Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belakangan ini para petambak ikan mujair di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, lebih bergairah dan gembira. Dompet mereka pun lebih tebal. Penyebabnya, mereka berhasil menemukan "resep" yang membuat ikan lebih gemuk dan nilai jualnya tinggi. Resep itu tidak dirahasiakan. Mereka malah dengan senang hati membaginya kepada siapa saja.
"Kami mencampur pil KB (Keluarga Berencana) dengan pakan ikan," kata Kadir, 43 tahun, petambak di Desa Delanggu, Kecamatan Deket, Lamongan. Pil pencegah kehamilan untuk kaum Hawa itu dicampur dedak pakan ikan. Takarannya: tiga pil untuk satu kilogram dedak. Pakan itu ditebar pagi dan sore, dua-tiga kali sepekan. Pemberian pakan yang dicampur pil KB itu berlangsung selama tiga bulan dari penebaran benih sampai panen.
Hasilnya, ikan-ikan itu tak bertelur dan ukurannya membengkak. Ikan mujair di tambak Kadir, misalnya. Sebelumnya, satu kilogram bisa berisi 10 ekor ikan, tapi setelah pakan dicampur pil KB, satu kilogram hanya berisi 3-4 ekor. Harga pun melambung dari Rp 9.000 menjadi Rp 15 ribu per kilogram. "Lumayan," kata Kadir.
Resep pakan ikan nyeleneh itu cepat menyebar ke para petambak seantero Lamongan. Pakan bahkan tak hanya diberikan kepada ikan mujair yang cepat beranak-pinak, tapi juga ikan tombro dan bandeng. Apalagi tak sulit memperoleh pil KB. Bisa dibeli di apotek atau toko obat, tanpa resep dokter. Harganya juga terjangkau, dari Rp 4.000 per strip yang berisi 28 butir hingga Rp 10 ribu.
Petambak gembira, tapi petugas Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Kabupaten Lamongan justru cemas. Soalnya, pil KB mengandung hormon yang jika dikonsumsi manusia terus-menerus, terutama pria, akan mengubah kromosom. "Dampak jangka panjangnya tidak bagus," ujar Sekretaris Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Kabupaten Lamongan Abdullah Ubait.
Untuk meredam petambak yang keranjingan mencampur pil KB dengan pakan ikan, Dinas kini menyebar benih ikan baru hasil persilangan, yaitu nila monoseks, yang semuanya berjenis kelamin jantan. Benih ikan unggulan ini tak bisa bertelur dan diharapkan cepat gemuk. "Pasti lebih unggul dibanding mujair yang mengkonsumsi pil KB," kata Ubait.
Sujatmiko
Melancangi Foto Ibu Negara
Gara-gara mencantumkan tulisan tangan dan foto Ibu Negara Ani Yudhoyono dalam brosur penjualan kondotel, seorang pengembang terpaksa duduk di meja hijau. Kisah bermula dari kunjungan Ani ke pameran koleksi museum D'Topeng di ASEAN Summit, Nusa Dua, Bali, dua tahun lalu. Saat itu, Ibu Negara menuliskan kesan: "Koleksi yang luar biasa, menunjukkan tingginya budaya kita. Terima kasih sudah melestarikannya." Menteri Kebudayaan dan Pariwisata saat itu, Jero Wacik, juga menulis: "Good." Pemilik museum, Reno Halsamer, kemudian mencetak foto dan tulisan kedua tokoh itu dalam brosur D'Topeng.
Tak berselang lama, Steven Rusli, pengusaha properti asal Jakarta, tertarik membangun kondotel di atas lahan museum yang berada di Jalan Setia Budi, Kuta, Denpasar tersebut. Setahun kemudian, Reno ditelepon orang yang menyebutkan dirinya pegawai Sekretariat Negara. Dia mempertanyakan pemasangan foto Ibu Negara dalam brosur penawaran kondotel bernama Grand Sunset milik Steven. Menurut Reno, penelepon yang tak sempat ditanya namanya itu menegur pemuatan foto dalam brosur karena tidak ada izin. "Foto di brosur itu diambil tanpa pemberitahuan dari buku marÂketing kit museum saya," kata Reno.
Dia lantas melaporkan Steven ke Kepolisian Daerah Jawa Timur dengan tuduhan melanggar hak cipta. Perkara ini bergulir hingga ke Pengadilan Negeri Surabaya. Masalah berkembang tak hanya dalam urusan foto dan tulisan tangan Ani. Menurut Reno, belum ada kesepakatan antara dia dan Steven tentang pengambilalihan lahan dan museum. Dia hanya mengaku telah bicara empat mata dengan Steven. Reno semakin masygul karena Steven kemudian menyegel D' Topeng sehingga koleksi di dalamnya tak bisa dia ambil.
Budi Herlambang, pengacara Steven, menyangkal semua penjelasan Reno. Dia mengungkapkan adanya kesepakatan dengan pemilik tanah. "Soal pemasangan foto Ibu Negara, Reno ketika itu bilang oke," katanya.
Kukuh S. Wibowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo