Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pameran besar tentang Hang Tuah. Sosok legendaris yang diyakini masyarakat Melaka.
Tokoh yang setia dan loyal kepada Sultan Melayu Melaka yang dinarasikan menjadi utusan sultan yang sangat hebat.
MESKI hanya setengah badan, ia digambarkan gagah. Badannya terlihat liat dengan wajah berahang kuat. Sorot matanya cukup tajam di bawah kerutan dahi, memandang agak menyerong ke depan. Kumisnya melintang cukup tebal di atas bibirnya. Dagunya berhias sedikit jenggot. Tanjak atau ikat kepala menghiasi rambutnya yang panjang sebahu. Itulah Laksamana Hang Tuah yang digambarkan dalam poster “Pameran Hang Tuah” di Melaka International Trade Centre, Melaka, Malaysia. Pameran ini dihelat pada 10 Juni-7 Juli 2024. Hang Tuah adalah tokoh legendaris yang diyakini keberadaannya oleh masyarakat Melaka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bersama rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah, pada Senin, 1 Juli 2024, Tempo berkesempatan melihat pameran yang ditata cukup bagus dan digelar di area yang luas ini. “Pameran Hang Tuah” dibagi dalam beberapa galeri yang bercerita tentang sosok dan riwayat hidupnya serta peta dan latar Kesultanan Melaka, juga koleksi senjata dari keris hingga replika meriam—artefak dari Kepulauan Bintan, Singapura, dan Pattani (Thailand). Termasuk di dalamnya keris luk sembilan dari Museum Okinawa, koleksi manuskrip, dan dokumen Rekidai Hoan dari Kerajaan Ryukyu, Jepang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lewat narasi medium poster yang ditata bagus dan teks yang detail, pengunjung mengetahui kisah Laksamana Hang Tuah. Hang Tuah lahir di Sungai Duyong, Pulau Bingkap, Kabupaten Lingga, pada 1431. Dia adalah anak Hang Mahmud bin Tun Alim (Datuk Panglima Tua Rimba) dan Dang Merdu Wati binti Tun Jaya Alam (Datuk Panglia Tua Ngah Alam), keturunan Melayu Sekanak, Palembang. Saat berumur 10 tahun, ia pindah ke Bintan dan berguru kepada Mahaguru Adi Putra. Di sinilah kelak ia berjumpa dengan beberapa sahabatnya, seperti Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu. Sosok Hang Tuah didasarkan pada salinan Hikayat Hang Tuah dari Pusat Manuskrip Melayu versi Terengganu yang disimpan Sultan Sulaiman (1920-1942), Kerajaan Terengganu, Malaysia, serta sejumlah manuskrip.
Hang Tuah dan sahabatnya mengabdi kepada Kerajaan Melaka hingga mendapat kedudukan laksamana pada masa pemerintahan Sultan Mansur Shah (1456-1477), Sultan Alaudin Ri’ayat Shah (1477-1488), sampai Sultan Mahmud Shah (1488-1511). Ia digambarkan sebagai orang yang berilmu kanuragan tinggi, diplomat ulung, sekaligus pedagang internasional. Ia antara lain pernah ditugasi ke Majapahit, Vijayanegara (India), Rom (Turki), Mesir, Okinawa, Pattani, dan Cina.
Komik dan buku tentang Laksamana Hang Tuah berbahasa Belanda di pameran Hang Tuah, Malaka. Tempo/Dian Yuliastuti
Peran Hang Tuah ini ditampilkan cukup bagus didukung dengan banyak manuskrip dan dokumen yang dipajang di dalam kotak kaca. Manuskrip dan dokumen itu menceritakan hubungan Kerajaan Melaka dengan kerajaan-kerajaan yang dikunjungi Hang Tuah. Dalam pameran ini, kisah Hang Tuah juga dituliskan dalam berbagai bahasa, seperti Inggris, Indonesia, Jerman, Prancis, Rusia, dan Belanda. Yang unik, terpampang pula sebuah komik hitam-putih dalam bahasa Belanda cetakan Balai Pustaka, Jakarta, pada 1951. Komik ini juga dicetak dan diedarkan oleh Bulaaq, Amsterdam, pada 2003.
Ada pula replika meriam terbesar pada zaman Kesultanan Melaka, yakni Peca de Malacca, yang aslinya berada di Museu Militar de Lisboa, Portugal. Panjangnya sekitar 3 meter, diletakkan di depan peta yang menunjukkan perkembangan Kesultanan Melaka berdasarkan pemerintahan kesultanannya. Di bagian lain ada satu ruangan luas dengan belasan bangku serta layar melengkung yang menampilkan film animasi tentang sepak terjang Hang Tuah.
Ada pula film Hang Tuah yang lain. “Yang bagian sini film tentang Hang Tuah dalam versi India,” ujar seorang pemandu pameran. Film yang dimaksud adalah film di sebuah layar televisi yang menampilkan drama tentang Hang Tuah yang dipentaskan di India.
Di Indonesia, Hang Tuah diyakini sebagai tokoh fiktif. Sejarawan dari Universitas Negeri Medan, Ichwan Azhari, menyatakan pameran tentang Hang Tuah yang diadakan Malaysia di Melaka ini ditata sangat bagus dan meyakinkan, tapi manipulatif. Dari segi sejarah, sosok Hang Tuah adalah mitos. “Mitos, fiksi yang dipaksakan menjadi fakta,” ucap Ichwan kepada Tempo.
Menurut Ichwan, mereka menampilkan tokoh Hang Tuah dengan menutupi fiksi menggunakan fakta-fakta tentang Melaka, seperti berbagai gambar sultan, masa pemerintahan, manuskrip, dan artefak. Ichwan mengatakan Hang Tuah tidak disebut dalam manuskrip-manuskrip sejarah. Kisah Hang Tuah, kata dia, hanya didasarkan pada karya sastra, misalnya Hikayat Hang Tuah yang ditulis jauh setelah kejatuhan Kesultanan Melaka. Tokoh Hang Tuah diciptakan pada 1600-1700-an, sementara manuskrip atau artefak yang ditampilkan ada sebelum kisah Hang Tuah muncul. “Artefak dan manuskripnya benar, tapi tidak ada sangkut-pautnya dengan Hang Tuah,” ujarnya.
Ichwan mengatakan pameran itu hendak mengangkat harkat dan martabat Kerajaan Melaka dengan menonjolkan tokoh Hang Tuah. Dia mengaku kagum akan pengemasan materi pameran yang cukup detail mengenai tokoh Hang Tuah, dari narasi visual hingga riwayat hidupnya. “Pamerannya dikemas cantik, tanggal lahir, gambar orangnya direkayasa sedemikian rupa. Ini upaya membuat fakta dari fiksi,” tuturnya. Padahal, dia menambahkan, kisah Hang Tuah adalah karya kritik dan perenungan pujangga Melayu. Ichwan menulis disertasinya tentang kisah Kerajaan Pasai, Kerajaan Banjar, Kerajaan Melayu Melaka, dan Hikayat Hang Tuah di Universität Hamburg, Jerman.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo