Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Ancaman Lumpuh Pembatasan Mikro

Efektivitas penebalan PPKM mikro diragukan. Dianggap bisa melumpuhkan sistem kesehatan.

26 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah menerapkan penebalan PPKM mikro selama 14 hari sejak 22 Juni lalu.

  • Pemerintah disebut-sebut menolak usul pemberlakuan PSBB.

  • PPKM mikro dipilih dengan pertimbangan pertumbuhan ekonomi.

MENGGELAR rapat terbatas secara virtual di Istana Presiden, Senin, 21 Juni lalu, Presiden Joko Widodo langsung menyoroti dua hal, yaitu perkembangan vaksinasi dan pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro. Setelah menginstruksikan target vaksinasi 1 juta orang per hari, Jokowi meminta pemerintah daerah memperketat pelaksanaan PPKM mikro di setiap wilayah untuk menekan laju Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua pejabat yang mengikuti rapat tersebut bercerita, Menteri Koordinator Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Airlangga Hartarto, kemudian berbicara memaparkan angka kasus Covid-19 yang makin tinggi. Airlangga juga menyatakan perlu pembatasan ruang gerak masyarakat. “Presiden memberikan penegasan operasional lapangan PPKM mikro,” ujar Ketua Umum Partai Golkar ini seusai rapat terbatas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PPKM mikro diberlakukan selama 14 hari mulai Selasa, 22 Juni lalu. Kebijakan itu antara lain berisi jumlah pengunjung di tempat makan maksimal 25 persen kapasitas, jumlah pekerja maksimal 25 persen di kantor yang berada di zona merah, dan larangan operasional tempat ibadah di zona merah. Begitu pula sekolah di zona merah dilarang menggelar pembelajaran tatap muka.

Menurut Airlangga, kebijakan PPKM mikro yang dipertebal ikut melibatkan pengurus lingkungan, kepala desa, lurah, bintara pembina desa, serta Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Adapun Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan dilakukan pengetatan aktivitas di zona merah. Ia mencontohkan, di tingkat rukun tetangga dilakukan penyekatan jika ada lebih dari lima rumah yang penghuninya terkena Covid-19.

Baca Investigasi Tempo: Kisruh Pengadaan Alat Tes Covid-19 di BNPB

Sekitar dua pekan sebelumnya, Presiden menggelar rapat bersama sejumlah menteri dan kepala daerah yang wilayahnya mengalami kenaikan angka kasus Covid-19 cukup tinggi. Agenda rapat saat itu adalah membahas PPKM mikro. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, dalam rapat itu, Presiden mengingatkan kepala daerah agar kasus positif corona di wilayahnya bisa dibendung. “Beliau mengingatkan kami agar hati-hati,” kata Ganjar.

Sebelum menggunakan nama “penebalan PPKM mikro”, pemerintah menggunakan istilah berbeda dalam penanganan Covid-19. Awalnya pemerintah menggunakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang mulai berlaku 17 April 2020. Kebijakan itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Awal tahun ini pemerintah menggunakan istilah PPKM dan PPKM mikro.

Dua pejabat yang mengetahui pengambilan keputusan penebalan PPKM mikro bercerita, sebenarnya ada usul dari pemerintah daerah agar pemerintah pusat menerapkan kembali PSBB. Bahkan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X sempat melontarkan akan me-lockdown provinsi itu. Namun pemerintah menolak menerapkan lagi PSBB karena akan mengganggu target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen pada kuartal kedua tahun ini.

Sumber yang sama menuturkan, persoalan ekonomi memang menjadi alasan utama pemerintah memilih opsi penebalan PPKM mikro. Sedangkan opsi karantina wilayah tidak diambil karena akan membebani anggaran negara. Pejabat itu mencontohkan, karantina di wilayah DKI Jakarta saja membutuhkan biaya hingga Rp 500 miliar per hari. Penyebabnya, pemerintah harus membiayai seluruh kebutuhan masyarakat di wilayah karantina.

Belakangan, Sultan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan PSBB tak mungkin diterapkan karena keterbatasan anggaran. “Uang habis untuk keperluan beli masker dan alat pelindung diri,” tutur Ridwan. Adapun Sultan memilih menganulir ucapannya. “Saya enggak kuat disuruh membiayai rakyat se-Yogyakarta.”

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir mengakui biaya yang akan dikeluarkan oleh pemerintah akan sangat besar jika mengambil kebijakan PSBB. “Cost-nya sangat mahal,” ujarnya pada Rabu, 23 Juni lalu. Iskandar mencontohkan, akibat pandemi dan penerapan PSBB, pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2020 merosot hingga minus 5,32 persen.

Polisi melakukan penutupan jalan dalam rangka Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro di Kemang, Jakarta, 22 Juni 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis

Menerapkan penebalan PPKM mikro, pemerintah menggerakkan personel Tentara Nasional Indonesia dan kepolisian. Dua pejabat pemerintah yang hadir dalam rapat terbatas di Istana Presiden pada Senin, 21 Juni lalu, mengatakan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan meniru pembatasan seperti di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Di Kudus, personel TNI ikut membantu ketua rukun tetangga menutup wilayah dan mengawasi masyarakat.

Seusai rapat, Hadi mengatakan isolasi di tingkat rukun tetangga, rukun warga, hingga desa bisa efektif mencegah penularan Covid. Namun penutupan wilayah ini tidak sepenuhnya efektif. Saat Tempo berkunjung ke Desa Temulus, Kabupaten Kudus, pada Kamis, 10 Juni lalu, wilayah itu tidak ditutup dengan ketat. Masih ada orang lalu-lalang di sekitar rumah yang penghuninya terkena virus corona.

Sejumlah epidemiolog, dokter, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengkritik kebijakan penebalan PPKM mikro. Mereka juga mendesak pemerintah menerapkan PSBB dibanding penguatan PPKM mikro. Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, jika PSBB tak diterapkan, kondisi pandemi tidak pernah akan berakhir.

Wakil Ketua Komisi Kesehatan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Charles Honoris, menyebutkan PSBB diperlukan agar virus tak menjalar ke wilayah lain. Ia menilai penerapan PPKM belum optimal dan berpotensi menumbangkan sistem kesehatan akibat penularan virus tidak terbendung. Charles mencontohkan, tanda-tanda itu mulai terlihat karena banyak tenaga kesehatan yang positif Covid-19 ataupun meninggal karena virus tersebut. Selain itu, ketersediaan tempat tidur di rumah sakit menipis. “Kalau sistem kesehatan lumpuh, perekonomian pasti akan jebol,” ucapnya.

Namun Presiden Jokowi menyatakan pemerintah telah memperhitungkan kondisi ekonomi, sosial, politik, dan pengalaman di negara lain untuk penanganan Covid-19. Jokowi mengklaim kebijakan PPKM mikro sebagai langkah yang paling tepat untuk menghentikan laju penularan Covid-19 hingga ke tingkat desa ataupun komunitas jika penerapannya berjalan dengan baik. PPKM mikro pun dianggap tak mematikan ekonomi rakyat. Menurut Jokowi, PPKM mikro atau karantina wilayah memiliki esensi yang sama, yaitu membatasi kegiatan masyarakat. “Untuk itu, tidak perlu lagi dipertentangkan,” katanya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, DEVY ERNIS, DEDEN ABDUL AZIZ (CIANJUR), SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA), JAMAL ABDUL NASHR (SEMARANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus