjabat Kepala Polda Sumatera Selatan. Namanya santer menjadi kandidat kuat pemimpin KPK periode 2019-2023.

Elfin diduga berkomunikasi dengan ajudan Firli, lalu diarahkan menghubungi orang kepercayaan Firli, Erlan. Namun duit gagal diserahkan. Elvin kadung ditangkap dalam operasi tangkap tangan di rumah makan Bakmi Aloi di Palembang pada 2 September 2019. Pengacara Elfin, Gandhi Arius, mengatakan rencana pemberian uang juga pernah dinyatakan dalam kesaksian Robi di persidangan. “Klien saya hanyalah bawahan yang tidak bisa menolak perintah Bupati,” tuturnya.

Firli tak merespons permintaan wawancara tim IndonesiaLeaks. Permohonan lewat nomor telepon dan WhatsApp miliknya tak berbalas. Permintaan klarifikasi lewat juru bicara KPK, Ali Fikri, pun tak membuahkan hasil. Saat tim IndonesiaLeaks mendatangi rumahnya di Villa Galaxy, Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu, 19 Juni lalu, seorang penjaga menghalangi dan meminta tim angkat kaki. Penjaga itu juga menolak menyampaikan surat permintaan wawancara untuk Firli. Namun Firli pernah membantah soal upaya suap saat menjabat Kepala Polda Sumatera Selatan. “Saya sama sekali tidak mengetahui rencana itu dan tidak akan terlibat apa pun,” ujarnya pada pertengahan Januari 2020.

Pengacara Ahmad Yani, Maqdir Ismail, membantah keterlibatan kliennya dalam rencana penyuapan kepada Firli. Menurut dia, rencana penyerahan duit tercetus setelah ajudan Kepala Polda meminta Elfin menghubungi Erlan, keponakan Firli. Erlan sempat mengingatkan bahwa tindakan itu berbahaya. “Di situ putus pembicaraan soal uang. Dan keesokan harinya terjadi operasi tangkap tangan. Jadi kuncinya ada pada Elfin,” kata Maqdir.

TIM INDONESIALEAKS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus